UNICEF kantor Perwakilan Banda Aceh menyatakan bahwa penanggulangan malnutrisi anak harus dilakukan secara terintegrasi oleh multisektoral yang ada di tanah rencong.
"Mulai dari perencanaan, pembiayaan, pemantauan dan supervisi, pengembangan kapasitas, serta advokasi dan penjangkauan," kata Social Policy Officer UNICEF Perwakilan Banda Aceh Harry Masyrafah, di Banda Aceh, Selasa.
Harry mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan Bappenas (2019), ditemukan tiga faktor yang secara tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi di Indonesia, termasuk Aceh yakni konsumsi pangan yang tidak memadai don kerawanan pangan akibat minimnya akses ekonomi.
Kemudian, kata Harry, akses yang belum memadai terhadap pelayanan kesehatan, kurangnya akses air bersih dan sanitasi, minimnya praktik Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) dan makanan ibu serta praktik perawatan ibu hingga pengasuhan anak yang kurang optimal.
"Dengan begitu, penuntasan malnutrisi hingga ke akar permasalahannya membutuhkan peran berbagai sektor yang saling terhubung, mulai dari kesehatan, nutrisi, sanitasi, pengasuhan hingga perlindungan sosial," ujarnya.
Harry menyampaikan, dari sisi nutrisi perlu adanya dukungan teknis, pendampingan dan suportif supervisi konseling PMBA serta gizi ibu hamil, pelatihan berjenjang konseling PMBA dan mother support group (MSG).
"Lalu, berkontribusi pada penyusunan peraturan Gubernur, Bupati, Wali Kota mengenai penanggulangan malnutrisi atau stunting dan lainnya," kata Harry.
Selain itu, kata Harry, hal yang harus dilakukan juga memperhatikan kesehatan ibu dan anak dengan dukungan teknis, pendampingan dan suportif supervisi pelayanan manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
Kemudian, meningkatkan demand terhadap sanitasi melalui pemicuan di level masyarakat, mendorong pembentukan tim sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) stunting di level kecamatan.
"Juga perlu meningkatkan partisipasi swasta atau badan amil zakat dan pembiayaan daerah dalam menyediakan fasilitas sanitasi," ujarnya.
Harry menambahkan, penanggulangan malnutrisi anak tersebut juga perlu adanya pengasuhan positif, dengan pendampingan, supervisi dan dukungan teknis melalui konseling pola asuh mulai di posyandu, kelas pengasuhan di bina keluarga balita (BKB), kelas ibu, PKK dan lain sebagainya.
"Pelibatan ulama, tokoh adat dan pelibatan ayah juga penting dalam mendukung pengasuhan positif," katanya.
Tak hanya itu, lanjut Harry, langkah perlindungan sosial juga perlu dilakukan advokasi dan dukungan teknis perancangan peraturan daerah guna mengimplementasi program perlindungan sosial anak yang dibiayai daerah.
"Maka dari itu, dukungan teknis penyusunan perencanaan, penganggaran dan monitoring evaluasi kegiatan malnutrisi yang terintegrasi perlu dilakukan secara bersama," demikian Harry.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
"Mulai dari perencanaan, pembiayaan, pemantauan dan supervisi, pengembangan kapasitas, serta advokasi dan penjangkauan," kata Social Policy Officer UNICEF Perwakilan Banda Aceh Harry Masyrafah, di Banda Aceh, Selasa.
Harry mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan Bappenas (2019), ditemukan tiga faktor yang secara tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi di Indonesia, termasuk Aceh yakni konsumsi pangan yang tidak memadai don kerawanan pangan akibat minimnya akses ekonomi.
Kemudian, kata Harry, akses yang belum memadai terhadap pelayanan kesehatan, kurangnya akses air bersih dan sanitasi, minimnya praktik Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) dan makanan ibu serta praktik perawatan ibu hingga pengasuhan anak yang kurang optimal.
"Dengan begitu, penuntasan malnutrisi hingga ke akar permasalahannya membutuhkan peran berbagai sektor yang saling terhubung, mulai dari kesehatan, nutrisi, sanitasi, pengasuhan hingga perlindungan sosial," ujarnya.
Harry menyampaikan, dari sisi nutrisi perlu adanya dukungan teknis, pendampingan dan suportif supervisi konseling PMBA serta gizi ibu hamil, pelatihan berjenjang konseling PMBA dan mother support group (MSG).
"Lalu, berkontribusi pada penyusunan peraturan Gubernur, Bupati, Wali Kota mengenai penanggulangan malnutrisi atau stunting dan lainnya," kata Harry.
Selain itu, kata Harry, hal yang harus dilakukan juga memperhatikan kesehatan ibu dan anak dengan dukungan teknis, pendampingan dan suportif supervisi pelayanan manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
Kemudian, meningkatkan demand terhadap sanitasi melalui pemicuan di level masyarakat, mendorong pembentukan tim sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) stunting di level kecamatan.
"Juga perlu meningkatkan partisipasi swasta atau badan amil zakat dan pembiayaan daerah dalam menyediakan fasilitas sanitasi," ujarnya.
Harry menambahkan, penanggulangan malnutrisi anak tersebut juga perlu adanya pengasuhan positif, dengan pendampingan, supervisi dan dukungan teknis melalui konseling pola asuh mulai di posyandu, kelas pengasuhan di bina keluarga balita (BKB), kelas ibu, PKK dan lain sebagainya.
"Pelibatan ulama, tokoh adat dan pelibatan ayah juga penting dalam mendukung pengasuhan positif," katanya.
Tak hanya itu, lanjut Harry, langkah perlindungan sosial juga perlu dilakukan advokasi dan dukungan teknis perancangan peraturan daerah guna mengimplementasi program perlindungan sosial anak yang dibiayai daerah.
"Maka dari itu, dukungan teknis penyusunan perencanaan, penganggaran dan monitoring evaluasi kegiatan malnutrisi yang terintegrasi perlu dilakukan secara bersama," demikian Harry.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021