Aroma khas dari mesin roasting kopi merebak dari sisi barat bangunan berkonstruksi kayu yang menjadi icon menyeduh kopi asal dataran Tinggi Gayo yang diusung M Nur.

Rumoh adat Aceh adalah konsep dan nuansa yang khas yang ditawarkan bagi penikmat kopi yang datang dari berbagai penjuru termasuk dari luar negeri di Rumoh Aceh Kupi Luwak

Di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung di Tanah Rencong, pria asal Bireuen tersebut, tetap konsisten untuk mempertahankan usahanya agar terus eksis ditengah bencana tersebut.

“Di awal-awal termasuk saat adanya karantina wilayah dan jam malam, pendapatan kami turun drastis dan ditambah lagi tamu luar negeri tidak bisa datang lagi karena COVID-19,” kata M Nur di Banda Aceh, Senin.

Menurut dia, pendapatan yang diperoleh tentu turun drastis, namun demikian dirinya tetap bertekad untuk terus berusaha dan mempertahankan para pekerjanya, walau di tengah kondisi yang serba sulit. Termasuk saat itu ada kebijakan untuk makanan pesan bawa pulang dalam upaya memotong mata rantai COVID-19. Pola tersebut juga dijalankan para pelaku usaha termasuk warung kopi yang ada di Banda Aceh.

Pihaknya juga sangat konsisten untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, dalam upaya memotong mata rantai COVID-19.

Ia menjelaskan Rumoh Aceh Kupi Luwak yang beroperasi sejak 2010 ini, memiliki pelangan beragam kalangan baik dari dalam dan luar negeri.
     
Selain menyediakan minuman serba kopi, pelanggan juga dapat membeli langsung bubuk kopi yang sudah dikemas berbagai ukuran untuk menjadi buah tangan dari provinsi ujung paling barat Indonesia itu.
     
Ada pun harga yang ditawarkan kepada konsumen yakni dari Rp75 ribu isi 250 gram untuk arabica red cherry, luwak liar arabica isi 10 gram drip Rp88 ribu, arabica old coffee isi 250 gram Rp250 ribu dan luwak liar arabica isi 100 gram Rp420 ribu.

Rumoh Aceh kopi luwak milik M Nur tersebut tidak hanya menyungguhkan kopi arabica yang memiliki cita rasa khas kepada pelanggan setia penikmat kopi sejati. Di sana para penikmat juga dapat melihat langsung proses roasting kopi arabica yang disajikan kepada pelanggan setia.
Dokumentasi - Produk kopi arabica gayo menjalani proses pemilihan biji terbaik sebagai kualitas ekspor di Koperasi Baburrayan, Kabupaten Aceh Tengah. (ANTARA/Kurnia Muhadi)
     
M Nur kini terus berusaha untuk terus bangkit di tengah pandemi COVID-19.

Hal senada juga dirasakan para pelaku usaha lainnya, termasuk para pedagang suvenir yang mengandalkan tamu yang datang ke Banda Aceh khususnya.

Direktur Asosiasi Saudagar Industri Aceh (Asia), Teuku Dharul Bawadi mengatakan COVID-19 juga berdampak besar pada usaha dan penjualan kopi serta produk lainnya.

“Saat ini penjualan sedang turun karena tamu yang datang juga terbatas. Kita saat ini juga sedang galakkan promosi dengan cara beli dua gratis satu,” katanya.

Mereka juga terus bertahan untuk tetap eksis untuk memasarkan produk kerajinan peranin provinsi ujung paling barat Indonesia itu meski di tengah COVID-19.

Sebelumnya Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Aceh Armia menjelaskan bahwa pandemi global COVID-19 sangat berdampak pada perdagangan kopi dunia, termasuk anjloknya harga jual kopi Gayo.

"Penurunan harga ini tidak hanya kopi Gayo saja, tapi kopi dunia," kata Armia di Takengon beberapa waktu lalu

Menurut dia 85 persen masyarakat Gayo menggantungkan perekonomiannya pada sektor kopi, maka kondisi sekarang ini memang dirasakan sangat berat bagi masyarakat di daerah itu.

"Berbeda dengan daerah penghasil kopi arabica lainnya di Indonesia, seperti Sintong, Temanggung, dan lainnya. Ekonomi masyarakatnya tidak terlalu berpengaruh, karena kopi bukan penghasilan utama bagi mereka," kata Armia.

Menurutnya negara-negara pengimpor kopi Gayo selama ini memang sedang terpuruk akibat pandemi COVID-19, di mana banyak cafe-cafe di negara tujuan kopi Gayo yang tutup, roaster juga tutup dan ada negara buyer yang terkena resesi.

"Jadi negara-negara buyer seperti Amerika, Eropa Barat, Australia, saat ini memang masih menyetop pembelian. Jika pun ada permintaan jumlahnya sedikit," kata Armia.

Stimulus

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Pemerintah mengeluarkan berbagai insentif untuk mendorong konsumsi masyarakat sehingga konsumsi pemerintah harus turut meningkat karena pada kuartal II terkontraksi 6,9 persen.

Konsumsi pemerintah pada kuartal III ditargetkan tumbuh positif mencapai kisaran 9,8 persen sampai 17 persen melalui adanya akselerasi belanja.

Akselerasi belanja salah satunya dilakukan dengan perluasan stimulus III sebagai pelengkap stimulus III yang telah dikeluarkan pada Maret sebesar Rp405,1 triliun untuk kesehatan masyarakat dan perlindungan sosial.

Stimulus III memakan anggaran hingga Rp695,2 triliun atau setara 4,2 persen dari PDB yang difokuskan untuk enam bidang yaitu kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, dan UMKM Rp123,46 triliun.

Kemudian untuk pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 triliun dan insentif dunia usaha Rp120,61 triliun.

Realisasi program PEN tersebut hingga 14 Oktober 2020 telah mencapai 49,5 persen atau Rp344,11 triliun yang meliputi bidang kesehatan Rp27,59 triliun, dan perlindungan sosial Rp167,08 triliun.
 
Arsip Foto - Warga menjemur biji kopi arabica Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. (ANTARA/Khalis)

Selanjutnya insentif untuk sektoral K/L dan pemda terealisasi Rp28 triliun, dunia usaha Rp29,68 triliun dan dukungan untuk UMKM sebesar Rp91,77 triliun.

Untuk terus memaksimalkan penyerapan manfaat dari anggaran PEN, pemerintah turut mempercepat belanja dari enam bidang tersebut mulai Oktober 2020.

Percepatan belanja dilakukan dengan mengubah pola penyaluran misalnya untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan dari tiga bulan sekali menjadi sekali dalam sebulan.

Tak hanya itu, program yang selama ini lambat penyerapannya juga akan direalokasikan untuk belanja di kelompok yang paling cepat terserap seperti perlindungan sosial dan UMKM.

Tambahan belanja dalam program perlindungan sosial di antaranya diarahkan untuk subsidi gaji yang telah terealisasi Rp13,98 triliun untuk 11,65 juta peserta dari target 15,7 juta orang

Hal itu dapat dilakukan karena anggaran PEN untuk perlindungan sosial meningkat dari Rp203,9 triliun menjadi Rp242,01 triliun karena adanya realokasi tersebut.

Realokasi turut dilakukan pada dukungan UMKM menjadi Rp128,05 triliun yang diarahkan untuk Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) dengan realisasi Rp14 triliun kepada 5,9 juta pengusaha mikro dari target Rp22 triliun.

Realokasi untuk perlindungan sosial dan UMKM dilakukan dari anggaran kesehatan Rp3,53 triliun, sektoral kementerian/lembaga dan pemda Rp34,57 triliun, dan program pembiayaan korporasi Rp4,55 triliun.

Insentif pajak

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Aceh mengajak para pelaku UMKM di provinsi setempat untuk memanfaatkan program pemberian insentif pajak yang diberikan di tengah pandemi oleh Pemerintah.

“Kami minta para pelaku usaha yakni UMKM dapat melaporkan berapa jumlah pajak yang harus dibayar guna mendapatkan keringanan pajak yang dibayar oleh Pemerintah,” kata Kakanwil DJP Aceh, Tarmizi di Banda Aceh.

Ia menjelaskan program tersebut bertujuan membantu kelangsungan usaha UMKM di tengah pandemi COVID-19. 

Ia mengatakan intensif pajak yang diberikan kepada UMKM tersebut merupakan salah satu dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang diluncurkan Pemerintah Pusat di tengah pandemi COVID-19.

“Kenapa pelaku UMKM perlu mengikuti program ini karena pajak yang seharusnya dibayar wajib pajak ditanggung oleh pemerintah dan bagi yang tidak mengambil program ini maka nantinya pajak yang harus dibayar akan tetap ditagih kepada wajib pajak,” katanya.

Ia menyebutkan sampai 31 Agustus 2020 wajib pajak UMKM (PP 23) yang telah mengajukan permohonan insentif sebanyak 442 wajib pajak dengan nilai Rp532 juta.

Pihaknya juga mengimbau kepada pelaku UMKM dapat segera mendaftar untuk bisa mengikuti program tersebut. 

Semoga pandemi segera berakhir dan ekonomi dapat normal
Kembali

Pewarta: Muhammad Ifdhal

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020