Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Safaruddin mengajak semua pihak di Aceh harus menyatakan perang terhadap peredaran narkoba hingga pelecehan seksual yang kerap terjadi di tanah rencong.
"Kondisi ini menjadi tanggung jawab kita semua, baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh elemen masyarakat untuk menyatakan perang terhadap narkoba dan kekerasan seksual," kata Safaruddin, di Banda Aceh, Minggu.
Selain narkoba dan pelecehan seksual, kata Safaruddin, Aceh saat ini sedang menghadapi beberapa persoalan lainnya yang harus menjadi perhatian serius semua pihak di Aceh, yakni berkurangnya penerimaan dana otonomi khusus mulai tahun depan (2023), kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Safaruddin menegaskan, Aceh merupakan daerah yang menjalankan syariat islam serta kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki lainnya.
"Sungguh sangat miris dan menyayat hati kita semua, dimana kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba serta kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak terus terjadi," ujarnya.
Dari sisi lain, Safaruddin juga melihat Aceh sedang dihadapkan pada persoalan kesehatan, isu stunting masih menjadi kekhawatiran semua. Karena itu perlu perhatian lebih serius terhadap permasalahan ini.
"Salah satu solusinya adalah mempertahankan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan program pemerintah lainnya yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan," kata politikus Gerindra itu.
Menurut Safaruddin, kualitas pendidikan Aceh saat ini juga masih berada di bawah rata-rata pendidikan nasional. Padahal ini merupakan hak dasar warga negara sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Apalagi di Aceh, dana otsus selama ini dialokasikan untuk menanggulangi masalah ini juga cukup besar (minimal 20 persen).
"Maka hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi kita bersama demi generasi Aceh yang lebih baik ke depan," ujarnya.
Selain hak dasar kesehatan dan pendidikan, lanjut Safaruddin, isu kemiskinan juga menjadi cambuk bagi Aceh. Terlepas dari parameter yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tetapi ini perlu diperhatikan.
"Masalah ini perlu menjadi bahan introspeksi dan renungan bagi pemangku kepentingan di Aceh dalam menetapkan kebijakan ke depan yang lebih baik, sehingga semua masalah dapat teratasi," demikian Safaruddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Kondisi ini menjadi tanggung jawab kita semua, baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh elemen masyarakat untuk menyatakan perang terhadap narkoba dan kekerasan seksual," kata Safaruddin, di Banda Aceh, Minggu.
Selain narkoba dan pelecehan seksual, kata Safaruddin, Aceh saat ini sedang menghadapi beberapa persoalan lainnya yang harus menjadi perhatian serius semua pihak di Aceh, yakni berkurangnya penerimaan dana otonomi khusus mulai tahun depan (2023), kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Safaruddin menegaskan, Aceh merupakan daerah yang menjalankan syariat islam serta kekhususan dan keistimewaan yang dimiliki lainnya.
"Sungguh sangat miris dan menyayat hati kita semua, dimana kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran narkoba serta kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak terus terjadi," ujarnya.
Dari sisi lain, Safaruddin juga melihat Aceh sedang dihadapkan pada persoalan kesehatan, isu stunting masih menjadi kekhawatiran semua. Karena itu perlu perhatian lebih serius terhadap permasalahan ini.
"Salah satu solusinya adalah mempertahankan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan program pemerintah lainnya yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan," kata politikus Gerindra itu.
Menurut Safaruddin, kualitas pendidikan Aceh saat ini juga masih berada di bawah rata-rata pendidikan nasional. Padahal ini merupakan hak dasar warga negara sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Apalagi di Aceh, dana otsus selama ini dialokasikan untuk menanggulangi masalah ini juga cukup besar (minimal 20 persen).
"Maka hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi kita bersama demi generasi Aceh yang lebih baik ke depan," ujarnya.
Selain hak dasar kesehatan dan pendidikan, lanjut Safaruddin, isu kemiskinan juga menjadi cambuk bagi Aceh. Terlepas dari parameter yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tetapi ini perlu diperhatikan.
"Masalah ini perlu menjadi bahan introspeksi dan renungan bagi pemangku kepentingan di Aceh dalam menetapkan kebijakan ke depan yang lebih baik, sehingga semua masalah dapat teratasi," demikian Safaruddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022