Jakarta (ANTARA Aceh) - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara meminta pemerintah untuk segera membentuk Satuan Tugas Masyarakat Adat untuk menghentikan berbagai kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat di Tanah Air.

"Ada harapan baru pada pemerintahan Indonesia sekarang. Kami optimistis dan tetap meminta pemerintah agar secepat mungkin menghilangkan kasus-kasus kriminalisasi masyarakat adat yang telah terjadi," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Abdon Nababan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2013 telah melakukan terobosan besar dalam pemulihan hak-hak masyarakat adat, dengan mengeluarkan putusan MK No.35/PUU-IX/2012 yang mengeluarkan hutan adat dari hutan negara.

Peristiwa tersebut dinilai menjadi momentum pengembalian hak-hak masyarakat adat. Kini pemerintah telah berganti di bawah presiden yang mempunyai kepedulian dan komitmen besar terhadap hak-hak masyarakat adat. "Namun masih banyak pekerjaan rumah Indonesia dalam memulihkan hak-hak masyarakat adat," ucapnya.

Untuk itu, ujar dia, Satgas Masyarakakat Adat penting direalisasikan segera agar mempercepat proses-proses pengakuan hukum masyarakat adat termasuk didalamnya percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan mempersiapkan pembentukan Komisi Masyarakat Adat.    
   
Pembentukan satgas juga dinilai berfungsi penting dalam mempercepat proses-proses pengampunan dan pembebasan warga masyarakat adat yang dikriminalisasi oleh negara karena mempertahankan hak atas wilayah adatnya.

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menginginkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik pusat maupun daerah mewujudkan keterpaduan hukum sumber daya alam dengan menjunjung tinggi serta menghargai perlindungan terhadap masyarakat adat.

"Dalam rangka pembaruan hukum sumber daya alam dan lingkungan hidup, pada saat yang sama banyak pemerintah daerah sedang  merencanakan pembentukan peraturan dan kebijakan daerah untuk mengakui dan melindungi keberadaan wilayah adat dan wilayah kelola rakyat. Sayangnya, inisiatif dari keduanya tidak selalu padu," kata Direktur Eksekutif Walhi Abetnego Tarigan.

Menurut dia, berbagai elemen masyarakat sipil saat ini telah telah aktif dalam membuka dialog dan memberi usulan peta jalan dalam proses penjaminan pengelolaan wilayah adat/kelola rakyat sebagai pemenuhan kesejahteraan warga negara.

Untuk itu, ia mendorong adanya sinergi antara simpul-simpul upaya percepatan penetapan wilayah adat/kelola rakyat yang harus dilakukan untuk memajukan kesejahteraan rakyat serta dalam rangka perlindungan lingkungan hidup.

"Ini sesuai dengan janji Nawacita serta merupakan tanggung jawab konstitutional pemerintah," katanya tegas.

Sebagaimana diwartakan, Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan akar permasalahan pelanggaran hak asasi terhadap masyarakat adat adalah karena masih minimnya hukum pengakuan terhadap hak masyarakat adat itu sendiri.

"Dalam inkuiri nasional kami menemukan penyebab utamanya adalah tidak diakuinya hak-hak masyarakat adat akan wilayah adatnya," kata Sandra Moniaga.

Untuk itu, ujar dia, penting bagi negara guna memahami temuan inkuiri atau penelaahan nasional ini secara mendalam serta memotret indikasi pelanggaran HAM yang terjadi dan mencoba merumuskan rekomendasi.

Beberapa undang-undang, lanjutnya, telah mengakui keberadaan masyarakat adat tetapi pengakuan dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat dinilai masih minim dan tidak konsisten.

Pewarta: Pewarta : Muhammad Razi Rahman

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015