Jakarta (ANTARA Aceh) - Kalau ada yang mengatakan iklim investasi di Indonesia sudah tidak kondusif karena kalah bersaing dengan negara ASEAN lain tampaknya hal itu harus dikoreksi.
Kalau ada yang mengatakan banyak investor asing yang hengkang dari Indonesia dan memilih mengalihkan investasinya ke negara lain juga tak sepenuhnya benar.
Iklim usaha yang menarik disamping situasi keamanan dan politik yang aman serta didukung perbaikan regulasi yang kian kondusif, tampaknya membuat investor asing makin melirik Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam beberapa bulan ini mencatat ada sejumlah investor dari berbagai negara menyatakan minatnya berinvestasi di Indonesia.
BKPM mencatatkan pengajuan investasi dari investor Singapura sebesar 36,2 juta dolar AS (setara Rp452,5 miliar dengan kurs Rp12.500) di bidang industri kimia organik.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyebut investor Singapura itu memanfaatkan layanan izin investasi 3 jam dalam pengajuannya.
"Minat investasi yang disampaikan oleh investor asal Singapura tersebut positif, karena perusahaan akan mendaur ulang 'bleaching earth clay' atau juga dikenal dengan ampas buangan penyulingan minyak sawit," ucapnya.
Menurut Franky, dari laporan yang diterimanya perusahaan memiliki teknologi untuk mengekstrak kadar minyak sawit pada ampas yang kemudian dikumpulkan menjadi produk minyak sawit untuk bahan baku industri.
"Mereka berencana untuk berinvestasi di dua kawasan industri, yaitu di Riau dan Jawa Timur dengan nilai investasi masing-masing 19,2 juta dolar AS dan 17 juta dolar AS dengan penggunaan lahan sekitar dua hektare per industrinya," jelasnya.
Lebih lanjut, Franky mengemukakan bahwa beberapa perusahaan pengolahan kelapa sawit besar di Indonesia telah menyatakan ketertarikannya untuk memasok bahan baku kepada perusahaan tersebut.
Perusahaan-perusahaan itu bahkan telah melakukan komunikasi dengan beberapa perusahaan kepala sawit di Indonesia untuk memastikan ketersediaan bahan baku.
Pejabat Promosi Investasi Kantor perwakilan BKPM (IIPC) Singapura Ricky Kusmayadi mengatakan minat investasi ini telah diidentifikasi dan perusahaan beberapa kali melaksanakan pertemuan di kantor IIPC Singapura untuk mendapatkan informasi mengenai tahap-tahap berinvestasi di Indonesia.
"Dari beberapa pertemuan tersebut kami mengarahkan investor untuk merealisasikan minatnya menjadi komitmen investasi dan mereka langsung tertarik untuk memanfaatkan izin investasi 3 jam," paparnya.
Ia menambahkan, masuknya pengajuan izin dari investor tersebut berkontribusi positif pada pencapaian target IIPC Singapura di tahun 2016 ini.
"Kami terus akan menyediakan end to end services, bekerjasama dengan tim pemasaran Singapura dan perwakilan RI di Singapura, mulai dari mengawal di tingkat perizinan hingga perusahaan nantinya merealisasikan investasinya di Indonesia," ujarnya.
Langkah serupa dilakukan perusahaan farmasi Korea Selatan tertarik membuka pabrik bahan baku obat sekaligus membangun pusat riset di Indonesia senilai 95 juta dolar AS (setara Rp1,1 triliun, dengan kurs Rp12.500).
Franky Sibarani menyatakan pembangunan pusat riset dan pengembangan di bidang bioteknologi akan meningkatkan kemampuan Indonesia mengembangkan berbagai jenis bahan baku obat yang dibutuhkan, sekaligus sebagai transfer pengetahuan bagi industri farmasi Tanah Air.
"Rencana investasi tersebut bernilai strategis karena bahan baku obat juga merupakan produk substitusi impor. Ini akan mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat yang selama ini dilakukan," imbuhnya.
Franky menuturkan, investasi di bahan baku obat tersebut akan memiliki dampak yang positif tidak hanya terhadap bertambahnya ketersediaan obat, namun juga terhadap neraca perdagangan Indonesia karena mengurangi impor dan berpotensi untuk diekspor.
Saat ini, Indonesia masih sangat tergantung dengan impor bahan baku obat dari Tiongkok, India dan Eropa. "Ke depan, kemandirian ekonomi berbasis kekuatan Industri harus terus ditingkatkan agar kita menjadi negara yang berdaya saing untuk kompetisi di tingkat ASEAN maupun di tingkat global," tuturnya.
Bidang usaha bahan baku obat, tambah Franky, merupakan salah satu bidang usaha prioritas penanaman modal yang terus kita promosikan ke beberapa negara termasuk Korea Selatan.
"Kebetulan investor Korea Selatan termasuk yang cukup serius untuk menindaklanjuti pemasaran yang dilakukan," katanya.
Pejabat Promosi Investasi kantor perwakilan BKPM di Korea Selatan Imam Soejoedi mengatakan rencana investasi ini sudah mencapai tahap finalisasi untuk investasi di Indonesia.
Rencana pemerintah membuka 100 persen bidang usaha industri bahan baku obat, juga menjadi salah satu kunci percepatan rencana investasi tersebut.
Imam menambahkan, rencana investasi ini akan memberikan nilai lebih yang besar bagi perekonomian Indonesia dengan jumlah populasi Indonesia sudah diatas 250 juta jiwa, lantaran kebutuhan akan produk-produk farmasi akan terus meningkat ke depan.
"Untuk itu, kami akan terus mengawal rencana investasi ini agar dapat segera direalisasikan," ujarnya.
Perekonomian tergerak
Produsen tas asal Taiwan berencana untuk melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia dengan menyiapkan 30 juta dolar AS (setara Rp375 miliar, kurs Rp12.500) dan diperkirakan menyerap 3.500 tenaga kerja.
Franky Sibarani mengatakan investor tersebut akan mengajukan izin prinsip pada tahun ini.
"Perusahaan sudah menyampaikan keseriusannya berinvestasi di Indonesia, mereka akan membangun pabrik tas di Jawa Barat dengan luas lahan yang cukup luas, sekitar 23 hektare," tambahnya.
Menurut Franky, perusahaan tersebut telah memiliki pabrik di Tiongkok dan Vietnam untuk memproduksi tas beberapa klien, di antaranya produk-produk tas olahraga, tas kamera serta merk koper ternama lainnya.
"Dengan meningkatnya daya beli kelas menengah Indonesia, produk-produk yang dihasilkan oleh investor akan memiliki pasar yang cukup prospektif di Indonesia," ujarnya.
Pembangunan pabrik tas itu, lanjut Franky, diharapkan mampu menciptakan dampak ganda bagi masyarakat sekitar.
"Akan ada efek berantai dari pembangunan pabrik tersebut, sehingga perekonomian daerah akan tergerak dan menyerap tenaga kerja lebih banyak dari yang dibutuhkan perusahaan," katanya.
Tak ketinggalan salah satu produsen "gadget" atau gawai ternama AS juga datang ke BKPM untuk mematangkan rencana investasi fasilitas riset dan pengembangan senilai 18 juta dolar AS.
"Tim yang datang adalah satu direktur dari Washington DC bersama tim mereka dari Singapura. Mereka akan segera mengajukan izin prinsip ke BKPM dan akan melakukan pertemuan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk membicarakan rencana kegiatan riset dan pengembangan," tutur Franky.
Dia menjelaskan bahwa dana senilai 18 juta dolar AS itu akan digunakan untuk penyiapan sarana tempat pelatihan dan pengadaan peralatan pelatihan, serta pengadaan tenaga ahli untuk mendidik sumber daya manusia (SDM) di Indonesia guna membangun aplikasi, perangkat lunak maupun desain produk lainnya.
Menurut Franky, pihak investor juga mengemukakan akan memfokuskan pengembangan fasilitas riset tersebut bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Azhar Lubis menambahkan bahwa proyek pertama investasi itu direncanakan dilakukan di Jawa Barat, bekerja sama dengan salah satu universitas lokal ternama.
Selanjutnya, kata dia, proyek tersebut rencananya akan dikembangkan di kota-kita lain di Indonesia, setelah dilakukan evaluasi atas pelaksanaan proyek tahap pertama.
"Setelah melihat kemajuan pengembangan kegiatan riset dan pengembangan tahap pertama, akan dilakukan modifikasi dan penyempurnaan yang diperlukan, sehingga selanjutnya akan lebih mudah untuk dikembangkan ke kota-kota lainnya di Indonesia," ujar Azhar.
Melihat banyaknya sejumlah perusahaan asing yang menyatakan minatnya berinvestasi di Indonesia diharapkan bisa menyerap lapangan pekerjaan dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Kalau ada yang mengatakan banyak investor asing yang hengkang dari Indonesia dan memilih mengalihkan investasinya ke negara lain juga tak sepenuhnya benar.
Iklim usaha yang menarik disamping situasi keamanan dan politik yang aman serta didukung perbaikan regulasi yang kian kondusif, tampaknya membuat investor asing makin melirik Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam beberapa bulan ini mencatat ada sejumlah investor dari berbagai negara menyatakan minatnya berinvestasi di Indonesia.
BKPM mencatatkan pengajuan investasi dari investor Singapura sebesar 36,2 juta dolar AS (setara Rp452,5 miliar dengan kurs Rp12.500) di bidang industri kimia organik.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyebut investor Singapura itu memanfaatkan layanan izin investasi 3 jam dalam pengajuannya.
"Minat investasi yang disampaikan oleh investor asal Singapura tersebut positif, karena perusahaan akan mendaur ulang 'bleaching earth clay' atau juga dikenal dengan ampas buangan penyulingan minyak sawit," ucapnya.
Menurut Franky, dari laporan yang diterimanya perusahaan memiliki teknologi untuk mengekstrak kadar minyak sawit pada ampas yang kemudian dikumpulkan menjadi produk minyak sawit untuk bahan baku industri.
"Mereka berencana untuk berinvestasi di dua kawasan industri, yaitu di Riau dan Jawa Timur dengan nilai investasi masing-masing 19,2 juta dolar AS dan 17 juta dolar AS dengan penggunaan lahan sekitar dua hektare per industrinya," jelasnya.
Lebih lanjut, Franky mengemukakan bahwa beberapa perusahaan pengolahan kelapa sawit besar di Indonesia telah menyatakan ketertarikannya untuk memasok bahan baku kepada perusahaan tersebut.
Perusahaan-perusahaan itu bahkan telah melakukan komunikasi dengan beberapa perusahaan kepala sawit di Indonesia untuk memastikan ketersediaan bahan baku.
Pejabat Promosi Investasi Kantor perwakilan BKPM (IIPC) Singapura Ricky Kusmayadi mengatakan minat investasi ini telah diidentifikasi dan perusahaan beberapa kali melaksanakan pertemuan di kantor IIPC Singapura untuk mendapatkan informasi mengenai tahap-tahap berinvestasi di Indonesia.
"Dari beberapa pertemuan tersebut kami mengarahkan investor untuk merealisasikan minatnya menjadi komitmen investasi dan mereka langsung tertarik untuk memanfaatkan izin investasi 3 jam," paparnya.
Ia menambahkan, masuknya pengajuan izin dari investor tersebut berkontribusi positif pada pencapaian target IIPC Singapura di tahun 2016 ini.
"Kami terus akan menyediakan end to end services, bekerjasama dengan tim pemasaran Singapura dan perwakilan RI di Singapura, mulai dari mengawal di tingkat perizinan hingga perusahaan nantinya merealisasikan investasinya di Indonesia," ujarnya.
Langkah serupa dilakukan perusahaan farmasi Korea Selatan tertarik membuka pabrik bahan baku obat sekaligus membangun pusat riset di Indonesia senilai 95 juta dolar AS (setara Rp1,1 triliun, dengan kurs Rp12.500).
Franky Sibarani menyatakan pembangunan pusat riset dan pengembangan di bidang bioteknologi akan meningkatkan kemampuan Indonesia mengembangkan berbagai jenis bahan baku obat yang dibutuhkan, sekaligus sebagai transfer pengetahuan bagi industri farmasi Tanah Air.
"Rencana investasi tersebut bernilai strategis karena bahan baku obat juga merupakan produk substitusi impor. Ini akan mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat yang selama ini dilakukan," imbuhnya.
Franky menuturkan, investasi di bahan baku obat tersebut akan memiliki dampak yang positif tidak hanya terhadap bertambahnya ketersediaan obat, namun juga terhadap neraca perdagangan Indonesia karena mengurangi impor dan berpotensi untuk diekspor.
Saat ini, Indonesia masih sangat tergantung dengan impor bahan baku obat dari Tiongkok, India dan Eropa. "Ke depan, kemandirian ekonomi berbasis kekuatan Industri harus terus ditingkatkan agar kita menjadi negara yang berdaya saing untuk kompetisi di tingkat ASEAN maupun di tingkat global," tuturnya.
Bidang usaha bahan baku obat, tambah Franky, merupakan salah satu bidang usaha prioritas penanaman modal yang terus kita promosikan ke beberapa negara termasuk Korea Selatan.
"Kebetulan investor Korea Selatan termasuk yang cukup serius untuk menindaklanjuti pemasaran yang dilakukan," katanya.
Pejabat Promosi Investasi kantor perwakilan BKPM di Korea Selatan Imam Soejoedi mengatakan rencana investasi ini sudah mencapai tahap finalisasi untuk investasi di Indonesia.
Rencana pemerintah membuka 100 persen bidang usaha industri bahan baku obat, juga menjadi salah satu kunci percepatan rencana investasi tersebut.
Imam menambahkan, rencana investasi ini akan memberikan nilai lebih yang besar bagi perekonomian Indonesia dengan jumlah populasi Indonesia sudah diatas 250 juta jiwa, lantaran kebutuhan akan produk-produk farmasi akan terus meningkat ke depan.
"Untuk itu, kami akan terus mengawal rencana investasi ini agar dapat segera direalisasikan," ujarnya.
Perekonomian tergerak
Produsen tas asal Taiwan berencana untuk melakukan ekspansi bisnis ke Indonesia dengan menyiapkan 30 juta dolar AS (setara Rp375 miliar, kurs Rp12.500) dan diperkirakan menyerap 3.500 tenaga kerja.
Franky Sibarani mengatakan investor tersebut akan mengajukan izin prinsip pada tahun ini.
"Perusahaan sudah menyampaikan keseriusannya berinvestasi di Indonesia, mereka akan membangun pabrik tas di Jawa Barat dengan luas lahan yang cukup luas, sekitar 23 hektare," tambahnya.
Menurut Franky, perusahaan tersebut telah memiliki pabrik di Tiongkok dan Vietnam untuk memproduksi tas beberapa klien, di antaranya produk-produk tas olahraga, tas kamera serta merk koper ternama lainnya.
"Dengan meningkatnya daya beli kelas menengah Indonesia, produk-produk yang dihasilkan oleh investor akan memiliki pasar yang cukup prospektif di Indonesia," ujarnya.
Pembangunan pabrik tas itu, lanjut Franky, diharapkan mampu menciptakan dampak ganda bagi masyarakat sekitar.
"Akan ada efek berantai dari pembangunan pabrik tersebut, sehingga perekonomian daerah akan tergerak dan menyerap tenaga kerja lebih banyak dari yang dibutuhkan perusahaan," katanya.
Tak ketinggalan salah satu produsen "gadget" atau gawai ternama AS juga datang ke BKPM untuk mematangkan rencana investasi fasilitas riset dan pengembangan senilai 18 juta dolar AS.
"Tim yang datang adalah satu direktur dari Washington DC bersama tim mereka dari Singapura. Mereka akan segera mengajukan izin prinsip ke BKPM dan akan melakukan pertemuan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk membicarakan rencana kegiatan riset dan pengembangan," tutur Franky.
Dia menjelaskan bahwa dana senilai 18 juta dolar AS itu akan digunakan untuk penyiapan sarana tempat pelatihan dan pengadaan peralatan pelatihan, serta pengadaan tenaga ahli untuk mendidik sumber daya manusia (SDM) di Indonesia guna membangun aplikasi, perangkat lunak maupun desain produk lainnya.
Menurut Franky, pihak investor juga mengemukakan akan memfokuskan pengembangan fasilitas riset tersebut bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Azhar Lubis menambahkan bahwa proyek pertama investasi itu direncanakan dilakukan di Jawa Barat, bekerja sama dengan salah satu universitas lokal ternama.
Selanjutnya, kata dia, proyek tersebut rencananya akan dikembangkan di kota-kita lain di Indonesia, setelah dilakukan evaluasi atas pelaksanaan proyek tahap pertama.
"Setelah melihat kemajuan pengembangan kegiatan riset dan pengembangan tahap pertama, akan dilakukan modifikasi dan penyempurnaan yang diperlukan, sehingga selanjutnya akan lebih mudah untuk dikembangkan ke kota-kota lainnya di Indonesia," ujar Azhar.
Melihat banyaknya sejumlah perusahaan asing yang menyatakan minatnya berinvestasi di Indonesia diharapkan bisa menyerap lapangan pekerjaan dan pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016