Meulaboh (ANTARA Aceh) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menawarkan pemerintah untuk menyelesaikan kasus pembakaran seperti yang diberikan terhadap perusahaan perkebunan sawit PT Kalista Alam (KA) di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.

Direktur Walhi Aceh M Nur yang dihubungi di Banda Aceh, Rabu mengatakan proses penegakan hukum harus diterapkan tanpa memandang status perusahaan yang menanamkan investasinya di Indonesia yang terbukti merusak lingkungan.

"KLH berani menuntut PT Kalista Alam perusahaan lokal atas pembakaran menyebabkan ruang rusak/hilang secara ekologi senilai Rp366 miliar. Nah kenapa hal demikian tidak dilakukan terhadap perusahaan asing, hukum di Indonesia sama kepada setiap pelaku investasi," tegasnya.

M Nur mengatakan, sebelum Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) menuntut PT KA, pihak Walhi melakukan gugatan terhadap pencabutan izin, meskipun dalam konteks berbeda, namun proses hukum yang dilihat secara objektif dapat memberi efek jera dan penegakan humum tepat.

Walhi lebih berfokus pada upaya mengembalikan fungsi lahan dan hutan sebenarnya, sementara pemerintah meminta tangung jawab secara andministratif atas kejahatan pengrusakan lingkungan yang terjadi.

Menurut Walhi, kebakaran lahan dan hutan terjadi seperti di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan dan sejumlah kawasan penyumbang titik api lainnya yang menyebabkan kabut asap sampai ke negara tetanga sudah sangat merugikan pelaku dunia usaha lain di Indonesia.

Pengrusakan lingkungan terjadi tersebut akibat besarnya gempuran perluasan perkebunan menyebabkan terjadi alih fungsi lahan dari rawa menjadi kebun sawit yang cukup tinggi karena tidak terkontrol secara baik.

"Itu lebih pada soal managemen kontrol sebenarnya yang lemah dari pemerintah, setelah mengeluarkan izin kepada perusahaan, kemudian tidak melakukan pengawasan secara berkelanjutan," imbuhnya.

Lebih lanjut dikatakan, masih terkesan dalam menindak tegas kejahatan lingkungan masih tebang pilih terhadap pengusaha lokal dan luar negeri, padahal kedua investasi itu berkontribusi sama untuk negara dan sama-sama tunduk terhadap hukum negara Indonesia.

Kata M Nur, pemerintah harus memberikan tindakan yang konfrehensip, sistematis tanpa memadangan lokal dan international, yang namanya kejahatan demikian harus dipidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

"Pemerintah masih mempertahankan pola lama, yang namanya milik luar negeri itu dijaga betul, sedangkan pengusaha, investasi lokal ditindak betul-betul, contohlah penyelesaian kasus seperti PT KA di Aceh," katanya menambahkan.

Pewarta: Pewarta : Anwar

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015