Meulaboh (ANTARA Aceh) - Wakil ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh Kamaruddin, SE menyatakan sangat prihatin dengan kondisi perekonomian masyarakat akibat terpuruknya usaha jual beli batu akik.
"Kita sangat prihatian karena dulu bisnisnya begitu pesat dan harganyapun sangat menjanjikan sehingga orang Aceh mengarah ke batu yang sangat meyakinkan. Tapi masanya sudah berakhir, karena gejolak ekonomi dirasakan masyarakat saat ini," katanya di Meulaboh, Selasa.
Kamaruddin yang juga wakil ketua DPRK Aceh Barat ini mengatakan, masa emasnya batu akik Aceh sudah berlalu, hanya tersisa beberapa pengusaha yang mampu bertahan, sementara penjual bahan baku sudah bangkrut alias gulung tikar.
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi akibat daya serap pembelian masyarakat sudah rendah sementara ketersediaan bahan baku masih sangat banyak, kondisi tersebut berpengaruh terhadap tren penurunan harga batu.
Selain juga dipengaruhi oleh gejolak keterpurukan ekonomi masyarakat dari berbagai hasil produksi pertanian yang menjadi sumber pendapatan, begitu juga dengan pembelian masyarakat ataupun pasar dari luar Aceh sudah tidak seperti sebelumnya.
"Kalau dulukan datang orang dari luar Aceh beli batu disini, beredarlah uang jadi sirklus ekonomi kita meningkat, tapi sekarang orang dari luar sudah sangat kurang datang sementara bahan baku menumpuk," tegasnya.
Politisi Partai Golkar ini menegaskan, bilapun dibentuk sebuah regulasi (qanun) terkait hal itu tentunya juga membutuhkan kajian lebih awal, namun yang dibutuhkan saat ini adalah kemaun dari pemerintah untuk mengkomersilkan bahan baku yang ada.
Kamaruddin menegaskan, persoalan saat ini adalah hukum pasar terhadap batu akik ini sudah tidak berpihak, belum lagi apabila dikaji dengan kondisi perekonomian masyarakat sebab batu akik bukanlah kebutuhan primer.
Dirinya termasuk salah seorang pengusaha jual beli batu alam Aceh yang saat ini juga merasakan dampak tersebut, masyarakat pencari batu, pengasah batu dan penjual bongkahan batu sudah tidak merasakan seperti saat bumingnya batu alam Aceh.
"Yang bisa melakukan penyelamatan usaha batu akik ini adalah instansi terkait di tingkat Provinsi Aceh. Harus ada kajian bagaimana peruntukan bahan baku agar menjadi bahan komersil," tegas dia.
Menyingung lokasi mall Meulaboh dijadikan lokasi pasar batu akik menurut dia tidak tepat, karena investasi pemkab Aceh Barat untuk mall tersebut sangat besar dan tidak seimbang untuk usaha batu akik.
Kondisi saat ini mall Meulaboh yang sedang direnovasi sudah sepi, beberapa bulan lalu masih dipadati penjual bongkahan batu alam dan pada malamnya dipadati pembeli baik dari dalam maupun luar Aceh berdatangan untuk melihat dan membeli.
"Apabila dijadikan lokasi penjualan bahan baku saya pikir tidak tepat, karena investasinya cukup besar. Pemkab Aceh Barat berharap mall itu menjadi salah satu sumber PAD terbesar sementara usaha batu akik mungkin tidak sampai target dari sewa yang sedikit tinggi,"katanya menambahkan.
"Kita sangat prihatian karena dulu bisnisnya begitu pesat dan harganyapun sangat menjanjikan sehingga orang Aceh mengarah ke batu yang sangat meyakinkan. Tapi masanya sudah berakhir, karena gejolak ekonomi dirasakan masyarakat saat ini," katanya di Meulaboh, Selasa.
Kamaruddin yang juga wakil ketua DPRK Aceh Barat ini mengatakan, masa emasnya batu akik Aceh sudah berlalu, hanya tersisa beberapa pengusaha yang mampu bertahan, sementara penjual bahan baku sudah bangkrut alias gulung tikar.
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi akibat daya serap pembelian masyarakat sudah rendah sementara ketersediaan bahan baku masih sangat banyak, kondisi tersebut berpengaruh terhadap tren penurunan harga batu.
Selain juga dipengaruhi oleh gejolak keterpurukan ekonomi masyarakat dari berbagai hasil produksi pertanian yang menjadi sumber pendapatan, begitu juga dengan pembelian masyarakat ataupun pasar dari luar Aceh sudah tidak seperti sebelumnya.
"Kalau dulukan datang orang dari luar Aceh beli batu disini, beredarlah uang jadi sirklus ekonomi kita meningkat, tapi sekarang orang dari luar sudah sangat kurang datang sementara bahan baku menumpuk," tegasnya.
Politisi Partai Golkar ini menegaskan, bilapun dibentuk sebuah regulasi (qanun) terkait hal itu tentunya juga membutuhkan kajian lebih awal, namun yang dibutuhkan saat ini adalah kemaun dari pemerintah untuk mengkomersilkan bahan baku yang ada.
Kamaruddin menegaskan, persoalan saat ini adalah hukum pasar terhadap batu akik ini sudah tidak berpihak, belum lagi apabila dikaji dengan kondisi perekonomian masyarakat sebab batu akik bukanlah kebutuhan primer.
Dirinya termasuk salah seorang pengusaha jual beli batu alam Aceh yang saat ini juga merasakan dampak tersebut, masyarakat pencari batu, pengasah batu dan penjual bongkahan batu sudah tidak merasakan seperti saat bumingnya batu alam Aceh.
"Yang bisa melakukan penyelamatan usaha batu akik ini adalah instansi terkait di tingkat Provinsi Aceh. Harus ada kajian bagaimana peruntukan bahan baku agar menjadi bahan komersil," tegas dia.
Menyingung lokasi mall Meulaboh dijadikan lokasi pasar batu akik menurut dia tidak tepat, karena investasi pemkab Aceh Barat untuk mall tersebut sangat besar dan tidak seimbang untuk usaha batu akik.
Kondisi saat ini mall Meulaboh yang sedang direnovasi sudah sepi, beberapa bulan lalu masih dipadati penjual bongkahan batu alam dan pada malamnya dipadati pembeli baik dari dalam maupun luar Aceh berdatangan untuk melihat dan membeli.
"Apabila dijadikan lokasi penjualan bahan baku saya pikir tidak tepat, karena investasinya cukup besar. Pemkab Aceh Barat berharap mall itu menjadi salah satu sumber PAD terbesar sementara usaha batu akik mungkin tidak sampai target dari sewa yang sedikit tinggi,"katanya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015