Sosok inspiratif pantas disematkan pada Munzir Hidayat (24), petani milenial asal Kota Subulussalam, Aceh, setelah sukses mendulang rupiah dari perkebunan tanaman buah dalam pot atau tabulampot.

Munzir Hidayat merupakan jebolan jurusan Agro Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) tahun 2018. Dia mantap memilih berwiraswasta dengan menanam jambu madu, memanfaatkan perkarangan rumah orang tua yang tidak terlalu luas.

Bukan minim prestasi, anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Rujito (56) dan Atik Fulayatun (50) ini pernah ditawari menjadi dosen di almamaternya. 

Bahkan sempat ditawari posisi asisten manajer sebuah perusahaan perkebunan di Kalimantan, tapi Ia tolak karena ingin mewujudkan bakti sekaligus menjaga kedua orang tua di kampung.

"Saya pernah magang di Kabupaten Langkat, yang secara khusus menanam jambu madu. Dari situ muncul ide, di saat orang lain malas untuk melakukan itu bisa dijadikan peluang," kata Munzir Hidayat di Subulussalam, Senin.

Pilihannya menanam jambu madu bukan tanpa alasan. Sebab, selama magang, ia sudah memahami karakteristik dan prospek yang dijanjikan dari penanaman jambu madu tersebut. Waktu yang tidak lama untuk dapat memanen hasil, juga menjadi salah satu pertimbangannya.

Keinginan berwiraswasta diwujudkannya dengan mendatangi kembali tempat magang. Tujuannya, untuk membeli bibit jambu madu hasil stek sebanyak 300 batang. Saat itu akhir 2018, tidak lama berselang setelah Ia menyelesaikan studi strata satunya.

Modal awal dikeluarkan Munzir sekitar Rp5 juta. Keterbatasan modal membuat Munzir membeli bibit berukuran 30-40 centimeter dengan harga Rp12 ribu per batang. Setelah beberapa kebutuhan dasar dirasa cukup, ia membawa pulang bibit jambu madu ke Subulussalam untuk mulai ditanami.

Penanaman jambu madu dilakukan Munzir melalui media pot atau lebih dikenal dengan istilah tanaman buah dalam pot atau tabulampot. Metode ini dipilih karena dinilai lebih efisien dan fleksibel. 

Selain itu, perawatan lebih mudah seperti pengendalian hama dan kontrol buah. Kemudian saat panen tiba, buah tinggal dipetik tanpa harus memanjat.

Kekurangan lahan menyebabkan Munzir harus menjual sebagian bibit yang sebelumnya sudah dibelinya. 

Lahan yang berada di samping rumah orang tuanya di Desa Makmur Jaya, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulusalam, hanya mampu menampung 180 pot bibit jambu madu dari 300 bibit yang dimilikinya.

"Tidak butuh waktu lama untuk memanen hasil. Hanya butuh tujuh bulan saja sejak ditanam. Dari 300 bibit yang dibeli sisanya dijual, karena keterbatasan lahan," tutur Munzir mengungkapkan.

Ditanam sejak akhir 2018 silam, pohon jambu madu Munzir pertama kali panen pada Juli 2019. Setelah itu, setahun tanaman jambu madu miliknya dapat dipanen empat kali. Dalam satu kali panen, dalam satu pohon menghasilkan 5 sampai dengan 15 kilogram buah.

Estimasi penghasilan yang diterima Munzir dalam sekali panen berkisar sekitar Rp7 juta sampai dengan Rp11 juta. Angka itu merupakan hasil minimum per sekali panen. 

Hasil panen juga sangat bergantung pada siklus cuaca. Apabila hasil panen maksimal, Ia dapat memperoleh penghasilan Rp15 juta sampai dengan Rp25 juta

Pemasarannya, kata Munzir, tidak terlalu sulit. Pembeli yang sudah menjadi langganan biasanya langsung mendatangi kebun miliknya dengan harga Rp25 ribu per kilogram.

"Pembeli ambil langsung di kebun. Permintaannya, masih sangat tinggi, sementara hasil produksi masih kurang. Menurut saya, tanaman jambu madu ini masih sangat prospek dikembangkan, karena di Subulussalam ini semua buah masih didatangkan dari luar daerah," ujar pria lajang tersebut.
 

Pewarta: Fakhrul Razi Anwir

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021