Seluruh perangkat Kampung (Desa) Perkebunan Alur Jambu, Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang, mengaku tidak menerima gaji/honor selama tiga tahun terhitung sejak 2020, 2021 dan 2022.
“Sudah tiga tahun honor kami sebagai perangkat desa tidak dikeluarkan oleh pemda, alasannya karena masyarakat desa kami terlalu sedikit sehingga alokasi dana desa (ADD) pun disetop,” kata Sarifuddin (41) kepada aceh.antaranews.com di Aceh Tamiang, Minggu.
Sarifuddin menjabat sebagai Ketua Masyarakat Duduk Setikar Kampung (MDSK) Kampung Perkebunan Alur Jambu, Kecamatan Bandar Pusaka. Dibawahnya ada sekretaris dan tiga orang anggota. Biasanya mereka rutin menerima honor setiap bulan dari desa.
“Gaji saya (Ketua MDSK) Rp400 ribu per bulan, sekretaris Rp250 ribu dan anggota Rp200 ribu per bulan,” sebutnya.
Selain unsur MDSK, semua perangkat seperti sekretaris desa (sekdes), bendahara, kepala dusun (Kadus), kepala urusan (Kaur) hingga imam desa juga bernasib sama belum terima gaji selama 36 bulan.
Sarifuddin membeberkan, upaya perangkat Kampung Perkebunan Alur Jambu untuk mendapatkan hak-nya (gaji) selama ini selalu menemui jalan buntu. Mereka tak berdaya menghadapi pejabat pemerintah daerah di era Bupati Mursil dan Wakil Bupati HT Insyafuddin yang seolah tak menganggap keberadaan Kampung Perkebunan Alur Jambu.
“Padahal setiap datang pemilu bupati kita pilih, DPR dan presiden kita pilih, masa honor perangkat desa lain keluar kami tidak. Pildatok/pilkades juga kemarin itu kami ada, kalau memang tidak bisa dikeluarkan honor hapus saja desa ini,” ketusnya.
Terkait gaji yang tertunggak tersebut Ketua MDSK yang juga buruh perusahaan perkebunan ini sudah mengadu ke pemerintahan tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten, namun tidak digubris. Bahkan hingga berakhirnya masa kepemimpinan Bupati Mursil dan lengsernya datok penghulu (Kades) Perkebunan Alur Jambu Syafrizal, honor perangkat belum dibayar.
“Saya dipanggil kapan pun siap, selama ini enggak ada orang yang tolong saya. Saya berharap di era Pj Bupati Meurah Budiman ini gaji kami selama tiga tahun bisa dikeluarkan,” ucapnya.
Namun Sarifudin mengakui honor perangkat desa tidak bisa cair awalnya ditengarai program dana desa tahun anggaran 2019 di Kampung Perkebunan Alur Jambu bermasalah hukum. Pasalnya kampung dalam areal HGU PT Desa Jaya ini tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan kucuran dana desa Rp1 miliar/tahun karena dianggap kampung kosong.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Citra Satelit luas wilayah Kampung Perkebunan Alur Jambu sekitar 16,95 kilometer persegi/dikelilingi kebun sawit. Sementara jumlah penduduknya sebanyak 17 KK atau 52 jiwa. Namun warganya tidak tinggal di kampung tersebut. Warga tinggal berpencar di kampung lain termasuk datok penghulu saat itu Syafrizal menetap di kampung tetangga.
Bila ada kegiatan di kampung, seperti musyawarah dan pelatihan warga baru dihubungi satu- persatu untuk datang. Aktivitas desa fiktif ini terungkap pada November 2019, kemudian Pemkab Aceh Tamiang melalui dinas terkait menyetop paksa aliran ADD untuk tahun selanjutnya hingga sekarang.
Camat Bandar Pusaka Cakra Agie Winapati dikonfirmasi, Minggu (8/1) malam membenarkan sudah tiga tahun terakhir seluruh perangkat Kampung Perkebunan Alur Jambu/PT Desa Jaya tidak digaji lagi. Pihak kecamatan telah merespon hal itu konsultasi ke berbagai pihak termasuk ke instansi vertikal.
“Kami sudah ke Dinas PMKPPKB Aceh Tamiang, pihak DPM minta harus ada legal opinion (kumpulan dokumen tertulis dari advokat) dari Kejaksaan setempat,” kata Cakra.
Cakra Agie menjelaskan selama ini gaji perangkat kampung berasal dari pos anggaran alokasi dana kampung (ADK/sumber dana perimbangan APBK) meliputi biaya operasional kantor dan honorium. Dia menyatakan tetap berupaya agar gaji perangkat Kampung Perkebunan Alur Jambu bisa dicairkan karena aktivitas pemerintahan masih berjalan.
“Kalau ADK Insya Allah masih ada harapan. Tapi anggaran DDs/sumber dari APBN selama dua tahun ini tidak masuk lagi sudah dihapus dari Kementerian Keuangan setelah dinyatakan desa fiktif,” jelas Cakra.
Cakra berharap kampung tersebut masih bisa manikmati anggaran ADK di 2023 karena orang nikah, mengurus adminduk masih ada, tanda tangan datok penghulu/kades masih berlaku.
“Saya sudah konsultasi ke DPM, sampai saat ini masih diusahakan. DPM mengarahkan ke Kejaksaan tempuh legal opinion. Masih dikaji oleh pihak Kejaksaan,” tukas Cakra Agie.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
“Sudah tiga tahun honor kami sebagai perangkat desa tidak dikeluarkan oleh pemda, alasannya karena masyarakat desa kami terlalu sedikit sehingga alokasi dana desa (ADD) pun disetop,” kata Sarifuddin (41) kepada aceh.antaranews.com di Aceh Tamiang, Minggu.
Sarifuddin menjabat sebagai Ketua Masyarakat Duduk Setikar Kampung (MDSK) Kampung Perkebunan Alur Jambu, Kecamatan Bandar Pusaka. Dibawahnya ada sekretaris dan tiga orang anggota. Biasanya mereka rutin menerima honor setiap bulan dari desa.
“Gaji saya (Ketua MDSK) Rp400 ribu per bulan, sekretaris Rp250 ribu dan anggota Rp200 ribu per bulan,” sebutnya.
Selain unsur MDSK, semua perangkat seperti sekretaris desa (sekdes), bendahara, kepala dusun (Kadus), kepala urusan (Kaur) hingga imam desa juga bernasib sama belum terima gaji selama 36 bulan.
Sarifuddin membeberkan, upaya perangkat Kampung Perkebunan Alur Jambu untuk mendapatkan hak-nya (gaji) selama ini selalu menemui jalan buntu. Mereka tak berdaya menghadapi pejabat pemerintah daerah di era Bupati Mursil dan Wakil Bupati HT Insyafuddin yang seolah tak menganggap keberadaan Kampung Perkebunan Alur Jambu.
“Padahal setiap datang pemilu bupati kita pilih, DPR dan presiden kita pilih, masa honor perangkat desa lain keluar kami tidak. Pildatok/pilkades juga kemarin itu kami ada, kalau memang tidak bisa dikeluarkan honor hapus saja desa ini,” ketusnya.
Terkait gaji yang tertunggak tersebut Ketua MDSK yang juga buruh perusahaan perkebunan ini sudah mengadu ke pemerintahan tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten, namun tidak digubris. Bahkan hingga berakhirnya masa kepemimpinan Bupati Mursil dan lengsernya datok penghulu (Kades) Perkebunan Alur Jambu Syafrizal, honor perangkat belum dibayar.
“Saya dipanggil kapan pun siap, selama ini enggak ada orang yang tolong saya. Saya berharap di era Pj Bupati Meurah Budiman ini gaji kami selama tiga tahun bisa dikeluarkan,” ucapnya.
Namun Sarifudin mengakui honor perangkat desa tidak bisa cair awalnya ditengarai program dana desa tahun anggaran 2019 di Kampung Perkebunan Alur Jambu bermasalah hukum. Pasalnya kampung dalam areal HGU PT Desa Jaya ini tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan kucuran dana desa Rp1 miliar/tahun karena dianggap kampung kosong.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Citra Satelit luas wilayah Kampung Perkebunan Alur Jambu sekitar 16,95 kilometer persegi/dikelilingi kebun sawit. Sementara jumlah penduduknya sebanyak 17 KK atau 52 jiwa. Namun warganya tidak tinggal di kampung tersebut. Warga tinggal berpencar di kampung lain termasuk datok penghulu saat itu Syafrizal menetap di kampung tetangga.
Bila ada kegiatan di kampung, seperti musyawarah dan pelatihan warga baru dihubungi satu- persatu untuk datang. Aktivitas desa fiktif ini terungkap pada November 2019, kemudian Pemkab Aceh Tamiang melalui dinas terkait menyetop paksa aliran ADD untuk tahun selanjutnya hingga sekarang.
Camat Bandar Pusaka Cakra Agie Winapati dikonfirmasi, Minggu (8/1) malam membenarkan sudah tiga tahun terakhir seluruh perangkat Kampung Perkebunan Alur Jambu/PT Desa Jaya tidak digaji lagi. Pihak kecamatan telah merespon hal itu konsultasi ke berbagai pihak termasuk ke instansi vertikal.
“Kami sudah ke Dinas PMKPPKB Aceh Tamiang, pihak DPM minta harus ada legal opinion (kumpulan dokumen tertulis dari advokat) dari Kejaksaan setempat,” kata Cakra.
Cakra Agie menjelaskan selama ini gaji perangkat kampung berasal dari pos anggaran alokasi dana kampung (ADK/sumber dana perimbangan APBK) meliputi biaya operasional kantor dan honorium. Dia menyatakan tetap berupaya agar gaji perangkat Kampung Perkebunan Alur Jambu bisa dicairkan karena aktivitas pemerintahan masih berjalan.
“Kalau ADK Insya Allah masih ada harapan. Tapi anggaran DDs/sumber dari APBN selama dua tahun ini tidak masuk lagi sudah dihapus dari Kementerian Keuangan setelah dinyatakan desa fiktif,” jelas Cakra.
Cakra berharap kampung tersebut masih bisa manikmati anggaran ADK di 2023 karena orang nikah, mengurus adminduk masih ada, tanda tangan datok penghulu/kades masih berlaku.
“Saya sudah konsultasi ke DPM, sampai saat ini masih diusahakan. DPM mengarahkan ke Kejaksaan tempuh legal opinion. Masih dikaji oleh pihak Kejaksaan,” tukas Cakra Agie.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023