Polresta Banda Aceh memastikan bahwa kasus dugaan korupsi lahan zikir Nurul Arafah Islamic Center Gampong Ulee Lheue Banda Aceh tetap berlanjut hingga ke persidangan, meskipun masa penahanan dua dari tiga tersangka telah berakhir.
"Meski masa tahanannya habis, polisi masih terus melanjutkan perkara yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1 miliar (berdasarkan hasil audit BPKP) ini," kata Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama di Banda Aceh, Jumat.
Dua tersangka yang telah habis masa tahanannya itu yakni DA selaku mantan Keuchik Gampong Ulee Lheue dan SH yang saat ini masih menjabat sebagai Kasi Pemerintahan Gampong Ulee Lheue Banda Aceh.
Keduanya, kata Fadillah, ditahan selama 120 hari sejak tanggal 4 Juli 2023 hingga 31 Oktober 2023, sembari penyidik merampungkan berkas perkaranya untuk dapat disidangkan. Saat ini JPU masih meneliti perkara tersebut.
"JPU (Kejari Banda Aceh) masih meneliti terkait saksi ahli pidana dan pertanahan," ujarnya.
Fadillah menjelaskan, masa penahanan terhadap DA dan SH tidak dapat lagi diperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disebutkan dalam Pasal 29 ayat 6 KUHAP.
Pasca penangkapan, keduanya telah ditahan di Mapolresta Banda Aceh selama 20 hari. Lalu, masa tahanan DA dan SH diperpanjang selama 40 hari. Penyidik kemudian melimpahkan berkas perkaranya ke jaksa.
Saat itu, kata Fadillah, JPU mengembalikan berkas perkara dengan alasan adanya sejumlah hal yang belum dilengkapi. Hingga akhirnya, masa penahanan mereka kembali diperpanjang selama 60 hari sembari penyidik melengkapi berkasnya.
"Meski demikian, perkara ini tidak berhenti disini, penyidikan berlanjut sampai jaksa menentukan berkas lengkap (P21) dan penyidik melanjutkan ke tahap dua dengan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa," katanya.
Dirinya menuturkan, secara umum, koordinasi penyidik dengan jaksa penuntut umum telah dilakukan. Hal ini merupakan bentuk Criminal Justice System (CJS), di mana ada peran jaksa dalam meneliti demi kelengkapan suatu berkas perkara guna penuntutan.
Mekanisme itu didasarkan dari peraturan perundangan hukum acara pidana, yaitu UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Penegasan kembali terhadap perkara ini bukan dibebaskan tersangkanya, tapi masa penahanannya sudah habis, dan tentunya perkara prosesnya tetap lanjut sampai di persidangan," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Fadillah, untuk satu tersangka lainnya yakni Kepala Dinas PUPR Kota Banda Aceh M Yasir sejauh ini masih ditahan di Mapolresta Banda Aceh hingga akhir November 2023 nanti.
"Penyidik juga masih melengkapi berkas perkara MY untuk nantinya dilimpahkan ke kejaksaan demi kepentingan proses hukum selanjutnya," demikian Kompol Fadillah.
Seperti diketahui, Satreskrim Polresta Banda Aceh sedang mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan zikir Nurul Arafah Islamic Center di Gampong Ulee Lheue Banda Aceh.
Proyek pengadaan lahan itu bersumber dari dana APBK tahun 2018 hingga mencapai Rp3 miliar lebih. Dalam kasus itu, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni DA, SH serta Kadis PUPR Banda Aceh.
Selain tersangka, polisi ikut menyita sejumlah aset berupa tiga persil tanah dan lainnya. Hasil audit BPKP pun menyebutkan adanya kerugian negara hingga Rp1 miliar dalam kegiatan tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
"Meski masa tahanannya habis, polisi masih terus melanjutkan perkara yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1 miliar (berdasarkan hasil audit BPKP) ini," kata Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama di Banda Aceh, Jumat.
Dua tersangka yang telah habis masa tahanannya itu yakni DA selaku mantan Keuchik Gampong Ulee Lheue dan SH yang saat ini masih menjabat sebagai Kasi Pemerintahan Gampong Ulee Lheue Banda Aceh.
Keduanya, kata Fadillah, ditahan selama 120 hari sejak tanggal 4 Juli 2023 hingga 31 Oktober 2023, sembari penyidik merampungkan berkas perkaranya untuk dapat disidangkan. Saat ini JPU masih meneliti perkara tersebut.
"JPU (Kejari Banda Aceh) masih meneliti terkait saksi ahli pidana dan pertanahan," ujarnya.
Fadillah menjelaskan, masa penahanan terhadap DA dan SH tidak dapat lagi diperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disebutkan dalam Pasal 29 ayat 6 KUHAP.
Pasca penangkapan, keduanya telah ditahan di Mapolresta Banda Aceh selama 20 hari. Lalu, masa tahanan DA dan SH diperpanjang selama 40 hari. Penyidik kemudian melimpahkan berkas perkaranya ke jaksa.
Saat itu, kata Fadillah, JPU mengembalikan berkas perkara dengan alasan adanya sejumlah hal yang belum dilengkapi. Hingga akhirnya, masa penahanan mereka kembali diperpanjang selama 60 hari sembari penyidik melengkapi berkasnya.
"Meski demikian, perkara ini tidak berhenti disini, penyidikan berlanjut sampai jaksa menentukan berkas lengkap (P21) dan penyidik melanjutkan ke tahap dua dengan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa," katanya.
Dirinya menuturkan, secara umum, koordinasi penyidik dengan jaksa penuntut umum telah dilakukan. Hal ini merupakan bentuk Criminal Justice System (CJS), di mana ada peran jaksa dalam meneliti demi kelengkapan suatu berkas perkara guna penuntutan.
Mekanisme itu didasarkan dari peraturan perundangan hukum acara pidana, yaitu UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Penegasan kembali terhadap perkara ini bukan dibebaskan tersangkanya, tapi masa penahanannya sudah habis, dan tentunya perkara prosesnya tetap lanjut sampai di persidangan," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Fadillah, untuk satu tersangka lainnya yakni Kepala Dinas PUPR Kota Banda Aceh M Yasir sejauh ini masih ditahan di Mapolresta Banda Aceh hingga akhir November 2023 nanti.
"Penyidik juga masih melengkapi berkas perkara MY untuk nantinya dilimpahkan ke kejaksaan demi kepentingan proses hukum selanjutnya," demikian Kompol Fadillah.
Seperti diketahui, Satreskrim Polresta Banda Aceh sedang mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan zikir Nurul Arafah Islamic Center di Gampong Ulee Lheue Banda Aceh.
Proyek pengadaan lahan itu bersumber dari dana APBK tahun 2018 hingga mencapai Rp3 miliar lebih. Dalam kasus itu, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni DA, SH serta Kadis PUPR Banda Aceh.
Selain tersangka, polisi ikut menyita sejumlah aset berupa tiga persil tanah dan lainnya. Hasil audit BPKP pun menyebutkan adanya kerugian negara hingga Rp1 miliar dalam kegiatan tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023