Pakar Ekonomi Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Dr Hafas Furqani menyatakan proses konversi bank konvensional ke syariah di Aceh mendapat dukungan dari berbagai kalangan, sebagai upaya mendukung penerapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

"Qanun inilah yang menjadi dasar penutupan bank konvensional. Karena dasar hukumnya kuat maka OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak melarang. Malah mereka justru membantu dan memudahkan," kata Hafas di Banda Aceh, Jumat.

Hal itu disampaikan Nafas saat mengisi pengajian yang diselenggarakan Majelis Pengajian Tasawuf Tauhid dan Fiqih (Tastafi) Banda Aceh yang bekerjasama dengan aliansi Ormas Islam.

Tidak hanya Nafas, dalam pengajian bertema “Setelah Bank Konvensional Kita Singkirkan, Apakah Bank Syariah Siap Menjawab Tantangan?" itu juga ada dua pemateri lain yakni Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Safaruddin dan  perwakilan ulama dayah Abu Yazid Al Yusufi serta moderator Teuku Zulkhairi.

Ia menyebutkan bahwa dengan adanya 
Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang LKS tersebut meniscayakan seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di daerah Tanah Rencong harus menganut prinsip syariah.

Menurut Hafas, Qanun LKS sama sekali tidak mengalami penolakan dari pusat. Padahal ketika melakukan konversi, setiap bank itu membutuhkan biaya yang besar, namun para bank konvensional rela berkorban sebagai wujud kepatuhan atas qanun tersebut.

“Jika yang menjadi masalah adalah fasilitas dan pelayanan maka itu semua akan teratasi dengan sendirinya seiring berjalan waktu," katanya.

Apalagi ke depan ada rencana menggabungkan beberapa bank, yang akan menjadi bank besar yang luar biasa. Namun demikian berbagai masalah tentu akan banyak muncul, namun ini tentu akan dijawab oleh pihak bank yang telah mengkonversi, ujarnya lagi.

Sementara itu, Safaruddin dalam materinya menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada masalah dengan Qanun LKS, karena qanun merupakan bagian dari keistimewaan Aceh. 

Hanya saja, menurut Safaruddin, saat ini banyak terdapat masyarakat di lapangan  yang mengeluh terkait dengan konversi bank konvensional ke syariah. 

“Sebagai contoh, kalau bank konvensional di Aceh ditutup, jika ATM rusak, maka harus ke Medan untuk mengganti. Dan ini membutuhkan banyak biaya," katanya.

Selain itu, dia juga menyebutkan bahwa perlunya keadilan bagi pihak non muslim sehingga untuk tetap tersedia pilihan bank konvensional.

“Pada pasal 6 ayat 2 disebutkan, bahwa warga non muslim dapat menundukkan dirinya pada qanun ini. Kata "dapat" ini maknanya adalah opsional. Artinya, boleh ia boleh tidak. Tapi persoalan adalah ketika tidak ada bank konvensional di Aceh. Jadi ini bertentangan dengan prinsip keadilan," ujarnya.

Menurut Abu Yazid Al Yusufi, dalam memenuhi pelayanan bagi umat non muslim itu, pihaknya bahkan mengusulkan agar dapat dibuatkan unit khusus bank konvensional bagi non muslim di Aceh, agar pelayan dapat berjalan dengan baik.

Meskipun belum syariah sepenuhnya, kehadiran bank syariah yang dikonversikan dari bank konvensional patut disyukuri dan diapresiasi, karena untuk mensyariahkan bank butuh usaha besar, katanya.

Pewarta: Khalis Surry

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020