Kondisi Aceh saat ini yang tertinggal salah satunya disebabkan meninggalkan warisan intelektual Aceh masa silam. Dengan melupakan warisan para ulama terdahulu, maka generasi Aceh saat ini gagal meraih doa dan keberkahan dari mereka.

Selain itu, juga gagal menerjemahkan pesan-pesan mereka yang berasal dari kitab Arab-Melayu ke dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan pribadi maupun dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibatnya kehilangan arah yang dituju.

Hal itu disampaikan Akademisi UIN Ar-Raniry, Dr Tgk Teuku Zulkhairi, MA saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Lambada Kupi, Gampong Pineung, Banda Aceh, Selasa (28/1) malam.

"Sangat besar kemungkinan keadaan Aceh hari ini tertinggal disebabkan meninggalkan warisan intelektual Aceh masa silam," ujar Tgk Zulkhairi, menjawab jamaah pengajian KWPSI yang menanyakan apakah karena saat ini orang-orang Aceh meninggalkan warisan intelektual ulama masa silam, sehingga Aceh sulit bangkit dan berjaya.

Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry ini menambahkan kitab-kitab Arab-Melayu merupakan warisan peradaban Islam masa lalu yang sangat bernilai. Sebab, disamping ditinjau dari aspek sejarah dimana kitab-kitab ini berperan penting dalam penyebaran Islam di masa lalu, di sisi lain juga memiliki muatan yang dapat menjawab tantangan zaman.

"Dari segi muatan, isi kitab-kitab Arab-Melayu yang tersebar di dunia Melayu cukup mewakili kesempurnaan ajaran Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan, utamanya aqidah, ibadah dan akhlak tasawuf," terang Zulkhairi.

Menurutnya, kitab-kitab Arab-Melayu yang mulai diperkenalkan di era Samudera Pasai memainkan peran sentral dalam mengantarkan kejayaan peradaban Islam di Aceh dan dunia Melayu masa silam. Kitab Arab-Melayu yang ditulis dengan berbagai judul ini menjadi media transfer ilmu pengetahuan Islam bagi masyarakat di semua levelnya.

"Penulisan kitab Arab-Melayu untuk dipergunakan sebagai sumber pengetahuan oleh masyarakat menunjukkan kecerdasan para ulama masa silam menjalankan strategi dakwah. Dengan kitab Arab-Melayu, masyarakat di semua level menjadi mudah mempelajari Islam sehingga cahaya Islam terpancar dari istana raja hingga ke rakyatnya," tambah Zulkhairi yang juga Mudir Ma'had Aly Babussalam Matangkuli Aceh Utara.

Namun sayangnya, kata Zulkhairi, kitab-kitab Melayu saat ini tidak dianggap penting keberadaannya. Hanya di sebagian masyarakat pedesaan masih dipelajari.

Hal ini, terang Zulkhairi, karena secara umum perhatian terhadap kitab Arab-Melayu sangat kurang, baik pemerintah maupun masyarakat umum yang menyebabkan generasi sekarang terputus dengan tradisi intelektual dan referensi Islam masyarakat Aceh dan Melayu masa silam.

Dalam pengajian ini, Tgk Zulkhairi membaca kitab Sirussalikin karangan Syeikh Abdul Samad Al Falimbani bab pengantar dan pasal keutamaan ilmu.

Ia mengatakan, di antara keunggulan kitab ini karena menggabungkan ketiga pembahasan utama dalam Islam, yakni aqidah, ibadah dan akhlak-tasawuf yang dengan demikian tersirat pesan bahwa seorang muslim harus mengintegrasikan ketiganya dalam kehidupan di dunia.  

Membedah kitab ini, Zulkhairi yang menulis disertasi tentang kitab Arab-Melayu ini juga menyebut kerendahan hati Syeikh Abdul Samad serta misinya menulis kitab tersebut yang merupakan terjemahan kitab Ihya Ulumuddin.

Dalam sesi tanya jawab, jamaah pengajian KWPSI menyampaikan masukan agar di Aceh dibuat satu pustaka khusus yang menghimpun seluruh kitab-kitab Arab-Melayu karangan ulama Aceh dan nusantara.

Pewarta: Humas KWPSI

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020