Gubernur Aceh Nova Iriansyah berharap penyusunan rancangan perubahan Undang-Undang nomor 30 tahun 2007 tentang Energi yang akan dilakukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bersama Pemerintah tidak mengesampingkan keistimewaan Aceh yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
“Dalam Undang-Undang tersebut juga mengatur keistimewaan Aceh dalam pengelolaan minyak dan gas bumi,” kata Nova Iriansyah di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikannya melalui Asisten Pemerintahan dan Keistimewaan Sekda Aceh, M Jafar dalam pertemuan bersama antara Komite II DPD RI dengan Pemerintah Aceh dan sejumlah perusahaan bidang energi, di Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh.
Ia menjelaskan dalam penutup dalam Undang-Undang Energi yang telah direvisi nantinya dapat dicantumkan satu norma yang menyatakan ; Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur keistimewaan dan kekhususannya.
“Isu energi ini tentu tidak hanya terkait produksi atau sistem bagi hasil. Ada banyak hal lain yang perlu dibahas lebih dalam, seperti penggunaan energi baru dan terbarukan, pemerataan akses masyarakat terhadap energi, upaya mengatasi krisis energi, ” kata Jafar.
Menurut Jafar, Undang-Undang nomor 30 tahun 2007 layak direvisi agar bisa menjadi landasan hukum dalam menyikapi perkembangan energi ke depan.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Mahdi Nur mengatakan butir regulasi baru hasil revisi Undang-Undang Energi nantinya tidak mempengaruhi keistimewaan Aceh dalam bidang energi.
Mahdi mencontohkan seperti revisi Undang-Undang nomor 9 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, di mana di penutup Undang-Undang tersebut mencantumkan ketentuan khusus bagi Aceh, sehingga keistimewaan Aceh tidak hilang.
Wakil Ketua Komite II DPD RI, Abdullah Puteh, mengatakan, revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2009 merupakan kesepakatan pihaknya dan masuk dalam program legislasi nasional 2020-2024.
Kesepakatan perubahan tersebut didasari atas beberapa pertimbangan, antara lain, Undang-Undang Energi harus menciptakan iklim pengelolaan energi yang terpadu dan harmonis antar wilayah serta harus mencakup pengakuan dan pengaturan normatif terhadap energi sebagai sarana peningkatan ekonomi dan ketahanan energi.
“Mekanisme penyusunan perubahan Undang-Undang ini melalui beberapa tahapan, diantaranya menghimpun data inventarisasi bersama Pemerintah daerah dan segenap stakeholder, ” kata Abdullah.
Kegiatan yang dilaksanakan pihaknya tersebut dilakukan di tiga daerah, yaitu Aceh, Jawa Timur dan DKI. Ketiga provinsi ini dipilih karena memiliki sumber daya energi yang potensial.
“Kunjungan kerja Komite II di Aceh bertujuan untuk berdialog langsung dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait serta melihat langsung permasalahan dan sejauh mana Undang-Undang Energi diimplementasikan, ” kata Abdullah.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022