Jakarta (ANTARA Aceh) - Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mendesak Kementerian Agama agar melakukan langkah-langkah koordinatif dengan kementerian dan lembaga lain untuk mengantisipasi penyebaran paham radikal di tengah masyarakat.

"Kementerian Agama memiliki jaringan yang luas dan bisa bekerja sama dengan organisasi kemasyarakatan dan tokoh-tokoh masyarakat serta mampu menampilkan pandangan keagamaan yang mudah dipahami," katanya melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyayangkan potensi tersebut selama ini tidak dimanfaatkan sama sekali dalam program-program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah. Seharusnya, Kementerian Agama dilibatkan dalam program tersebut.

"Bila ada koordinasi antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kepolisian RI dengan Kementerian Agama dalam program radikalisasi, maka mereka bisa bersinergi dan saling melengkapi," tuturnya.

Menurut Saleh, Kementerian Agama bisa menjadi "leading sector" dalam program-program deradikalisasi. Selain memiliki jaringan kantor urusan agama (KUA) hingga tingkat kecamatan, Kementerian Agama juga memiliki jaringan pada madrasah dan pondok pesantren di seluruh Indonesia.

Begitu pula perguruan tinggi keagamaan yang memiliki dosen-dosen dengan pemahaman agama yang baik. Saleh mengatakan para tenaga pendidik di lembaga-lembaga pendidikan tersebut bisa diajak mengajarkan praktik pelaksanaan agama yang damai dan toleran.

"Kementerian Agama juga bisa merancang kurikulum terkait dengan program deradikalisasi. Kami melihat potensi besar yang dimiliki Kementerian Agama, tinggal bagaimana memanfaatkannya," katanya.

Komisi VIII melakukan rapat kerja dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Senin (18/1). Selain membicarakan tentang tentang program deradikalisasi, rapat kerja tersebut juga membahas tentang penyelenggaraan haji.

Secara terpisah, Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyikapi masalah Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang sudah meresahkan masyarakat itu.

"Itu (Gafatar) bukan wilayah kita, karena Kemenag hanya membina enam agama yang sudah diakui UU. Di luar keenam agama itu menjadi kewenangan Majelis Agama-Agama," kata Kepala Kanwil Kemenag Jatim Mahfud Shodar kepada Antara di Surabaya (16/1).

Pewarta: Pewarta : Dewanto Samodro

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016