Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan "six roll mill" atau mesin penggilingan tebu di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI 2015-2016.
Dua tersangka, yaitu mantan Direktur Produksi PT PTPN XI Budi Adi Prabowo (BAP) dan Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM).
"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka BAP dan tersangka AH untuk masing-masing selama 40 hari terhitung mulai 15 Desember 2021 sampai dengan 23 Januari 2022," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Tersangka Budi saat ini ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dan tersangka Arif ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Ali mengatakan pengumpulan bukti oleh tim penyidik masih terus berlanjut dengan memanggil saksi-saksi yang terkait dengan kasus tersebut.
"Agenda pengumpulan alat bukti dan pemberkasan perkara tersangka oleh tim penyidik masih terus berlanjut dengan memanggil saksi-saksi yang terkait dengan perkara ini," ucap Ali.
KPK pada Kamis (25/11) telah mengumumkan keduanya sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Budi selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT WDM melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015, di antaranya menyepakati pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Tersangka Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.
Selain itu, tersangka Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot "six roll mill" di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.
Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM diantaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat "aanwijzing" karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
KPK juga menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi.
Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka Budi.
KPK menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan tersebut sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar.
Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021
Dua tersangka, yaitu mantan Direktur Produksi PT PTPN XI Budi Adi Prabowo (BAP) dan Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM).
"Tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka BAP dan tersangka AH untuk masing-masing selama 40 hari terhitung mulai 15 Desember 2021 sampai dengan 23 Januari 2022," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Tersangka Budi saat ini ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dan tersangka Arif ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Ali mengatakan pengumpulan bukti oleh tim penyidik masih terus berlanjut dengan memanggil saksi-saksi yang terkait dengan kasus tersebut.
"Agenda pengumpulan alat bukti dan pemberkasan perkara tersangka oleh tim penyidik masih terus berlanjut dengan memanggil saksi-saksi yang terkait dengan perkara ini," ucap Ali.
KPK pada Kamis (25/11) telah mengumumkan keduanya sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Budi selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT WDM melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015, di antaranya menyepakati pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Tersangka Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang.
Selain itu, tersangka Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot "six roll mill" di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.
Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM diantaranya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat "aanwijzing" karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
KPK juga menduga saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian satu unit mobil oleh tersangka Arif kepada tersangka Budi.
Terkait proses pembayaran diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh tersangka Budi.
KPK menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan tersebut sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar.
Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2021