Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Ulama dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh Ustaz H Gamal Achyar Lc MA menyatakan, Ilmu Faraidh (waris) saat ini mulai dilupakan bahkan ditinggalkan pelaksanaannya oleh umat Islam, sehingga sering terjadi sengketa pembagian harta.

Saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di "Rumoh Aceh Kupi Luwak", Jeulingke, Banda Aceh, belum lama ini, ia menilai, ilmu waris tidak lagi menjadi perhatian umat, maka banyak terjadi sengketa yang menjurus keributan dalam keluarga.

Pembagian harta tidak lagi mengacu pada aturan Ilmu Faraidh yang langsung bersumber dan diatur oleh Allah SWT untuk kemaslahatan umat, kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN itu.

Untuk itu, umat ini dianjurkan untuk mempelajari ilmu waris dan mengamalkannya dengan benar, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, "Pelajarilah ilmu waris dan ajarkan, karena ilmu waris merupakan sebagian dari ilmu. Ilmu waris adalah ilmu yang mudah dilupakan dan yang pertama kali dicabut dari umatku".

"Meskipun kita beragama Islam, namun bukan berarti hukum waris dijalankan dengan benar di tengah masyarakat umat Islam. Dalam kenyataannya, hukum waris yang menjadi salah satu ilmu paling penting di sisi Allah SWT, justru banyak ditinggalkan oleh pemeluk agama Islam sendiri," ujar Ustaz Gamal Achyar''.

Dijelaskannya, ilmu waris merupakan salah satu ilmu dalam Islam yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, terutama bagi masyarakat awam.

Hingga kini, banyak umat Islam yang tak memahami ilmu waris Islam, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kerap mendengar keributan dan sengketa dalam keluarga akibat pembagian harta warisan tidak sesuai dengan ajaran Islam, ujar dia.

"Kita kerap mendengar sebuah keluarga bertengkar atau saling menggugat di pengadilan demi berebut hak waris. Abang ribut dengan adiknya, anak bersengketa dengan orang tua, bahkan kerap terjadi saling bunuh membunuh gara-gara harta warisan ini," kata Wakil Ketua Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Kota Banda Aceh ini.

Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan hukum waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Al-Qur'an. Semua yang sudah diatur dalam Al-Qur'an bertujuan memberikan keadilan pada setiap orang.

Selain itu, Rasulullah juga memerintahkan umat Islam untuk mempelajari dan mendalami ilmu waris ini, tambah dia.

"Mencari dan menggali Ilmu Faraidh mengandung beberapa ratus kebajikan, sedangkan ilmu selainnya cuma sepuluh kebajikan," sebutnya.

Disebutkannya, Nabi Muhammad SAW, sekitar 14 abad yang lalu telah memprediksi bahwa pembagian masalah harta warisan bisa menimbulkan pertengkaran.

Untuk itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur dan mengajarkan tata cara pembagian harta waris secara rinci.

Islam mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam skala kecil maupun besar, termasuk di antaranya tekait pembagian warisan. Ajaran Islam juga berupaya mengganti pola kewarisan yang berlaku di zaman jahiliyah dengan pola kewarisan yang lebih adil, tutur dia.

Dalam hukum waris Islam, setiap pribadi, baik itu laki-laki maupun perempuan, berhak memiliki harta benda. Kaum wanita, selain berhak memiliki harta benda, juga berhak mewariskan dan mewarisi sebagaimana laki-laki.

Sistem pembagian waris yang diajarkan Islam itu lebih adil jika dibandingkan dengan yang diterapkan masyarakat Arab di zaman jahiliyah.

Pada masa itu, bukan hanya tak bisa mewarisi dan mewariskan, kaum wanita tak diperbolehkan memiliki harta benda, kecuali wanita-wanita dari kalangan elit.

Bahkan, pada masa itu, wanita menjadi sesuatu yang diwariskan. Allah SWT dalam Alquran Surat An-Nisa ayat 19 menegur kebiasaan orang-orang Arab yang suka mewarisi perempuan dengan paksa.

Hukum waris Islam secara rinci mengatur siapa saja yang berhak, siapa yang tak berhak, dan ukuran atau bagian yang harus diterima setiap ahli waris. Ketentuan pembagian waris itu telah tercantum dalam sumber hukum Islam yang paling utama, yakni Alquran.

Sehingga mempunyai kekuatan hukum tertinggi karena sifat turunnya ayat-ayat itu tak diragukan dan pasti. Terlebih, ayat-ayat tentang waris begitu jelas dan tak memerlukan penafsiran lain. Ayat-ayat tentang waris terutama terdapat dalam Surah An-Nisa ayat 7, 8, 11, 12 dan 176.

Seperti halnya ibadah-ibadah yang ada dalam ajaran Islam, waris pun dilengkapi dengan syarat dan rukun. Syarat waris itu, antara lain, pewaris (yang wafat), ahli waris (yang hidup), dan tak ada penghalang dalam mendapatkan warisan.

Rukun-rukun waris, kata Gamal Achyar, juga terdiri atas tiga, yakni orang yang meninggal, ahli waris, dan harta yang diwariskan. Ketiga perkara ini merupakan perkara penting yang harus ada dalam sebuah proses pewarisan.

Gamal Achyar juga mengungkapkan beberapa kekeliruan dalam memandang hukum waris di dalam syariat Islam antara lain, seperti menyamakan bagian anak laki-laki dan perempuan. Ini merupakan masalah yang klasik dan paling sering terjadi di tengah masyarakat yang mengaku agamis dan Islamis.

"Padahal ketentuan bahwa bagian anak perempuan itu separuh dari bagian anak laki-laki bukan sekedar karangan atau ciptaan manusia, melainkan sebuah ketetapan yang langsung Allah SWT turunkan kepada kita," tegas dia.

"Kalau mau protes dan keberatan, silahkan langsung ajukan kepada Allah SWT. Kalau di masa pensyariatan dulu, bisa saja keberatan itu direspon langsung oleh Allah SWT, sehingga hukumnya diubah atau minimal diringankan. Tetapi kita sekarang ini hidup di luar era pensyariatan, maka semua yang sudah ditetapkan itu adalah ketetapan yang tidak bisa diprotes lagi. Protes berarti kafir dan menentang hukum-Nya," terang Gamal.

Untuk itu Allah SWT sudah menegaskan ketentuan-Nya yang sudah baku tidak boleh diubah-ubah dalam Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya, "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta".

Namun, meski ayat ini sering dibaca berulang-ulang, tapi dalam pelaksanannya cenderung hampir semua keluarga menjalankan cara-cara yang bertentangan dengan aturan syariah Islam ini.

Alasannya bermacam-macam. Bisa karena memang tidak tahu adanya aturan tersebut, lantaran selama ini lebih terdidik dengan sistem waris versinya, katanya.

Namun alasannya kadang bisa juga bukan karena tidak tahu, tetapi menganggap enteng urusan seperti ini. Dikiranya melanggar ketentuan syariah dalam masalah ini tidak mengapa, karena memang selama ini agama yang dijalankannya hanya sebatas masalah ritual dan syiar-syiar belaka.

"Padahal, ini merupakan bentuk ketaatan kita kepada Allah untuk menjalankan semua perintahnya, tanpa kecuali jika kita ingin mengharapkan keridhaan-Nya dalam hidup ini," sebutnya.

Pewarta:

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017