Sejumlah aktivis dari berbagai lembaga pemerhati lingkungan menyarankan agar muara sungai Aceh Tamiang di bibir laut lepas Selat Malaka dikeruk karena sudah terjadi pendangkalan sungai akibat sedimentasi/endapan yang begitu parah sepanjang ribuan meter.
"Sedimentasi itu terjadi bertahun-tahun sejak banjir bandang 2006. Ini harus dilakukan pengerukan karena badan sungai sudah seperti pantai dipenuhi material pasir," kata Zulkarnain dari komunitas Green Investment, di Karang Baru, Selasa.
Zulkarnain yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Bina Arsitektur Madani (Lebam) menyatakan hal itu usai meninjau kondisi muara sungai dangkal di Desa Kuala Peunaga dan Desa Kuala Genting, Kecamatan Bendahara bersama komunitas Green Investment Aceh Tamiang, Minggu (26/2).
Selama ini pihaknya mengaku sudah melakukan pengamatan muara sungai Aceh Tamiang dari 2009 atau tiga tahun setelah terjadi banjir maha dahsyat di kabupaten ujung timur Aceh tersebut. Dampak pendangkalan yang diteliti komunitas hijau ini berada di Kuala Genting dengan panjang sedimentasi mencapai 3,5 kilometer dan lebar 1,2 kilometer serta di Kuala Peunaga panjang sedimentasi 2,2 kilometer dan luas 750 meter.
"Pengerukan muara harus dilakukan di dua lokasi tersebut dengan kedalaman 5 sampai 12 meter mengangkat material jenis pasir sungai," ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Zul Lebam ini memaparkan tahap pertama yang harus dilakukan adalah pengerukan muara sungai di Desa Kuala Peunaga dan Kuala Genting sebagai solusi mengatasi bencana banjir setiap tahun. Pasalnya sedimentasi di area itu telah menghambat arus sungai, pasang surut air laut dan jalur pelayaran kapal nelayan jadi terganggu.
"Aliran sungai Aceh Tamiang seharusnya berakhir ke laut lepas. Akibat terjadi sedimentasi air dari hulu tertahan membuat banjir lambat surut karena tidak terbuang ke laut," ujarnya.
Zul Lebam ahli perancangan bangunan ini menjelaskan ada tiga jenis sedimentasi yang terjadi di muara sungai Aceh Tamiang, yakni air sungai (Akuatis), air laut (Marine) dan sedimentasi angin (Aeolis).
Biasanya yang sering terjadi, kata dia sedimentasi air sungai yaitu pengendapan yang disebabkan material yang terbawa oleh air. Proses pengendapan akuatis ini mengandalkan kekuatan aliran air, ketika arus kencang maka material akan terbawa dan jika arus melemah maka material akan mengendap.
"Pengendapan jenis ini umumnya terjadi pada aliran-aliran sungai yang mengalami pelemahan arus, misalnya membentuk dataran banjir dan alluvial," jelasnya.
Adapun lembaga yang tergabung dalam komunitas Green Investment Aceh Tamiang terdiri dari Lebam, LembAHtari, Forum Corporate Social Responsibility (FCSR), Yayasan Satu Cinta Lestari Indonesia (YSCLI), BEM STAI Aceh Tamiang.
Kepedulian penyelamatan sungai dan bencana banjir ini juga melibatkan unsur pejabat BPBD dan Disparpora Kabupaten Aceh Tamiang.
Hal senada dikatakan Direktur Eksekuif LembAHtari Sayed Zainal. Ia menyatakan Wilayah Sungai Daerah Aliran Sungai (WS-DAS) Aceh Tamiang kondisinya sangat kritis dan perlu dilakukan pemulihan dengan cara pengerukan.
Pengerukan dua kuala merupakan langkah yang tepat agar arus luapan sungai menjadi lancar.
"Sungai kita tertutup di dua muara tersebut, jadi harus dilakukan pengerukan di muara. Ketika dilakukan pengerukan di muara secara otomatis mengurangi beban sedimentasi," sebut Sayed Zainal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Sedimentasi itu terjadi bertahun-tahun sejak banjir bandang 2006. Ini harus dilakukan pengerukan karena badan sungai sudah seperti pantai dipenuhi material pasir," kata Zulkarnain dari komunitas Green Investment, di Karang Baru, Selasa.
Zulkarnain yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Bina Arsitektur Madani (Lebam) menyatakan hal itu usai meninjau kondisi muara sungai dangkal di Desa Kuala Peunaga dan Desa Kuala Genting, Kecamatan Bendahara bersama komunitas Green Investment Aceh Tamiang, Minggu (26/2).
Selama ini pihaknya mengaku sudah melakukan pengamatan muara sungai Aceh Tamiang dari 2009 atau tiga tahun setelah terjadi banjir maha dahsyat di kabupaten ujung timur Aceh tersebut. Dampak pendangkalan yang diteliti komunitas hijau ini berada di Kuala Genting dengan panjang sedimentasi mencapai 3,5 kilometer dan lebar 1,2 kilometer serta di Kuala Peunaga panjang sedimentasi 2,2 kilometer dan luas 750 meter.
"Pengerukan muara harus dilakukan di dua lokasi tersebut dengan kedalaman 5 sampai 12 meter mengangkat material jenis pasir sungai," ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Zul Lebam ini memaparkan tahap pertama yang harus dilakukan adalah pengerukan muara sungai di Desa Kuala Peunaga dan Kuala Genting sebagai solusi mengatasi bencana banjir setiap tahun. Pasalnya sedimentasi di area itu telah menghambat arus sungai, pasang surut air laut dan jalur pelayaran kapal nelayan jadi terganggu.
"Aliran sungai Aceh Tamiang seharusnya berakhir ke laut lepas. Akibat terjadi sedimentasi air dari hulu tertahan membuat banjir lambat surut karena tidak terbuang ke laut," ujarnya.
Zul Lebam ahli perancangan bangunan ini menjelaskan ada tiga jenis sedimentasi yang terjadi di muara sungai Aceh Tamiang, yakni air sungai (Akuatis), air laut (Marine) dan sedimentasi angin (Aeolis).
Biasanya yang sering terjadi, kata dia sedimentasi air sungai yaitu pengendapan yang disebabkan material yang terbawa oleh air. Proses pengendapan akuatis ini mengandalkan kekuatan aliran air, ketika arus kencang maka material akan terbawa dan jika arus melemah maka material akan mengendap.
"Pengendapan jenis ini umumnya terjadi pada aliran-aliran sungai yang mengalami pelemahan arus, misalnya membentuk dataran banjir dan alluvial," jelasnya.
Adapun lembaga yang tergabung dalam komunitas Green Investment Aceh Tamiang terdiri dari Lebam, LembAHtari, Forum Corporate Social Responsibility (FCSR), Yayasan Satu Cinta Lestari Indonesia (YSCLI), BEM STAI Aceh Tamiang.
Kepedulian penyelamatan sungai dan bencana banjir ini juga melibatkan unsur pejabat BPBD dan Disparpora Kabupaten Aceh Tamiang.
Hal senada dikatakan Direktur Eksekuif LembAHtari Sayed Zainal. Ia menyatakan Wilayah Sungai Daerah Aliran Sungai (WS-DAS) Aceh Tamiang kondisinya sangat kritis dan perlu dilakukan pemulihan dengan cara pengerukan.
Pengerukan dua kuala merupakan langkah yang tepat agar arus luapan sungai menjadi lancar.
"Sungai kita tertutup di dua muara tersebut, jadi harus dilakukan pengerukan di muara. Ketika dilakukan pengerukan di muara secara otomatis mengurangi beban sedimentasi," sebut Sayed Zainal.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023