Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Lhokseumawe Yufrizal mengemukakan, pertumbuhan ekonomi di daerah itu mengalami kontraksi, sejak periode triwulan I 2014, sebagai imbas dari terjadinya devisit neraca perdangangan Aceh.

Di Lhokseumawe, Jumat, ia mengatakan, pertumbuhan ekspor Aceh yang melambat, menjadi salah satu alasan terjadinya kontraksi yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas dunia dan berakhirnya ekplorasi gas yang berdampak pada menurunnya kontribusi industri pengolahan di Aceh.

Namun, kata dia, kontraksi perekonomian tersebut dapat tertahan oleh peningkatan konsumsi masyarakat dan belanja modal pemerintah yang masing-masing memiliki kontribusi hampir 40 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Lhokseumawe.

"Hal ini menjadi indikasi tingginya pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di Aceh secara keseluruhan, sehingga percepatan realisasi anggaran pemerintah pada proyek pembangunan strategis sangat penting dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di Kota Lhokseumawe," jelas Yufrizal.

Lanjutnya lagi, dari sisi penawaran, perekonomian di Lhokseumawe terkontraksi akibat penurunan kontribusi dari sektor industri pengolahan dan industri pertambangan. Habisnya pasokan dan relatif tingginya harga gas di Aceh berimbas pada industri tersebut.

Ia juga menambahkan, tahun 2016 perekonomian Aceh diprediksikan akan membaik, dan masih dapat tumbuh pada kisaran asumsi pertumbuhan ekonomi secara nasional. Bahkan realisasi beberapa proyek pemerintah akan sangat membantu pertumbuhan perekonomian tersebut, antara lain seperti pabrik pupuk NPK PT PIM, jaringan pipa gas Arun-Belawan.

Ekplorasi gas pada Blok A Aceh Timur dan percepatan proyek fisik pemerintah seperti, Bendungan Krueng Keureto, Pelabuhan Krueng Geukuh, Jalur Kereta Api Aceh dan jalan penghubung Bener Meriah- Lhokseumawe serta peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui agroindustri.

Pewarta: Mukhlis

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016