LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mencatat potensi kerugian negara dari 32 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum di Aceh sepanjang 2023 mencapai Rp172 miliar.

"Terdapat 32 kasus korupsi yang sudah ada penetapan tersangkanya dengan potensi kerugian negara Rp172 miliar," kata Badan Pekerja MaTA Munawir di Banda Aceh, Jumat.

Munawir menyebutkan dari 32 kasus korupsi tersebut modus operandi yang dominan dilakukan para tersangka adalah penyalahgunaan anggaran sebanyak tujuh perkara dan mengakibatkan kerugian negara Rp8,5 miliar.

Kasus penyalahgunaan anggaran yang dimaksud yakni korupsi PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe, dana Desa Batu Napal di Subulussalam, pembangunan 70 rumah layak huni Baitul Mal di Aceh Tenggara, dan korupsi sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) badan layanan umum daerah (BLUD) Rumah Sakit Aceh Selatan. 

Baca: Kejati Aceh tangani 74 perkara tindak pidana korupsi sepanjang 2023

"Kemudian, korupsi penyelewengan pengelolaan alsintan di Aceh Barat Daya, dana Desa Sirimo Mungkur di Aceh Singkil, dan korupsi bantuan operasional keluarga berencana di Aceh Selatan," ujarnya 

Selain itu, modus operandi lainnya yang digunakan tersangka korupsi itu antara lain lima kasus penyalahgunaan wewenang dengan kerugian negara Rp68 miliar dan lima kasus pengurangan volume pengerjaan dengan kerugian negara Rp12 miliar.

Selanjutnya, lima kasus laporan fiktif dengan kerugian Rp72,9 miliar, empat kasus penggelumbungan anggaran sebesar Rp3 miliar, empat kasus penggelapan senilai Rp6,5 miliar, dan dua kasus proyek fiktif dengan kerugian Rp749 juta.
"Proyek fiktif tersebut adalah kasus korupsi timbunan lokasi MTQ Aceh Barat dan korupsi proyek fiktif Gampong Suak Keumude di Aceh Barat," kata Munawir.

Sementara itu, Koordinator MaTA Alfian mengungkapkan sepanjang 2023 terjadi tren vonis bebas khususnya dalam perkara korupsi yang juga menyebabkan kas negara menjadi sia-sia. 

"Kalau dalam kasus vonis bebas, penyidik dalam melaksanakan lidik vonis bebas negara mempunyai konsekuensi membayar Rp208 juta per kasus. Artinya, bisa dibayangkan berapa kerugian negara karena vonis bebas sehingga kasusnya juga sia-sia," katanya. 

Dalam catatan MaTA, terdapat lima vonis bebas dengan 17 terdakwa yang diputuskan Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh, dan satu vonis bebas diputuskan Pengadilan Tinggi Banda Aceh pada tahapan banding. 

Baca: Kejari Sabang eksekusi terpidana korupsi tempat pembuangan sampah

Namun, dalam putusan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), tiga vonis bebas diantaranya dibatalkan Mahkamah Agung (MA), satu tidak dikabulkan, dan satu kasus belum turun putusan. 

Alfian berpendapat meningkatnya tren vonis bebas terhadap perkara korupsi mengindikasikan permasalahan serius di kalangan APH karena belum adanya sinkronisasi serta koordinasi dalam upaya pemberantasan korupsi di Aceh. 

"Soal sinkronisasi APH menjadi penting sehingga kasus tipikor benar-benar menjadi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime)," demikian Alfian. 

Baca: Polda Aceh usut dugaan penyimpangan pembangunan BMCC di Kabupaten Bener Meriah
 

Pewarta: Nurul Hasanah

Editor : M.Haris Setiady Agus


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024