Realestat Indonesia (REI) Aceh membutuhkan dukungan pemerintah provinsi untuk membangun prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) dalam upaya pengembangan sektor perumahan di wilayah paling barat Indonesia itu.
“Dukungan yang kita butuhkan adanya kebijakan yang menyediakan sarana PSU yang dibangun hampir seluruh kabupaten/kota di Aceh guna membantu para pengembang perumahan,” kata Ketua DPD REI Aceh Muhammad Nofal di Banda Aceh, Rabu.
Ia menjelaskan akhir-akhir ini sektor usaha perumahan terus tumbuh di daerah Tanah Rencong.
Kata dia 70 persen anggota REI Aceh ikut bekerja membangun perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang merupakan program pemerintah pusat.
Namun, selama ini dalam proses pembangunan rumah MBR itu para pengembang terkendala karena di daerah-daerah belum ada kebijakan pemerintah setempat untuk membangun PSU seperti jalan, lampu jalan dan lainnya.
“Padahal dukungan pemerintah daerah untuk membantu pembangunan PSU untuk perumahan MBL ini sangat dibutuhkan,” katanya.
Nofal mengatakan beberapa provinsi lain di Indonesia telah menetapkan kebijakan tersebut, di antaranya seperti Riau, Jambi, dan Surabaya.
Menurut dia pemerintah provinsi lain cukup antusias menyambut pembangunan rumah MBR itu di daerah-daerah, karena mereka menyadari pemerintah daerah tidak sanggup menyediakan rumah murah bagi warganya.
“Sehingga dengan adanya rumah MBR, program pemerintah pusat ini, maka pemerintah daerah menjadikan ini pilot project untuk membangun PSU. Kita di Aceh masih kurang dukungan seperti itu,” katanya.
Kalau soal IMB (izin mendirikan bangunan) selama ini tidak ada masalah, katanya lagi.
Di samping itu, Nofal menambahkan, beberapa kendala lain yang dialami pengembang sektor usaha perumahan seperti harga tanah yang semakin mahal, masyarakat yang tidak ingin jarak rumah terlalu jauh dengan pusat kota serta harga material mahal karena masih ketergantungan dari Medan, Sumatera Utara.
“Karena kalau di Aceh ini kita bangun rumah sedikit jauh dari pusat kota maka tidak akan laku,” katanya.
Material kita juga mahal dibandingkan dengan Medan atau Pulau Jawa karena kita enggak ada pabrik. Apalagi sekarang harga besi, seng dan lainnya sedang naik, ujarnya lagi.
Selama beberapa tahun terakhir, kata Nofal, REI Aceh telah membangun sekitar 4.000 unit rumah MBR pada 2017, kemudian 3.800 unit pada 2018, sebanyak 3.500 unit pada 2019, menurun menjadi 2.000 unit pada 2020 karena dampak pandemi COVID-19.
“Sedangkan untuk 2021 targetnya 1.500 unit. Dan realisasinya hingga saat ini hampir 1.000 unit, itu masih dalam tahap pembangunan, ada juga sebagian sudah siap, ada juga yang sedang proses KPR (kredit pemilikan rumah),” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
“Dukungan yang kita butuhkan adanya kebijakan yang menyediakan sarana PSU yang dibangun hampir seluruh kabupaten/kota di Aceh guna membantu para pengembang perumahan,” kata Ketua DPD REI Aceh Muhammad Nofal di Banda Aceh, Rabu.
Ia menjelaskan akhir-akhir ini sektor usaha perumahan terus tumbuh di daerah Tanah Rencong.
Kata dia 70 persen anggota REI Aceh ikut bekerja membangun perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang merupakan program pemerintah pusat.
Namun, selama ini dalam proses pembangunan rumah MBR itu para pengembang terkendala karena di daerah-daerah belum ada kebijakan pemerintah setempat untuk membangun PSU seperti jalan, lampu jalan dan lainnya.
“Padahal dukungan pemerintah daerah untuk membantu pembangunan PSU untuk perumahan MBL ini sangat dibutuhkan,” katanya.
Nofal mengatakan beberapa provinsi lain di Indonesia telah menetapkan kebijakan tersebut, di antaranya seperti Riau, Jambi, dan Surabaya.
Menurut dia pemerintah provinsi lain cukup antusias menyambut pembangunan rumah MBR itu di daerah-daerah, karena mereka menyadari pemerintah daerah tidak sanggup menyediakan rumah murah bagi warganya.
“Sehingga dengan adanya rumah MBR, program pemerintah pusat ini, maka pemerintah daerah menjadikan ini pilot project untuk membangun PSU. Kita di Aceh masih kurang dukungan seperti itu,” katanya.
Kalau soal IMB (izin mendirikan bangunan) selama ini tidak ada masalah, katanya lagi.
Di samping itu, Nofal menambahkan, beberapa kendala lain yang dialami pengembang sektor usaha perumahan seperti harga tanah yang semakin mahal, masyarakat yang tidak ingin jarak rumah terlalu jauh dengan pusat kota serta harga material mahal karena masih ketergantungan dari Medan, Sumatera Utara.
“Karena kalau di Aceh ini kita bangun rumah sedikit jauh dari pusat kota maka tidak akan laku,” katanya.
Material kita juga mahal dibandingkan dengan Medan atau Pulau Jawa karena kita enggak ada pabrik. Apalagi sekarang harga besi, seng dan lainnya sedang naik, ujarnya lagi.
Selama beberapa tahun terakhir, kata Nofal, REI Aceh telah membangun sekitar 4.000 unit rumah MBR pada 2017, kemudian 3.800 unit pada 2018, sebanyak 3.500 unit pada 2019, menurun menjadi 2.000 unit pada 2020 karena dampak pandemi COVID-19.
“Sedangkan untuk 2021 targetnya 1.500 unit. Dan realisasinya hingga saat ini hampir 1.000 unit, itu masih dalam tahap pembangunan, ada juga sebagian sudah siap, ada juga yang sedang proses KPR (kredit pemilikan rumah),” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021