Jaksa Penuntut umum mendakwa tiga warga negara asing (WNA), seorang dari Bangladesh dan dua dari Myanmar, didakwa menyelundupkan seratusan imigran Rohingya ke Provinsi Aceh.

Dakwaan terhadap ketiga warga negara asing tersebut dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Riza dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar di Pengadilan Negeri Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Rabu.

Ketiga terdakwa yakni Anisul Hoque, warga negara Bangladesh. Serta Habibul Basyar dan Mohammed Amin, keduanya merupakan asal Myanmar dari etnis Rohingya. Ketiganya hadir ke persidangan tanpa didampingi penasihat hukum. Dalam persidangan tersebut, ketiganya didampingi ahli alih bahasa atau penerjemah.

Baca juga: Sebanyak 154 imigran Rohingya masih ditampung di Aceh Timur

Sidang dengan majelis hakim diketuai Fadhil serta didampingi Jon Mahmud dan Keumala Sari, masing-masing sebagai hakim anggota.

JPU dalam dakwaannya menyatakan para terdakwa menyelundupkan 134 imigran Rohingya ke wilayah Indonesia melalui pesisir Pantai Blang Ulam, Kabupaten Aceh Besar pada 10 Desember 2023.
 
Ketiga terdakwa memasukkan seratusan imigran etnis Rohingya tersebut tanpa dilengkapi dokumen keimigrasian yang sah serta tidak melewati pintu pemeriksaan imigrasi yang sah.

"Terdakwa Mohammed Amin didakwa melanggar Pasal 119 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan terdakwa Anisul Hoque dan Habibul Basyar melanggar Pasal 120 Ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 2011 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU. 

Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim memerintahkan JPU menghadirkan saksi-saksi. JPU menghadirkan lima saksi dari kalangan imigran Rohingya. Namun, seorang saksi perempuan ditolak majelis hakim untuk memberikan keterangan karena masih di bawah umur.

Baca juga: Kejari Aceh Besar limpahkan kasus penyelundupan Rohingya ke pengadilan

Empat saksi yang memberikan keterangan terhadap tiga terdakwa tersebut yakni Sahidul Islam, Muhammad Syah Alam, Hazimullah, dan Nurul Islam.

Para saksi dalam keterangannya menyebutkan mereka memberikan uang berkisar 100 ribu hingga 200 ribu taka (mata uang Bangladesh) kepada terdakwa sebagai ongkos naik kapal motor.

"Kapal motor tujuannya ke Indonesia. Keberangkatan kami tanpa dokumen keimigrasian. Kami hanya membawa kartu identitas pengungsi dari UNHCR. Kami naik kapal karena ingin meninggalkan tempat pengungsian yang saat ini kacau dan tidak aman. Kami pergi ke negara lain untuk mencari penghidupan lebih baik," kata Muhammad Syah Alam.

Sementara itu, Sahidul Islam, mengaku sebagai pengungsi diberi uang 700 taka per bulan oleh UNHCR serta pekerjaan. Namun, di tempat pengungsian tidak aman dan nyaman karena banyak orang jahat, sehingga dirinya meninggalkan tempat tersebut.

"Selain itu, kami meninggalkan tempat pengungsian karena tidak mendapatkan kewarganegaraan dari Bangladesh. Saya meninggalkan tempat pengungsian tanpa izin dari UNHCR. Kami pergi ingin mendapatkan kewarganegaraan. Kami pilih Indonesia karena penduduknya Islam," kata Muhammad Sahidul.

Atas keterangan saksi-saksi, para terdakwa mengaku tidak berkeberatan. Mereka menyatakan apa yang disampaikan sesuai dengan apa yang terjad, termasuk menerima sejumlah uang dari para saksi. 

Sidang dilanjutkan pada Jumat (8/3) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.

Baca juga: Polisi kembali limpahkan dua berkas penyelundup pengungsi Rohingya ke Kejari Aceh Besar

Pewarta: M.Haris Setiady Agus

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024