Kualasimpang (ANTARA Aceh) - Boat tek-tek (dongpeng) Minggu (28/8) sore merapat di Dermaga Sungai Kuruk 3, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, lima orang awak boat merangsek ke daratan. 

Nampak wajah-wajah kecewa terpancar jelas diwajah Arfan, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Ujong Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang.

KTH merupakan sekelompok anak muda yang memproklamirkan diri; cinta terhadap lingkungan serta keanekaragaman hayati di habitat mangrove, terutama menyelamatkan spesies langka yakni tuntong laut yang menempati nomor urut ke 25 terpunah di dunia.

Arfan berucap, kondisi tuntong (Batagur Borneonensis) di perairan wilayah pesisir Aceh Tamiang semakin musnah, akibat terjaring oleh pukat trawl (pukat harimau) yang kerap beroperasi secara illegal di wilayah tersebut. Meski keberadaannya sudah dilarang berdasarkan Keppres Nomor 59 tahun 1984. 

Sedikitnya 75 unit pukat trawl ilegal terus beroperasi, tanpa tindakan dari aparat penegak hukum dan Pemkab Aceh Tamiang. 

Dilematisnya, Qanun tentang Penyelamatan Tuntong sudah disahkan oleh DPRK Aceh Tamiang, tapi babak perburuan tuntong memakai pukat trawl terus berlanjut, tanpa pencegahan. 

Sambil duduk dibataran paloh (alur) untuk melepas lelah, Arfan bercerita. Keberadaan pukat trawl sangat berdampak kepada menyusutnya bibit ikan di laut, tentunya hal ini akan mengurangi income masyarakat sekitar dari sektor perikanan. 

Kata dia, lambat laun pendapatan masyarakat di perairan sungai Kuruk 3 merosot drastis, karena bibit-bibit ikanpun punah. 

Arfan sedih melihat kondisi ini, namun dirinya tak mampu berbuat banyak, untuk memulihkan bibit-bibit ikan dan tuntong dari kepunahannya, hanya ada satu cara, memusnahkan pukat trawl tersebut.

Menurutnya kurun waktu satu tahun ini sedikitnya 10 tuntong yang terkena sapu jagat pukat trawl, nelayan semakin menambah daftar panjang menyusutnya habitat tuntong dalam wilayah itu. 

"Kita sudah duduk setikar dengan Camat, Polsek, Koramil, Panglima Laot  (lembaga adat laut) dan Mukim. Namun hingga kini belum ada efek jera yang dilakukan oleh Muspika Plus kepada nelayan trawl. Selain ikan dan tuntong, banyak species sumberdaya hayati musnah karenanya," cerita Arfan.  

Sementara data dari Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia (YSCLI) menyebutkan; perkembangbiakan tuntong laut di perairan Aceh Tamiang hanya tersisa 200 ekor lagi. 

Jika keberadaan pukat trawl tidak segera diatasi, maka habitat tuntong akan semakin cepat punah, katanya. 

Untuk menyeimbangkan kondisi tersebut; YSCLI kembali melepasliarkan  tukik (anak tuntong) ke habitatnya  setelah ditetaskan dan dibesarkan YSCLI. 

Pelepasan tukik minggu lalu itu melibatkan Bupati Aceh Tamiang Hamdan Sati dan Field Manager PT Pertamina aset I Rantau, Richard Muthalib melalui L&R Assistent Manager H Jufry serta Kepala Konservasi Wilayah I, Dedi dari BKSDA Aceh. 

"Kita terus melakukan penetasan telur tuntong dan melepaskan kehabitat asalnya, setelah melalui proses pengembangbiakan. Hal itu kita lakukan, agar keberadaan tuntong masih bisa bertahan kelestariaannya, dari kepunahan," kata Yusriono Direktur YSCLI.  
               
Menurut Yusriono, program pelestarian tuntong Laut merupakan dukungan sepenuhnya dari Pertamina EP Rantau melalui Cooporate Responsibility (CSR), dengan tema Pertamina peduli lingkungan. 

Ini perlu dilakukan secara sustainable sampai dipulihkannya populasi spesies ini. Selain itu secara genetika, populasi ini belum mencapai titik aman karena hasil penelitian bahwa populasi minimal yang dibutuhkan agar satwa jenis vertebrata ini dapat bertahan hidup, berkembang biak di alam minimal sekitar 4.800 individu. 

Ditegaskan, pentingnya melakukan upaya perlindungan habitat, tentunya memelihara agar keberadaa hutan bakau tetap terjaga, sehingga populasi ini dapat berkembang biak di alam secara bebas. 

Kecuali itu tadi, jika keberadaan pukat trawl dan langgar terus beroperasi semua yang dilakukan omong kosong belaka. 
                                                                                                
Pansus Lapangan 

Ketua DPRK Aceh Tamiang Ir Rusman menegaskan, pihaknya akan melakukan pansus ke lapangan, sesuai dengan laporan yang dikirim oleh LSM Advokasi Nelayan Tradisonal Aceh Tamiang.

Apalagi, menurutnya, keberadaan pukat trawl dan langgar sudah dilarang keberadaannya berdasarkan Undang-Undang. 

Memang perburuan tuntong akhir-akhir ini sudah pada tahap yang meresahkan, mengingat keberadaannya sudah semakin punah. 

"Kita harus selamatkan habitat tuntong laut ini, apalagi Qanun  tentang Tuntong Laut sudah kita sahkan, beberapa waktu lalu. Selayaknya kitra harus menjaga habitat ini," katanya. 

Lebih lanjut dikatakan, pansus yang akan dilakukan adalah persuasif dan prepentif. Hal itu untuk mencegah hal-hal yang timbul dikemudian hari.

"Kita tetap menjunjung tinggi musyawarah dan pendekatan, sebab kami kan dari masyarakat kembali ke masyarakat. Saya yakin mereka mau mengerti," Kata Rusman.

Pewarta: Syawaluddin

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016