Blangpidie  (ANTARA Aceh) - Potensi damar hutan di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) cukup besar, sehingga bisa dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Salah seorang pengusaha di Kecamatan Lembah Sabil, Abdya, Samsul Bahri, Selasa mengatakan, damar yang dijual warga pada dirinya, merupakan hasil pencarian di areal pegunungan  yang tidak begitu jauh dari pemukiman penduduk.

"Damar itu cukup mudah kita temui di hutan, karena hampir rata-rata wilayah pegunungan di daerah ini memiliki banyak bahan baku dengan jarak tempuh yang tidak begitu jauh dari pedesaan," katanya.

Meskipun sangat menjanjikan untuk meningkatkan perekonomian rumah tangga, namun pelaku pengusaha damar hutan masih minim untuk ditemui di Kabupaten Abdya, padahal permintaan pasar terus meningkat, katanya.

Ia mengatakan, selama ini cukup banyak damar hutan yang telah dikumpulkan warga di pengunungan, namun, tidak bisa dibawa pulang dalam jumlah besar, karena belum tersedianya akses jalan.

"Warga tidak bisa membawa pulang dalam jumlah besar. Selain terkendala dengan akses jalan, material damar itu termasuk benda berat, padahal bahan baku itu sudah banyak dikumpulkan," ujar dia.

Kata dia, harga damar yang masih untuk berbentuk kepingan dibeli dengan harga mencapai Rp4.000/Kg, sedangkan yang sudah dipecahkan seperti kerikil harga belinya meningkat lagi mencapai Rp5.000 sampai dengan Rp6.000/Kg.

"Kalau harganya cukup bervariatif, tergantung kondisi damar dijual. Kalau masih utuh kita tampung dengan harga rata-rata Rp4.000. Kalau sudah diolah dengan mesin harganya mencapai Rp8.000 hingga Rp10.000/Kg," ujarnya.

Samsul mengaku usaha damar yang ditekuninya berjalan dengan sukses dan telah membuahkan hasil meskipun damar yang diproduksi tersebut dengan menggunakan alat-alat tradisonal.

"Alhamdulillah, damar kita saat ini sudah menembus pasar Aceh dan sudah mampu produksi sebanyak 3 ton/bulan dengan peralatan tradisonal seadanya," katanya.

Kata dia, usaha damar tersebut telah dilakoninya sejak tahun 2004 dengan menggunakan alat penggiling tradisonal dengan cara menguras tenaga.

"Setelah 12 tahun menguras tenaga dengan alat tradisonal, kini sudah memiliki peralatan yang tergolong modern termasuk telah memiliki beberapa tenaga kerja yang direkrut dari keluarga," katanya.

Meskpun sudah memiliki alat modern, lanjut dia, usaha yang dilakoninya itu masih memiliki banyak kendala, terutama masih minimnya peralatan dan modal usaha, sementara permintaan pasar semakin meningkat.

"Saya berharap, pemerintah daerah memberikan perhatian lebih untuk membantu modal usaha,  supaya ke depan jumlah tenaga kerja bisa kita tingkatkan lagi," demikian Samsul.

Pewarta: Suprian

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2016