Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh meminta pemerintah Aceh maupun pusat terus memperkuat pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, mengingat barang haram itu sangat mengancam masa depan generasi muda.
“Aceh juga dalam darurat narkoba yang kejahatannya memang satu. Tugas dan tanggung jawab kita untuk menyiapkan generasi emas Aceh dan Indonesia,” kata Wakil Ketua DPR Aceh Safaruddin di Banda Aceh, Selasa.
Hal itu disampaikan Safaruddin saat menerima kunjungan Komisi A DPRD Jawa Timur untuk menggalang masukan terkait perubahan Perda Jawa Timur Nomor 13 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba (P4GN).
Dia menjelaskan Aceh memiliki Qanun Nomor 8 tahun 2018 terkait Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Kondisi Aceh tidak jauh beda dengan Jawa Timur yang juga berstatus darurat narkoba.
Namun, dengan adanya wacana legalisasi ganja untuk medis, banyak pihak yang kemudian mendorong agar tumbuhan ganja dilegalkan di Tanah Rencong.
“Katanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, katanya. Namun kita perlu data empiris juga, fakta-fakta (legalisasi ganja) untuk bisa kita uji kelayakannya,” kata Safaruddin.
Di sisi lain, lanjut dia, berdasarkan laporan kepolisian bahwa kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu cukup banyak di Aceh. Bahkan barang bukti yang diamankan polisi dalam jumlah besar.
“Jadi pasokan ke Aceh sudah (ukuran) ton yang ditemukan, hal ini membuat Mabes Polri dan Polda Aceh kerap melakukan penyergapan di perairan Aceh, karena cukup mudah akses ke perairan kita dari jalur Thailand dan Malaysia,” katanya.
Meskipun tujuan pemasokan barang haram itu ke daerah lain, namun tidak sedikit juga sabu-sabu tinggal dan beredar di tengah masyarakat, sehingga Aceh berstatus darurat narkoba.
Aceh memiliki aturan yang bertujuan untuk menjerat pengedar maupun pengguna narkoba, salah satunya seperti hukum cambuk selain hukuman pidana yang diatur dalam KUHP, katanya.
Selain itu, Anggota Komisi I DPR Aceh Irawan Abdullah menyebutkan perlu keseriusan pemerintah dalam upaya pencegahan penggunaan narkoba di tengah masyarakat.
“Dalam konteks pemerintahan memang diperlukan keseriusan bukan hanya dari kita pemerintah daerah, tetapi pemerintah pusat. Apalagi dengan kondisi sekarang sangat masif terjadi di seluruh daerah untuk tingkat pelajar,” katanya.
Menurut dia, maraknya kasus penyalahgunaan narkoba juga dipicu oleh dunia hiburan seperti tempat karaoke dan lainnya. Untuk Aceh, tempat hiburan seperti tempat karaoke selalu mendapat evaluasi dari pemerintah.
Sebagai contoh, kata dia, adanya unjuk rasa yang dilakukan masyarakat pada salah satu hotel berbintang di Aceh lantaran dinilai menyalahgunakan izin, termasuk menjual minuman beralkohol.
“Kekuatan yang evaluasi paling kuat itu adalah civil society, yang datang karena menilai itu tidak sesuai dengan kaedah daerah, itu datang,” demikian Irawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
“Aceh juga dalam darurat narkoba yang kejahatannya memang satu. Tugas dan tanggung jawab kita untuk menyiapkan generasi emas Aceh dan Indonesia,” kata Wakil Ketua DPR Aceh Safaruddin di Banda Aceh, Selasa.
Hal itu disampaikan Safaruddin saat menerima kunjungan Komisi A DPRD Jawa Timur untuk menggalang masukan terkait perubahan Perda Jawa Timur Nomor 13 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan Narkoba (P4GN).
Dia menjelaskan Aceh memiliki Qanun Nomor 8 tahun 2018 terkait Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika. Kondisi Aceh tidak jauh beda dengan Jawa Timur yang juga berstatus darurat narkoba.
Namun, dengan adanya wacana legalisasi ganja untuk medis, banyak pihak yang kemudian mendorong agar tumbuhan ganja dilegalkan di Tanah Rencong.
“Katanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, katanya. Namun kita perlu data empiris juga, fakta-fakta (legalisasi ganja) untuk bisa kita uji kelayakannya,” kata Safaruddin.
Di sisi lain, lanjut dia, berdasarkan laporan kepolisian bahwa kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu cukup banyak di Aceh. Bahkan barang bukti yang diamankan polisi dalam jumlah besar.
“Jadi pasokan ke Aceh sudah (ukuran) ton yang ditemukan, hal ini membuat Mabes Polri dan Polda Aceh kerap melakukan penyergapan di perairan Aceh, karena cukup mudah akses ke perairan kita dari jalur Thailand dan Malaysia,” katanya.
Meskipun tujuan pemasokan barang haram itu ke daerah lain, namun tidak sedikit juga sabu-sabu tinggal dan beredar di tengah masyarakat, sehingga Aceh berstatus darurat narkoba.
Aceh memiliki aturan yang bertujuan untuk menjerat pengedar maupun pengguna narkoba, salah satunya seperti hukum cambuk selain hukuman pidana yang diatur dalam KUHP, katanya.
Selain itu, Anggota Komisi I DPR Aceh Irawan Abdullah menyebutkan perlu keseriusan pemerintah dalam upaya pencegahan penggunaan narkoba di tengah masyarakat.
“Dalam konteks pemerintahan memang diperlukan keseriusan bukan hanya dari kita pemerintah daerah, tetapi pemerintah pusat. Apalagi dengan kondisi sekarang sangat masif terjadi di seluruh daerah untuk tingkat pelajar,” katanya.
Menurut dia, maraknya kasus penyalahgunaan narkoba juga dipicu oleh dunia hiburan seperti tempat karaoke dan lainnya. Untuk Aceh, tempat hiburan seperti tempat karaoke selalu mendapat evaluasi dari pemerintah.
Sebagai contoh, kata dia, adanya unjuk rasa yang dilakukan masyarakat pada salah satu hotel berbintang di Aceh lantaran dinilai menyalahgunakan izin, termasuk menjual minuman beralkohol.
“Kekuatan yang evaluasi paling kuat itu adalah civil society, yang datang karena menilai itu tidak sesuai dengan kaedah daerah, itu datang,” demikian Irawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022