Banda Aceh (ANTARA) - Pesantren Al Bayan, Gampong Mayang Cut, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, mengeruk lumpur banjir bandang yang menimbun bangunan lembaga pendidikan tersebut menggunakan biaya sendiri.
"Kami terpaksa menggunakan biaya diri untuk mengeruk timbunan lumpur banjir bandang," kata Koordinator Kebencanaan Pesantren Al Bayan Meurah Johan di Pidie Jaya, Minggu.
Pesantren Al Bayan berada tidak jauh dari Jembatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, yang putus akibat banjir bandang pada akhir November 2025. Kini, jembatan tersebut sudah dapat dilalui.
Semua bangunan di kompleks Pesantren Al Bayan tertimbun lumpur yang dibawa banjir bandang akibat meluapnya Krueng (sungai) Meureudu. Ketinggian lumpur berkisar satu hingga dua meter lebih.
Meurah Johan mengatakan pengerukan timbunan lumpur menggunakan ekskavator ukuran kecil. Alat berat tersebut merupakan pinjaman dinas di Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.
"Alat beratnya kami pinjam. Namun, untuk baham bakar minyak dan biaya operasional harus kami tanggung sendiri. Paling sedikit biaya yang dihabiskan mencapai Rp1 juta per hari," katanya.
Untuk tahap awal, kata dia, alat berat mengeruk sumur bor yang tertimbun lumpur banjir bandang mencapai dua meter. Sumur bos tersebut nantinya difungsikan kembali untuk kebutuhan pesantren dan keperluan masyarakat sekitar yang hingga masih tinggal di pengungsian.
"Air bersih ini merupakan kebutuhan mendesak bagi korban banjir di daerah ini. Oleh karena itu, kami memfokuskan pengerukan timbunan lumpur di area sumur bor atau mengaktifkan kembali sumber air bersih tersebut," katanya.
Setelah di area sumur bos, kata dia, pihaknya mengeruk timbunan lumpur di bangunan utama. Nantinya, bangunan tersebut dijadikan musala dan tempat mengaji anak-anak.
"Pengerukan lumpur di kompleks ini agak berat kalau dengan biaya sendiri. Akan tetapi, ini kami harus kami lakukan untuk mengaktifkan kembali proses belajar mengajar di pesantren ini," kata Meurah Johan.
Ia menyebutkan Pesantren Al Bayan memiliki 139 santri. Saat banjir bandang melanda di kawasan tersebut, ada empat santri dan enam guru tinggal di pesantren tersebut.
"Dengan kondisi timbunan lumpur seperti ini, kami harus menghentikan aktivitas belajar mengajar. Kami berharap ada bantuan pemerintah mengeruk timbunan lumpur banjir bandang yang tingginya mencapai lebih dari dua meter," kata Meurah Johan.
