Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat menuntut Mastur, terdakwa kasus korupsi Dana Desa/Alokasi Dana Desa (DD/ADD) Kuripan tahun 2015-2016 selama 5,5 tahun penjara.
Muthmainah Hasanah yang mewakili tim JPU ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis, menyampaikan tuntutannya sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Dengan ini meyakini bahwa terdakwa telah terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengelolaan DD/ADD tahun 2015-2016 hingga menimbulkan kerugian negara yang cukup besar," kata Muthmainah.
Modus terdakwa melakukan tindak pidana korupsi itu terjadi ketika menjabat sebagai Kepala Desa Kuripan. Jaksa melihat ada upaya manipulasi data dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Selain tuntutan pidana penjara, jaksa juga meminta majelis hakim untuk membebankan pidana denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Terdakwa juga dituntut untuk membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp338,93 juta dari jumlah yang muncul senilai Rp677,87 juta. Nilai tersebut hasil pengurangan kerugian negara yang sebagian telah dibebankan kepada sekretaris tim pelaksana kegiatan, Johari Maknun.
Jika terdakwa tidak dapat membayar hingga batas waktu yang telah ditentukan, maka wajib hukumnya mengganti dengan harta kekayaannya.
"Namun apabila harta kekayaannya belum cukup menggantinya, maka terdakwa harus menggantinya dengan kurungan badan selama satu tahun dan enam bulan penjara," ujarnya.
Dalam uraian tuntutannya, Johari Maknun diduga terlibat bersama Mastur mengambil keuntungan pribadi dari pengelolaan DD/ADD tahun 2015-2016 tersebut.
Jaksa menyebutkan bahwa Johari dan Mastur membuat duplikat stempel untuk merampungkan laporan pertanggungjawabannya.
"Jadi pengeluarannya ini dibuat seolah-olah sesuai dengan RAB," kata jaksa yang akrab disapa Iin ini.
Dalam item laporan pertanggungjawabannya, jaksa meyakini Mastur terbukti korupsi dalam pengerjaan proyek fisik desa yang antara lain berkaitan dengan pembangunan rabat, talud, jembatan, dan bronjong. Dari proyek fisik ini juga ditemukan kekurangan volume pekerjaan.
Kemudian ada juga yang berkaitan dengan proyek pengadaan gawang futsal, alat penggilangan bakso, motor roda tiga untuk ambulan desa, bak sampah, perangkat komputer, dan pengadaan alat pemotong rumput. Pengadaan barang itu dinilai tidak sesuai dengan yang dilaporkan.
Bahkan ada juga pinjaman uang dari kas desa yang totalnya mencapai Rp48,54 juta. Mastur yang saat itu sebagai penentu kebijakan di desa, berstatus sebagai peminjam dan hanya mengembalikan Rp10 juta.
Iin menyebutkan, sebagian uang ada yang telah digunakan untuk kepentingan pribadi, dan juga untuk uang THR bagi pejabat BPD, TPK, dan perangkat desa.
Karena itu, tuntutan untuk terdakwa dinyatakan oleh jaksa sesuai dengan dakwaan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan Pasal 64 KUHP.
Pertimbangan tuntutan juga dilihat jaksa dari upaya itikad baik terdakwa dalam pemulihan kerugian negara. Hingga saat ini, nilai kerugian negara yang muncul dikatakan Iin belum juga diganti.
Sementara Penasihat hukum Mastur, Izrail mengaku kaget dengan tuntutan jaksa tersebut. menurutnya tuntutan itu terlalu berlebihan. Namun demikian pihaknya akan tetap profesional, upaya pembelaan akan disampaikan pada sidang berikutnya.
"Kita akan upayakan melalui nota pembelaan. Kita akan sampaikan di sidang selanjutnya," kata Izrail.
Desa Kuripan mengelola DD/ADD dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp869,78 juta pada tahun 2015. Kemudian sebesar Rp1,3 miliar pada tahun 2016.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020
Muthmainah Hasanah yang mewakili tim JPU ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Kamis, menyampaikan tuntutannya sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan.
"Dengan ini meyakini bahwa terdakwa telah terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengelolaan DD/ADD tahun 2015-2016 hingga menimbulkan kerugian negara yang cukup besar," kata Muthmainah.
Modus terdakwa melakukan tindak pidana korupsi itu terjadi ketika menjabat sebagai Kepala Desa Kuripan. Jaksa melihat ada upaya manipulasi data dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Selain tuntutan pidana penjara, jaksa juga meminta majelis hakim untuk membebankan pidana denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
Terdakwa juga dituntut untuk membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp338,93 juta dari jumlah yang muncul senilai Rp677,87 juta. Nilai tersebut hasil pengurangan kerugian negara yang sebagian telah dibebankan kepada sekretaris tim pelaksana kegiatan, Johari Maknun.
Jika terdakwa tidak dapat membayar hingga batas waktu yang telah ditentukan, maka wajib hukumnya mengganti dengan harta kekayaannya.
"Namun apabila harta kekayaannya belum cukup menggantinya, maka terdakwa harus menggantinya dengan kurungan badan selama satu tahun dan enam bulan penjara," ujarnya.
Dalam uraian tuntutannya, Johari Maknun diduga terlibat bersama Mastur mengambil keuntungan pribadi dari pengelolaan DD/ADD tahun 2015-2016 tersebut.
Jaksa menyebutkan bahwa Johari dan Mastur membuat duplikat stempel untuk merampungkan laporan pertanggungjawabannya.
"Jadi pengeluarannya ini dibuat seolah-olah sesuai dengan RAB," kata jaksa yang akrab disapa Iin ini.
Dalam item laporan pertanggungjawabannya, jaksa meyakini Mastur terbukti korupsi dalam pengerjaan proyek fisik desa yang antara lain berkaitan dengan pembangunan rabat, talud, jembatan, dan bronjong. Dari proyek fisik ini juga ditemukan kekurangan volume pekerjaan.
Kemudian ada juga yang berkaitan dengan proyek pengadaan gawang futsal, alat penggilangan bakso, motor roda tiga untuk ambulan desa, bak sampah, perangkat komputer, dan pengadaan alat pemotong rumput. Pengadaan barang itu dinilai tidak sesuai dengan yang dilaporkan.
Bahkan ada juga pinjaman uang dari kas desa yang totalnya mencapai Rp48,54 juta. Mastur yang saat itu sebagai penentu kebijakan di desa, berstatus sebagai peminjam dan hanya mengembalikan Rp10 juta.
Iin menyebutkan, sebagian uang ada yang telah digunakan untuk kepentingan pribadi, dan juga untuk uang THR bagi pejabat BPD, TPK, dan perangkat desa.
Karena itu, tuntutan untuk terdakwa dinyatakan oleh jaksa sesuai dengan dakwaan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan Pasal 64 KUHP.
Pertimbangan tuntutan juga dilihat jaksa dari upaya itikad baik terdakwa dalam pemulihan kerugian negara. Hingga saat ini, nilai kerugian negara yang muncul dikatakan Iin belum juga diganti.
Sementara Penasihat hukum Mastur, Izrail mengaku kaget dengan tuntutan jaksa tersebut. menurutnya tuntutan itu terlalu berlebihan. Namun demikian pihaknya akan tetap profesional, upaya pembelaan akan disampaikan pada sidang berikutnya.
"Kita akan upayakan melalui nota pembelaan. Kita akan sampaikan di sidang selanjutnya," kata Izrail.
Desa Kuripan mengelola DD/ADD dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah (BHPRD) sebesar Rp869,78 juta pada tahun 2015. Kemudian sebesar Rp1,3 miliar pada tahun 2016.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020