Dinas Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DPKP) Aceh Tamiang menyebutkan, sekitar 8.000 hektare dari total 20 ribu hektare areal lahan tambak beralih fungsi menjadi lahan tanaman kelapa sawit di daerah pesisir kabupaten berjuluk "Negeri Raja Muda Sedia".
Kepada DPKP Aceh Tamiang, Safuan melalui Kasi Pengembangan Perikanan, TM Shaleh di Kualasimpang, Senin, mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan dengan ulah warga tersebut karena kesuburan tanah terutama unsur hara menjadi hilang.
"Bila kita lihat dari fungsinya itu, kira-kira 40 persen dari 20 ribu hektare ditanami sawit oleh karena keterbatasan pengetahuan mereka khususnya di Kecamatan Bendahara," terang dia.
Padahal, lanjutnya Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang telah melakukan kesepakatan dengan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) tentang sinergitas pengembangan usaha perikanan budidaya di antaranya udang vaname, udang windu, ikan nila salin, ikan kakap, kepentingan bakau, termasuk udang galah di Agustus 2019.
Sinergitas itu telah ditandatangani oleh Bupati Aceh Tamiang Mursil, dan Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Slamet Soebjakto yang bakal direalisasikan di wilayah pesisir laut pada empat kecamatan, yakni Banda Mulia, Manyak Payed, Seruway, dan Bendahara tahun 2020.
"Hari ini rata-rata sudah menjadi lahan sawit, dan sawitnya juga tidak bagus. Umur lima sampai 10 tahun itu, harusnya sedang baik-baiknya. Tapi hari ini umur tanaman sawit di lahan mereka, malahan buahnya sedikit dan mati. Ini yang kita sayangkan," terangnya.
Ia mengaku, belum lagi kondisi lahan yang subur dan seharusnya bisa dikembangkan untuk lahan budidaya ikan dan udang, tetapi menyalahi fungsi di daerah pesisir pantai Timur di wilayah Aceh Tamiang.
Data dari DPKP Aceh Tamiang menyebutkan, 20.000 hektare lahan budidaya udang hingga kini baru 4.000 hektare diantaranya sudah diberdayakan secara intensif. Terdapat 8.000 hektare lahan diberdayakan secara semi intensif, dan sisanya tradisional atau mangkrak.
"Sawit inikan tingkat penyerapan airnya tinggi, dan lahan itu menjadi tidak subur lagi. Kami tetap perhatikan kondisi di lapangan. Walau lahan tersebut dipakai untuk sawit, setelah itu ditebang. Ternyata untuk kembali subur tidak lama, hanya 12 tahun lahan itu bisa subur kembali," jelas Shaleh.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto pernah mengatakan, pihaknya berencana menghidupkan kembali potensi 20.000 hektare lahan budidaya udang di Aceh Tamiang yang dewasa ini mayoritas terbengkalai.
Ia memaparkan, pengembangan budidaya udang di daerah yang berbatasan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara tersebut akan lebih difokuskan pada jenis udang vaname.
"Tambak udang ada, tapi hampir semua mangkrak, tidak dikelola dengan baik. Ini kan potensi yang luar biasa bagusnya," kata Slamet.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Kepada DPKP Aceh Tamiang, Safuan melalui Kasi Pengembangan Perikanan, TM Shaleh di Kualasimpang, Senin, mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan dengan ulah warga tersebut karena kesuburan tanah terutama unsur hara menjadi hilang.
"Bila kita lihat dari fungsinya itu, kira-kira 40 persen dari 20 ribu hektare ditanami sawit oleh karena keterbatasan pengetahuan mereka khususnya di Kecamatan Bendahara," terang dia.
Padahal, lanjutnya Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang telah melakukan kesepakatan dengan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) tentang sinergitas pengembangan usaha perikanan budidaya di antaranya udang vaname, udang windu, ikan nila salin, ikan kakap, kepentingan bakau, termasuk udang galah di Agustus 2019.
Sinergitas itu telah ditandatangani oleh Bupati Aceh Tamiang Mursil, dan Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Slamet Soebjakto yang bakal direalisasikan di wilayah pesisir laut pada empat kecamatan, yakni Banda Mulia, Manyak Payed, Seruway, dan Bendahara tahun 2020.
"Hari ini rata-rata sudah menjadi lahan sawit, dan sawitnya juga tidak bagus. Umur lima sampai 10 tahun itu, harusnya sedang baik-baiknya. Tapi hari ini umur tanaman sawit di lahan mereka, malahan buahnya sedikit dan mati. Ini yang kita sayangkan," terangnya.
Ia mengaku, belum lagi kondisi lahan yang subur dan seharusnya bisa dikembangkan untuk lahan budidaya ikan dan udang, tetapi menyalahi fungsi di daerah pesisir pantai Timur di wilayah Aceh Tamiang.
Data dari DPKP Aceh Tamiang menyebutkan, 20.000 hektare lahan budidaya udang hingga kini baru 4.000 hektare diantaranya sudah diberdayakan secara intensif. Terdapat 8.000 hektare lahan diberdayakan secara semi intensif, dan sisanya tradisional atau mangkrak.
"Sawit inikan tingkat penyerapan airnya tinggi, dan lahan itu menjadi tidak subur lagi. Kami tetap perhatikan kondisi di lapangan. Walau lahan tersebut dipakai untuk sawit, setelah itu ditebang. Ternyata untuk kembali subur tidak lama, hanya 12 tahun lahan itu bisa subur kembali," jelas Shaleh.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto pernah mengatakan, pihaknya berencana menghidupkan kembali potensi 20.000 hektare lahan budidaya udang di Aceh Tamiang yang dewasa ini mayoritas terbengkalai.
Ia memaparkan, pengembangan budidaya udang di daerah yang berbatasan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara tersebut akan lebih difokuskan pada jenis udang vaname.
"Tambak udang ada, tapi hampir semua mangkrak, tidak dikelola dengan baik. Ini kan potensi yang luar biasa bagusnya," kata Slamet.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019