Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh (DKP) Aceh mengusulkan pembentukan tim Rencana Aksi Pengawasan Laut (RAFA) untuk mengawasi aktivitas destruktif fishing atau penangkapan ikan dengan cara perusakan di wilayah perairan Tanah Rencong.
"SK (surat keputusan) rencana aksi ini sudah kita usulkan kepada Gubernur Aceh, kita akan terus mengawasi aktifitas destruktif fishing," kata Kabid Pengawasan Kelautan dan Perikanan DKP Aceh Nizarli, di Banda Aceh, Selasa.
Nizarli mengatakan, dalam rencana pengawasan destruktif fishing ini juga melibatkan para pihak seperti polisi air dan udara (Polairud), Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) serta lembaga swadaya yang konsen terhadap isu lingkungan seperti World Wildlife Fund (WWF) dan Flora Fauna Indonesia (FFI).
"Pengawasan harus dilakukan secara bersama-sama, karena untuk mengawasi laut ini tidak mungkin kita berjalan sendiri-sendiri, apalagi zona yang harus kita awasi," ujarnya.
Nizarli menyampaikan, rencana aksi tersebut memiliki target penurunan kerusakan ekosistem laut sampai 70 persen dalam jangka waktu lima tahun.
Kata Nizarli, langkah itu perlu dilakukan mengingat sudah hampir 60 persen tingkat kerusakan laut akibat dari pelanggaran penangkapan ikan seperti menggunakan racun, kompresor hingga pukat harimau.
"Dalam lima tahun ini kita targetkan turun, tingkat kerusakannya harus turun 75 persen dari kondisi riil," katanya.
Nizarli menyampaikan, sampai hari ini sumber daya laut Indonesia hanya tinggal 20 sampai 30 persen lagi, penyebabnya karena terjadinya kerusakan terumbu karang yang membuat ikan sulit untuk berkembang biak.
Maka dari itu, lanjut Nizarli, pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi laut dan pemanfaatan yang memang wilayahnya harus dilindungi, karena jika tidak akan berdampal ke yang lainnya.
"Ini yang dijaga supaya sumber daya laut tidak turun lagi, terumbu karang itu harus dipelihara. Karena hal itu dilarang menangkap ikan dengan pukat harimau," ujar Nizarli.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"SK (surat keputusan) rencana aksi ini sudah kita usulkan kepada Gubernur Aceh, kita akan terus mengawasi aktifitas destruktif fishing," kata Kabid Pengawasan Kelautan dan Perikanan DKP Aceh Nizarli, di Banda Aceh, Selasa.
Nizarli mengatakan, dalam rencana pengawasan destruktif fishing ini juga melibatkan para pihak seperti polisi air dan udara (Polairud), Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) serta lembaga swadaya yang konsen terhadap isu lingkungan seperti World Wildlife Fund (WWF) dan Flora Fauna Indonesia (FFI).
"Pengawasan harus dilakukan secara bersama-sama, karena untuk mengawasi laut ini tidak mungkin kita berjalan sendiri-sendiri, apalagi zona yang harus kita awasi," ujarnya.
Nizarli menyampaikan, rencana aksi tersebut memiliki target penurunan kerusakan ekosistem laut sampai 70 persen dalam jangka waktu lima tahun.
Kata Nizarli, langkah itu perlu dilakukan mengingat sudah hampir 60 persen tingkat kerusakan laut akibat dari pelanggaran penangkapan ikan seperti menggunakan racun, kompresor hingga pukat harimau.
"Dalam lima tahun ini kita targetkan turun, tingkat kerusakannya harus turun 75 persen dari kondisi riil," katanya.
Nizarli menyampaikan, sampai hari ini sumber daya laut Indonesia hanya tinggal 20 sampai 30 persen lagi, penyebabnya karena terjadinya kerusakan terumbu karang yang membuat ikan sulit untuk berkembang biak.
Maka dari itu, lanjut Nizarli, pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi laut dan pemanfaatan yang memang wilayahnya harus dilindungi, karena jika tidak akan berdampal ke yang lainnya.
"Ini yang dijaga supaya sumber daya laut tidak turun lagi, terumbu karang itu harus dipelihara. Karena hal itu dilarang menangkap ikan dengan pukat harimau," ujar Nizarli.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021