Sangat ironis, Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan wilayahnya lebih luas lautan dari pada daratan, namun belum mampu menggarap potensi maritim yang dimilikinya.
     
Padahal, kejayaan lautan Indonesia telah dibuktikan berabad-abad lamanya oleh generasi terdahulu di nusantara.
     
Namun pada abad modern Indonesia tertinggal jauh kemajuannya di bidang maritim bila dibandingkan dengan negara-negara lain.
     
Kekayaan laut Indonesia telah membuat cemburu bangsa-bangsa lain, sehingga berupaya mencuri ikan dan kekayaan alam lainnya yang ada di lautan Indonesia.
     
Rektor Universitas Malikussaleh Prof Dr H Apridar mengatakan, kekayaan alam laut Indonesia apabila digarap secara optimal, akan sangat bernilai ekonomis, karena selain memiliki potensi kekayaan alam laut yang melimpah, juga sangat strategis terhadap pengembangan kawasan perekonomian berbasis maritim.
     
Namun kenyataannya sangat ironi dengan hamparan kenyataan yang ada. Dimana, wilayah pesisir di Indonesia malah menjadi kantong-kantong kemiskinan.
     
"Coba kita lihat, perkampungan nelayan yang nota benenya adalah perkampungan wilayah pesisir lebih banyak orang miskin dan menjadi kantong-kantong kemiskinan," ucap Prof Apridar.
     
Lantas siapakah yang disalahkan dalam hal ini. Kembali Rektor Unimal itu mengatakan, hal ini karena ketidakmampuan dalam mengelola kekayaan lautan secara optimal.
     
Namun, apabila wilayah yang berbasis maritim dikelola secara optimal, akan memberikan efek multiplayer yang positif terhadap pengembangan perekonomian, baik secara mikro maupun secara makro.
     
Untuk pengembangan ekonomi yang berbasis maritim, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah sinergitas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam pengembangan wilayah pesisir.
     
Sebagai salah satu contoh, lanjut pengarang buku "Ironi Negeri Sejuta Nyiur Hijau di Pantai" itu, untuk sarana dan prasarana harus dibenahi sedemikian mungkin, seperti, pelabuhan umum, pelabuhan pendaratan ikan dan lain sebagainya.
     
Untuk pelabuhan pendaratan ikan sendiri, tidak hanya asal ada. Akan tetapi harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung, seperti gudang penyimpanan yang memiliki pendingin dan juga sarana pendukung lainnya. Namun kenyataannya, banyak sarana dimaksud, tidak lengkap.
      
Di dalam bukunya setebal 183 halaman mengupas bagaimana potensi maritim Indonesia dan kendala yang dihadapinya. Sehingga, pemikiran dalam buku itu diharapkan bisa membantu pemerintah untuk mewujudkan pembangunan yang fokus ke maritim dan mewujudkan tol laut dengan segala macam potensi laut yang ada.
     
Ditambahkan, buku ini merupakan sumbangan dosen dan peneliti di Indonesia untuk kaum nelayan dan mereka yang konsen pada pembangunan maritim Tanah Air, sehingga ke depan, Indonesia menjadi salah satu negara terbesar dan terkuat dalam sektor maritim.
     
"Kita harap, buku ini bisa menjadi salah satu referensi untuk mengembangkan sektor maritim di Tanah Air. Ini sumbangsih untuk Indonesia dan kita apresiasi penerbit yang telah membantu penerbitan buku ini," katanya.
               
I’tikad baik
     
Prof Apridar menilai, untuk saat sekarang pemerintah pusat sudah memiliki itikad baik untuk memajukan bidang kemaritiman.
     
Tinggal saja, bagaimana pemerintah daerah menjalankannya dan bersinergi dengan program pemerintah pusat.
     
Jika pemerintah daerah tidak mampu untuk melakukan kajian dan analisis serta pembangunan di bidang tersebut, dapat mengandeng perguruan tinggi yang ada untuk memikirkannya.
     
"Di perguruan tinggi ada ahli-ahli di bidang tersebut, yang sudah menyelesaikan studinya di berbagai negara terkait disiplin ilmu yang dimilikinya. Mengapa tidak dimanfaatkan untuk bersama-sama mengelola program pengembangan perekonomian di bidang maritim, jikalau tenaga yang ada di instansi pemerintahan daerah sendiri sangat terbatas," terang Rektor Unimal tersebut.
     
Sangat disayangkan, sebagai salah satu contohnya adalah, disaat musim tangkapan ikan sangat banyak dan booming dipasaran, nelayan tidak mendapatkan nilai lebih, karena harga jual yang sangat murah akibat tidak adanya infrastruktur pendukung agar dapat mendukung kestabilan pasar serta sarana usaha produk lainnya yang berbahan baku ikan.
     
Namun, jika ada gudang penyimpanan yang memiliki fasilitas pendingin, pabrik pengalengan ikan dan juga pabrik pakan, tentu nelayan akan hidup sejahtera karena harga ikan selalu stabil.
     
"Di sini pemerintah daerah yang harus proaktif, dengan membangun atau mengajak pelaku usaha untuk mau berusaha di bidang tersebut. Membangun pabrik pengalengan ikan atau pabrik pakan tidaklah mahal, tidak sama dengan membangun pabrik migas yang membutuhkan dana sangat besar. Namun kenapa tidak dilakukan langkah-langkah tersebut, yang efeknya sangat besar  kontribusi perekonomiannya terhadap masyarakat," tanya Rektor Unimal kelahiran Lhokseumawe tersebut.
     
Disebutkan, dari kacamata bisnis kemaritiman di Indonesia, semua orang berpeluang untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Akan tetapi pengelolaannya masih belum otimal dan masih terlihat normal-normal saja.
     
Dirinya sangat mengharapkan, sikap sinergitas pemerintah daerah terhadap program  bidang maritim yang dilakukan oleh pemerintah pusat saat ini dalam pengembangan perekonomian yang berbasis kemaritiman sangat penting dilakukan, untuk terciptanya sinergitas pembangunan dan pengembangan perekonomian yang berbasis maritim.
     
Semua pengembangan dan optimalisasi sumber daya kelautan yang ada, akan memberikan efek multiplayer yang sangat kontributif terhadap kemajuan ekonomi bangsa.

Pewarta:

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2015