Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh meminta Pemerintah Aceh untuk terus memperketat pengawasan terhadap mobilitas orang yang masuk ke wilayah Aceh, seiring penerapan tatanan hidup baru atau new normal akibat pandemi COVID-19.

Ketua IDI Aceh dr Safrizal Rahman, Jumat, mengatakan pemerintah agar tidak lengah, dan tetap melakukan pemeriksaan dan pengawasan COVID-19 terhadap orang yang masuk ke Aceh, jika dapat yang kasus positif maka segera dilacak aktivitasnya.

"Kita silahkan bergerak dengan tatanan hidup baru, tapi pemeriksaan dan pengawasan tetap jangan kendor. Apabila dapat (positif COVID-19), tracing, dan pasien sakit kita isolasi," katanya, di Banda Aceh.

Seperti diketahui, permintaan surat keterangan bebas COVID-19 di sejumlah rumah sakit di Aceh terus meningkat. Bahkan RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh saja mengeluarkan surat tersebut mencapai angka untuk 80 orang per hari, sebagai salah satu persyaratan apabila bepergian ke luar daerah.

Oleh karena itu, menurut Safrizal pemerintah memang ingin menerapkan tatanan normal baru, maka dengan begitu secara otomatis pergerakan masyarakat akan terus terjadi. 

"Diikuti juga dengan pengendoran penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah, sehingga aktivitas perekonomian berdenyut lagi, salah satunya ditandai hilirnya manusia dari satu tempat ke tempat lain," katanya.

Lebih lanjut, kata dia, salah satu persyaratan warga untuk keluar ke daerah yaitu harus mengantongi surat keterangan bukti pemeriksaan COVID-19. Namun, surat itu juga tidak menjamin seseorang terbebas dari COVID-19, sehingga juga akan timbul kekhawatiran apabila masyarakat banyak keluar daerah.

"Tetap saja akan beresiko ketika dia pergi dan ketika dia pulang, tidak ada jaminan kalau dia sudah melakukan rapid test. Walaupun katakanlah surat itu berlaku tiga hari, maka selama tiga hari dia itu tidak ada jaminan dia tidak terkena COVID-19," katanya.

Meskipun Aceh belum terbukti sebagai daerah transmisi lokal, tetapi 22 kasus positif di Tanah Rencong merupakan impor dari warga yang pulang dari daerah terjangkit pandemi COVID-19, sehingga mobilitas warga keluar daerah itu sangat beresiko.

"Karena kalau kasus impor makin banyak, susah kita mengatakan suatu ketika kita tidak punya transmisi lokal (COVID-19). Transmisi lokal kan selalu diawali dengan kasus impor ya," katanya.

Pewarta: Khalis Surry

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020