Empat anak korban eksploitasi secara ekonomi asal Aceh Besar yang sebelumnya telah dibina di Rumah Singgah Lamjabat telah diserahkan ke Rumoh Seujahtera Aneuk Nanggroe (RSAN) Dinsos Aceh untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut selama dua bulan.
Kepala UPTD RSAN Michael Oktaviano, di Banda Aceh, Rabu, mengatakan anak-anak korban eksploitasi itu yakni AS (10), MA (13), AS (10), dan AM (8) yang diminta untuk berjualan buah jambu klutuk di jalan dan tempat publik.
Karena itu, mereka akan mendapatkan pembinaan di RSAN lebih kurang dua bulan sambil menunggu proses penegakan hukum kepada tersangka yang melakukan eksploitasi anak-anak tersebut.
"Informasi dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Banda Aceh proses hukum sampai mereka bisa diminta keterangan maksimal lebih kurang dua bulan mereka akan dibina," ujarnya.
Baca juga: Dewan minta polisi ungkap pelaku eksploitasi anak lainnya di Banda Aceh
Sebelumnya, Satreskrim Polresta Banda Aceh telah menangkap SA (27) wiraswasta asal Neuheun, Aceh Besar tersangka eksploitasi secara ekonomi terhadap empat orang anak tersebut pada Kamis (26/6).
Berdasarkan hasil pemeriksaan unit PPA, anak-anak tersebut menjual buah jambu klutuk yang sudah dikemas sebanyak 30-50 cup dan dijual Rp10 ribu per cupnya kepada tiap korban. Para korban tersebut diberikan upah Rp2 ribu setiap cup yang berhasil dijual.
Setiap anak mampu menjual sekitar 30 cup dan penghasilan yang didapatkan Rp60 ribu, sedangkan tersangka SA meraup keuntungan Rp900 ribu per harinya.
Michael menyampaikan, selama dibina di UPTD RSAN, anak-anak korban eksploitasi ini akan diasuh dan diberikan pembekalan pendidikan ilmu agama dan ilmu umum, segala kebutuhan mereka juga disiapkan.
"Kita berikan pembinaan membaca Al Quran, mengajarkan fiqih, dan juga diajak bermain selayaknya anak-anak pada umumnya. Makan dan minum juga disiapkan," katanya.
Setelah dibina, selama dua bulan dan proses penegakan hukum kepada tersangka eksploitasi anak selesai dilakukan, para korban nantinya akan dikembalikan kepada orang tua.
"Opsinya dari pihak Polresta Banda Aceh akan dikembalikan ke orang tua setelah menjalani proses saksi hukum terhadap tersangka," ujarnya.
Michael mengatakan bahwa pihaknya tidak keberatan jika anak-anak tersebut tetap dibina di UPTD RSAN agar empat orang anak itu tidak menjadi korban lagi dan kembali mengais rezeki di jalan.
"Karena kondisi keluarganya juga kurang mampu dan lingkungan tempat mereka tinggal ternyata orang-orang yang suka berjualan dan mengemis di jalan. Jadi, kalau mereka ingin melanjutkan ke RSAN akan kita siapin," katanya.
Michael berharap, kedepannya Polresta Banda Aceh dan Dinas Sosial terus melakukan penegakan hukum kepada pelaku eksploitasi anak agar ada efek jera dan tidak muncul korban lainnya.
"UPTD RSAN pun siap bersinergi menerima anak korban eksploitasi bukan hanya di Banda Aceh, tetapi di seluruh Aceh," demikian Michael.
Baca juga: Cabuli santri puluhan kali, oknum guru dayah di Lhokseumawe ditangkap
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
Kepala UPTD RSAN Michael Oktaviano, di Banda Aceh, Rabu, mengatakan anak-anak korban eksploitasi itu yakni AS (10), MA (13), AS (10), dan AM (8) yang diminta untuk berjualan buah jambu klutuk di jalan dan tempat publik.
Karena itu, mereka akan mendapatkan pembinaan di RSAN lebih kurang dua bulan sambil menunggu proses penegakan hukum kepada tersangka yang melakukan eksploitasi anak-anak tersebut.
"Informasi dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Banda Aceh proses hukum sampai mereka bisa diminta keterangan maksimal lebih kurang dua bulan mereka akan dibina," ujarnya.
Baca juga: Dewan minta polisi ungkap pelaku eksploitasi anak lainnya di Banda Aceh
Sebelumnya, Satreskrim Polresta Banda Aceh telah menangkap SA (27) wiraswasta asal Neuheun, Aceh Besar tersangka eksploitasi secara ekonomi terhadap empat orang anak tersebut pada Kamis (26/6).
Berdasarkan hasil pemeriksaan unit PPA, anak-anak tersebut menjual buah jambu klutuk yang sudah dikemas sebanyak 30-50 cup dan dijual Rp10 ribu per cupnya kepada tiap korban. Para korban tersebut diberikan upah Rp2 ribu setiap cup yang berhasil dijual.
Setiap anak mampu menjual sekitar 30 cup dan penghasilan yang didapatkan Rp60 ribu, sedangkan tersangka SA meraup keuntungan Rp900 ribu per harinya.
Michael menyampaikan, selama dibina di UPTD RSAN, anak-anak korban eksploitasi ini akan diasuh dan diberikan pembekalan pendidikan ilmu agama dan ilmu umum, segala kebutuhan mereka juga disiapkan.
"Kita berikan pembinaan membaca Al Quran, mengajarkan fiqih, dan juga diajak bermain selayaknya anak-anak pada umumnya. Makan dan minum juga disiapkan," katanya.
Setelah dibina, selama dua bulan dan proses penegakan hukum kepada tersangka eksploitasi anak selesai dilakukan, para korban nantinya akan dikembalikan kepada orang tua.
"Opsinya dari pihak Polresta Banda Aceh akan dikembalikan ke orang tua setelah menjalani proses saksi hukum terhadap tersangka," ujarnya.
Michael mengatakan bahwa pihaknya tidak keberatan jika anak-anak tersebut tetap dibina di UPTD RSAN agar empat orang anak itu tidak menjadi korban lagi dan kembali mengais rezeki di jalan.
"Karena kondisi keluarganya juga kurang mampu dan lingkungan tempat mereka tinggal ternyata orang-orang yang suka berjualan dan mengemis di jalan. Jadi, kalau mereka ingin melanjutkan ke RSAN akan kita siapin," katanya.
Michael berharap, kedepannya Polresta Banda Aceh dan Dinas Sosial terus melakukan penegakan hukum kepada pelaku eksploitasi anak agar ada efek jera dan tidak muncul korban lainnya.
"UPTD RSAN pun siap bersinergi menerima anak korban eksploitasi bukan hanya di Banda Aceh, tetapi di seluruh Aceh," demikian Michael.
Baca juga: Cabuli santri puluhan kali, oknum guru dayah di Lhokseumawe ditangkap
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023