Koalisi Advokasi Saiful Mahdi meminta DPR RI untuk segera merespon pemberian amnesty dari Presiden Joko Widodo terhadap dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Saiful Mahdi yang terjerat kasus UU ITE.
"Sekarang bola pemberian amnesty untuk Saiful Mahdi ini ada di tangan DPR RI," kata Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra Mutia, di Banda Aceh, Rabu.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah telah selesai memproses permintaan amnesti dosen USK Banda Aceh Saiful Mahdi, dan sekarang tinggal menunggu proses di DPR karena berdasarkan UU Presiden harus mendengar DPR bila memberikan amnesti dan abolisi.
Baca juga: 50 organisasi sipil di Aceh minta amnesti untuk Saiful Mahdi ke Presiden
“Alhamdulillah kita bekerja cepat, karena setelah dialog saya dengan istri Saiful Mahdi dan para pengacaranya 21 September, lalu tanggal 24 September saya lapor ke Presiden, dan bapak Presiden setuju untuk memberikan amnesti,” kata Mahfud MD.
Selanjutnya kata Mahfud, secara cepat pada 29 September surat Presiden sudah dikirimkan kepada DPR untuk meminta pertimbangan lembaga itu terkait amnesti untuk Saiful Mahdi tersebut.
Syahrul mengatakan, menurut Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden harus mendengarkan DPR lebih dulu jika hendak memberikan amnesti dan abolisi.
Baca juga: Di bui, Saiful Mahdi tetap mengajar dari dalam penjara
Karena itu, mengingat DPR akan memasuki masa reses pada 8 Oktober 2021, maka sangat dibutuhkan langkah cepat dari wakil rakyat untuk merespon dengan membacakan Surat Presiden tersebut.
"Koalisi juga mengajak publik secara luas untuk mendorong DPR segera memberi jawaban hasil pertimbangan atas surat Presiden terkait pemberian amnesti Dr Saiful Mahdi ini," kata Syahrul yang juga kuasa hukum Saiful Mahdi.
Syahrul menyampaikan, Koalisi Advokasi Saiful Mahdi mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memproses permintaan amnesti itu dengan cepat.
Di mana, kata Syahrul, sejak surat permohonan diajukan pada 6 September 2021 oleh tim hukum dan Dr Saiful Mahdi, pemerintah merespon dengan melakukan pertemuan antara Menko Polhukam Mahfud MD dengan istri Saiful Mahdi Dian Rubianty, Prof Ni'mahul Huda, Dr Herlambang P Wiratraman, Dr Zainal Arifin Mochtar selaku pakar hukum dan akademisi,
dan tim pengacara serta pendamping pada 21 September 2021 lalu.
Permintaan amnesti ini juga didukung lebih dari 85.000 penandatangan di platform petisi Change.org dan ratusan surat dukungan dikirim oleh organisasi masyarakat sipil di Aceh, akademisi dari dalam negeri hingga luar negeri untuk mendukung Presiden memberikan amnesti tersebut.
Seperti diketahui, sebelumnya, sesuai dengan hasil Kasasi Mahkamah (MA) yang menguatkan putusan PN Banda Aceh, Saiful Mahdi harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan dan denda Rp10 juta atas kritikannya di grup whatsapp internal USK tentang hasil tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut.
Kejaksaan Negeri Banda Aceh menentukan Saiful Mahdi menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Sekarang bola pemberian amnesty untuk Saiful Mahdi ini ada di tangan DPR RI," kata Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra Mutia, di Banda Aceh, Rabu.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah telah selesai memproses permintaan amnesti dosen USK Banda Aceh Saiful Mahdi, dan sekarang tinggal menunggu proses di DPR karena berdasarkan UU Presiden harus mendengar DPR bila memberikan amnesti dan abolisi.
Baca juga: 50 organisasi sipil di Aceh minta amnesti untuk Saiful Mahdi ke Presiden
“Alhamdulillah kita bekerja cepat, karena setelah dialog saya dengan istri Saiful Mahdi dan para pengacaranya 21 September, lalu tanggal 24 September saya lapor ke Presiden, dan bapak Presiden setuju untuk memberikan amnesti,” kata Mahfud MD.
Selanjutnya kata Mahfud, secara cepat pada 29 September surat Presiden sudah dikirimkan kepada DPR untuk meminta pertimbangan lembaga itu terkait amnesti untuk Saiful Mahdi tersebut.
Syahrul mengatakan, menurut Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa Presiden harus mendengarkan DPR lebih dulu jika hendak memberikan amnesti dan abolisi.
Baca juga: Di bui, Saiful Mahdi tetap mengajar dari dalam penjara
Karena itu, mengingat DPR akan memasuki masa reses pada 8 Oktober 2021, maka sangat dibutuhkan langkah cepat dari wakil rakyat untuk merespon dengan membacakan Surat Presiden tersebut.
"Koalisi juga mengajak publik secara luas untuk mendorong DPR segera memberi jawaban hasil pertimbangan atas surat Presiden terkait pemberian amnesti Dr Saiful Mahdi ini," kata Syahrul yang juga kuasa hukum Saiful Mahdi.
Syahrul menyampaikan, Koalisi Advokasi Saiful Mahdi mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memproses permintaan amnesti itu dengan cepat.
Di mana, kata Syahrul, sejak surat permohonan diajukan pada 6 September 2021 oleh tim hukum dan Dr Saiful Mahdi, pemerintah merespon dengan melakukan pertemuan antara Menko Polhukam Mahfud MD dengan istri Saiful Mahdi Dian Rubianty, Prof Ni'mahul Huda, Dr Herlambang P Wiratraman, Dr Zainal Arifin Mochtar selaku pakar hukum dan akademisi,
dan tim pengacara serta pendamping pada 21 September 2021 lalu.
Permintaan amnesti ini juga didukung lebih dari 85.000 penandatangan di platform petisi Change.org dan ratusan surat dukungan dikirim oleh organisasi masyarakat sipil di Aceh, akademisi dari dalam negeri hingga luar negeri untuk mendukung Presiden memberikan amnesti tersebut.
Seperti diketahui, sebelumnya, sesuai dengan hasil Kasasi Mahkamah (MA) yang menguatkan putusan PN Banda Aceh, Saiful Mahdi harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan dan denda Rp10 juta atas kritikannya di grup whatsapp internal USK tentang hasil tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut.
Kejaksaan Negeri Banda Aceh menentukan Saiful Mahdi menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021