Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh bersama Pemerintah Bener Meriah gelar silaturahmi kebangsaan mempertemukan para pihak yang terdampak konflik Aceh di Desa Sedie Jadi, Kecamatan Bukit kabupaten setempat untuk berdamai.

“Ini kesempatan bagi kita merajut kembali kohesi sosial, terutama bagi kita yang tali persaudaraannya pernah terputus, maka hari ini mari kita hilangkan,” kata Koordinator KontraS Aceh Hendra Saputra dalam keterangannya, di Banda Aceh, Selasa.
 
Untuk diketahui, Desa Sedie Jadi merupakan satu diantara sejumlah desa yang terdampak konflik Aceh, antara gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah RI. 

Di Gayo, konflik tersebut merembet jadi  benturan horizontal antar sesama masyarakat. Juni 2001 silam, konflik mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerugian materi terhadap masyarakat di Sedie Jadi.

Silaturahmi kebangsaan bagian dari rangkaian proses panjang yang telah ditempuh selama 2,5 tahun terakhir. Sejak 2019, KontraS Aceh melakukan pendekatan dengan masyarakat dari tiga desa di Bener Meriah yang terdampak konflik.

Hendra mengatakan, silaturahmi kebangsaan ini juga sebagai tindak lanjut dari kesepakatan pada Juli 2006 silam. Saat itu perdamaian terjadi antara elite GAM dan PETA (Pembela Tanah Air).

Hendra menyatakan, silaturahmi ini bisa terjalin berkat kebesaran hati kedua pihak antara Fauzan Azima (eks kombatan GAM) dengan mantan Reje (kepala desa) setempat Suterisno yang berkenan duduk bersama serta saling memaafkan atas apa yang terjadi di masa lalu.

“Tanpa keduanya, maka acara ini tak akan terlaksana. Dua sosok penting ini yang telah mengukir sejarah penguatan perdamaian Aceh, khususnya di tanah Gayo,” ujar Hendra. 

Sementara itu, mewakili warga Sedie Jadi Suterisno berterima kasih kepada Fauzan Azima atas niat bersama menempuh jalan silaturahmi ini. Peristiwa dulunya sangat membekas di benak segenap tetua kampung Sedie Jadi. 

Karena itu, silaturahmi kebangsaan yang diadakan hari ini menjadi momen penting dalam sejarah perdamaian di tanah Gayo.

“Mari kita kenang peristiwa 21 tahun lalu itu dengan penuh harap, semoga hal serupa tak terulang lagi. Kita harus sependapat, seide, dan sepakat bahwa perselisihan di masa lalu harus segera diakhiri dengan berdamai, saling memaafkan,” kata Suterisno.

Dalam kesempatan ini, mantan kombatan GAM Fauzan Azima menyatakan bahwa perdamaian di Aceh, khususnya Tanoh Gayo, harus senantiasa dijaga. Membangunkan semua pihak dari situasi keterpurukan seperti yang dialami di masa lalu.

“Kita para pihak yang pernah bertikai hendaknya menyadari hal ini. Jangan sampai muncul konflik, tak hanya antar elit politik, seluruh potensi yang bakal memantik kekerasan harus segera dituntaskan,” kata Fauzan.

Dirinya berharap perdamaian yang terjalin antar seluruh masyarakat di Gayo bisa seperti ibarat akar yang menguatkan batang pohonnya. Sehingga tak ada angin kebencian dan dendam yang sanggup merobohkannya.
 

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022