Anan (65) seorang perempuan lanjut usia di Panti Jompo Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang (RSGS) terisak kala mengetahui tidak bisa ikut memberikan suara pada pemilihan umum, Rabu, 14 Februari 2024.
Butiran air mata tampak membasahi bagian dalam kacamatanya. Berkali-kali alat bantu penglihatan berbingkai hitam yang semula bergantung sempurna di pangkal hidung dipindahkan ke kolumela. Tangan kanannya sesekali menarik bagian ujung lembar kerudung, mengelap air mata agar tidak membasahi pipi.
Anan, bukan nama sebenarnya. Nama ini berarti ‘nenek’ dalam bahasa Gayo yang digunakan penulis karena dia tidak ingin nama lengkapnya disebutkan. Anan sendiri berasal dari Aceh Tengah, ia sudah tiga tahun tinggal di griya lansia binaan Dinas Sosial Aceh.
Baca juga: Tiga terdakwa pidana Pemilu dituntut enam bulan penjara, dua diantaranya Caleg Bireuen
RSGS telah menjadi hunian atau griya bagi para lansia sejak 1979. Griya tersebut menampung lansia terlantar karena tidak mempunyai sanak famili ataupun ditolak asuh keluarga. Hunian itu berada di Jalan T. Iskandar Km. 3, Desa Lamglumpang, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. Saat itu, ada 58 orang lansia baik laki-laki maupun perempuan yang bernaung di sana.
“Saya kecewa karena saya tidak pernah golput, sedih saya, rasanya gimana gitu kan,” ujar Anan mengawali percakapan.
Sebelumnya, Anan sudah menanyakan perihal mekanisme pemberian hak suara pemilu pada pertemuan yang dihelat oleh Kepala UPTD RSGS, Intan Melya. Pertemuan dilaksanakan di langgar diikuti oleh para pengasuh beserta lansia.
Dalam pertemuan itu, ia bertanya kepada kepala panti apakah bisa memberikan suara di TPS Lamglumpang sedangkan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) ia tercatat sebagai warga Aceh Tengah?
“Rame-rame lah kami semua di musala tanya ke ibu kepala. Lalu, ibu kepala tanya lagi ke anak buahnya. Dibilang anak buahnya, nanti mereka (red-KPPS) yang datang kemari untuk bilik kita,” katanya.
Baca juga: Fenomena Pemilu di Aceh: Gagasan Caleg Klise, Strategi Kampanye Tak Edukatif
Jawaban itu membuatnya lega. Apalagi, ia tidak perlu susah payah pulang ke kampung halaman hanya untuk sekadar mencoblos. Pada Selasa siang (13/2), sehari sebelum pemungutan suara, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Lamglumpang mengantar surat undangan memilih, jumlahnya 12 lembar.
Namun, di antara surat-surat tersebut tidak ada yang ditujukan untuk Anan. Namanya tidak tercatat dalam daftar pemilih.
“Kalau tahu seperti ini saya pulang kemarin itu, biar tidak ada uang pun saya cari. Karena katanya harus ada surat dari sana kan tidak mungkin lagi,” katanya.
“Yasudah lah, sudah kehendak,” tambah Anan.
Meskipun begitu, Anan terus berdoa agar pemimpin yang diinginkan dapat memberikan perubahan bagi masyarakat. Terutama, supaya putri semata wayangnya yang saat ini terpaksa bekerja di negeri Jiran bisa kembali ke Aceh.
Sejak satu tahun lalu, satu-satunya putri dari Anan yang sudah menjanda mencari penghidupan lebih layak ke negara tetangga. Ia rela melangkah ribuan kilometer untuk mengubah nasib dua orang anaknya yang juga cucu Anan.
Kepergian sang putri yang berusia 45 tahun justru membuat Anan sedih, lantaran baru setahun bekerja bobot badan putrinya turun sampai 20 kg. Anan tidak tega, rasanya putrinya tidak sanggup tinggal di sana karena tidak terbiasa melakukan banyak pekerjaan rumah tangga. Namun, kondisi ekonomi memaksanya.
“Saya mohon Anies supaya perubahan ini ada lah. Jangan lagi anak-anak di Aceh harus mencari pekerjaan di luar negeri untuk cari makan. Biarlah ada di Indonesia saja,” harapnya.
Sehari sebelum pemilu, surat undangan dari KPPS diterima UPTD RSGS Dinsos Aceh. Saat itu, pihak panti mengajukan 21 nama lansia yang tidak mendapat undangan agar dibuat surat izin untuk memilih.
Keesokan hari sekitar pukul 12.00 WIB, petugas KPPS datang ke RSGS untuk menjemput suara pemilih lansia. Kali ini, ikut serta Panitia Pemungutan Suara (PPS), Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), saksi, dan kepolisian yang bertugas mengawasi jalannya pemilihan di sana.
Tidak ada bilik suara apalagi dekorasi khusus yang menandakan tengah berlangsungnya pesta demokrasi di panti jompo. Dua belas orang lansia yang namanya tercatat dalam surat undangan hanya didatangi secara bergiliran oleh petugas.
Usai surat suara dicoblos, petugas mengarahkan para lansia mencelupkan ujung jari kelingking ke dalam tinta biru. Pertanda, suara mereka telah selesai diserahkan.
Sementara lansia yang tidak kebagian surat undangan menjadi penonton. Lantas, mereka bisik-bisik menanyakan musabab tak mendapat undangan kepada Maimunah, pengasuh yang saat itu bertugas mendampingi lansia untuk mencoblos.
“Nenek banyak yang tanya, kok saya tidak, tapi karena tidak ada surat undangan tidak mungkin juga,” kata pengasuh yang sudah 12 tahun membersamai para lansia di RSGS.
Maimunah menduga lansia yang tidak mendapat surat undangan sehingga kehilangan hak suara karena data yang digunakan aparatur desa merupakan data awal lima tahun lalu pada pemilu 2019.
Anggota PPS Lamglumpang, Ika Risdian, menyampaikan alasan pihaknya menolak pengajuan pihak panti karena 21 lansia yang diajukan namanya sehari sebelum pemilu tidak mengurus pindah memilih. Selain itu, alamat KTP lansia tersebut bukan di Lamglumpang.
“Kalau KTP di sini pasti kami izinkan untuk memilih seperti yang lain. Karena bukan cuma di panti jompo, mereka yang di luar juga tidak kami izinkan memilih,” jelas Ika pada Rabu (14/2).
Mengenai data yang digunakan, kata Ika, aparatur desa tidak mendapat informasi dari pengelola panti ketika ada lansia yang masuk ke panti jompo begitu juga yang wafat.
“Mereka tidak lapor, meninggal aja mereka tidak lapor ke kami karena mereka mempunyai lahan kuburan sendiri. Jadi, mereka melakukan semuanya itu sendiri. Kami kalau ada apa-apa tidak dilibatkan oleh pihak panti jomponya,” kata Ika yang juga merupakan Kaur Keuangan di Gampong Lamglumpang.
Ia juga menyampaikan telah memberikan informasi mengenai mekanisme pemilu 2024 di RSGS sebelum pemilu. Hanya saja, informasi tersebut tidak langsung disampaikan bersemuka kepada lansia, tetapi lewat perantara. Dalam hal ini, pengelola UPTD RSGS.
“Informasi pemilu sudah disampaikan ke kantor, soalnya sulit untuk mengumpulkan para lansia karena kondisinya. Jadi, disampaikan ke kantor sebagai perantara,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Aceh, Muslem Yacob, mengatakan memang tidak mengadakan pindah memilih suara lansia ke TPS Lamglumpang. Tujuannya agar para lansia dapat memanfaatkan momentum lima tahun sekali ini untuk pulang kampung bersilaturahmi dengan kerabat seperti halnya pada saat lebaran.
“Kita tidak menarik dia memilih di sini agar sekalian dia bisa silaturahmi dengan orang semasanya atau dengan keluarga. Jadi, itu yang kita lakukan,” kata Muslem pada Senin, (12/2).
Lebih lanjut, Muslem menjelaskan kesempatan tersebut diberikan hanya kepada lansia yang kondisinya dinyatakan sehat secara fisik dan mental. Selanjutnya, mereka yang ingin memilih di kampung halaman akan diizinkan pulang sehari sebelum pemungutan suara.
“Bagi mereka yang ber-KTP di kabupaten/kota kita izinkan pulang H-1 pemilu. Ada sekitar enam orang yang meminta izin ke kita memilih di kampung masing-masing,” kata.
Pemilu tak ramah lansia
Sakdiah (71) asal Bak Dilip, Montasik, baru saja mencelup ujung jari kelingkingnya ke dalam tinta biru yang disodorkan panitia. Di atas kursi roda, ia selesai mencoblos surat suara dengan lima warna berbeda, yakni abu-abu, merah, kuning, biru, dan hijau.
Tidak butuh waktu lama bagi Sakdiah menyelesaikan hak suaranya, Satlinmas membantu membuka dan melipat kembali setiap lembaran surat suara, sedangkan pengasuh mengarahkan petunjuk pengisian.
Meskipun begitu, ia menyampaikan sungguh dilema memilih kandidat yang ingin dia coblos. Sebab, tidak ada satu pun baik wajah maupun nama di surat suara yang dia kenal.
Dari lima surat suara, dua balot di antaranya berwarna abu-abu dan merah sangat membantu Sakdiah memilih karena menampilkan wajah para calon sehingga memudahkannya untuk mengenali calon yang ia pilih. Sementara balot berwarna kuning, biru, dan hijau membuatnya harus mengernyitkan mata. Musababnya, rupa dan ukuran huruf nama calon tertulis halus.
“Saya tidak nampak membaca nama-nama calon karena penglihatan saya saat ini, mana mungkin mata saya bisa jelas lagi melihat karena sudah tua, apalagi tidak seorang pun saya kenal,” kata lansia yang sejak 2018 menghuni di griya lansia.
Alhasil, Sakdiah mencoblos sembarang. Surat suara dilubangi pada calon yang tidak diketahui identitasnya serta tidak diketahui pula gagasan yang dijanjikan ketika nanti terpilih.
“Karena tidak kenal dan juga tidak nampak nama, saya coblos asal-asalan,” katanya.
Baca juga: KIP Aceh tetapkan hasil Pileg 2024
Nurani (77), lansia asal Calang, yang mendapat giliran mencoblos setelah Sakdiah juga merasakan hal yang sama. Ia tidak mengenali seorang pun calon yang namanya terdaftar di kertas suara. Hanya beberapa partai lama yang masih ia kenali, tetapi tidak dengan para kandidatnya.
“Tidak tahulah, saya tidak kenal siapa-siapa, pokoknya partainya pernah tengok. Cuma tahu partai-partai lama,” katanya.
Keterbatasan akses ihwal gelaran Pemilu 2024 ini menyebabkannya tidak banyak mengetahui informasi tentang para kontestan yang berlomba-lomba memperebutkan kursi kuasa. Apalagi, ada begitu banyak nama yang tertera dibandingkan pemilu lima tahun sebelumnya.
“Kali ini kami tidak dapat informasi. Sebelumnya, ada pengarahan karena pemungutan suara dulu dilakukan di TPS langsung sehingga kami datang ke sana,” katanya.
Sementara itu, Ketua KIP Aceh, Saiful Bismi, menyampaikan memang tidak mengadakan sosialisasi pemilu yang dikhususkan kepada lansia. Sosialisasi yang pernah diadakan diperuntukan bagi masyarakat secara umum.
“Jadi kita melibatkan untuk sosialisasi itu umum. Jadi, ada pemilih pemula, tokoh masyarakat, bahkan ada juga salah satu dari pemilih yang sudah berusia,” kata Saiful pada Minggu (11/2).
Saiful beralasan sosialisasi khusus itu tidak diadakan lantaran mempertimbangkan kondisi kesehatan lansia yang kebanyakan tidak lagi prima di usia senjanya.
“Kepada lansia kita tidak ada instruksi khusus karena lansia ini kadang-kadang mereka ada yang tidak bisa jalan dan tidak bisa ini,” katanya.
Berdasarkan data KIP, terdapat 3.742.037 warga Aceh yang masuk Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024, yakni laki-laki 1.839.412 orang dan perempuan 1.902.625 orang. Dilihat dari kelompok usianya, pemilih berusia 59-77 tahun berjumlah 427.058 orang, lalu pemilih berusia 78 tahun ke atas berjumlah 57.902 orang.
Dari jumlah tersebut, pemilih lansia di Kota Banda Aceh yang masuk ke dalam DPT berjumlah 21.287 orang terdiri atas 19.375 berusia 59-77 tahun dan 1.912 berusia 78 tahun ke atas.
Berharap Memilih di Pilkada
Lantaran tak dapat surat undangan, Imasjulia (74), lansia asal Bandung yang telah tujuh tahun menghuni di RSGS berharap dapat memilih pada gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) Aceh. Pelaksanaannya diproyeksikan berlangsung saat penghujung akhir tahun ini.
Hasil analisis komparasi Tim Cek Fakta AJI Banda Aceh dari media sosial mengenai bakal Gubernur Aceh medio Agustus-Oktober 2023, muncul tiga sosok nama yang dianggap layak untuk maju memimpin Aceh ke depan.
Mereka adalah Nasir Djamil (Anggota DPR RI) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muzakir Manaf, (Ketua Partai Aceh dan mantan Panglima GAM), dan Nezar Patria (Wamenkominfo RI).
Namun, Imas sama sekali belum pernah mendengar nama kandidat bakal calon gubernur yang sudah muncul bahkan informasi tentang gelaran Pilkada Aceh juga belum berembus di kalangan lansia di panti jompo.
“Belum dapat informasi, calon yang ingin didukung juga tidak tahu ya karena tidak pernah ke luar,” katanya.
Ia hanya berharap para kandidat yang ingin maju sebagai gubernur nantinya mempunyai visi dan misi untuk mensejahterakan masyarakat miskin serta memperhatikan lansia di panti jompo.
“Mudah-mudahan aja ada kemajuan di panti jompo ini. Saya butuh bantuan. Pertama, pangan sudah ada lah cukup. Kita kan orang tua ya, kalau ada bantuan berupa uang juga,” harapnya.
Liputan ini merupakan fellowship program Cek Fakta Pemilu AJI Banda Aceh yang diselenggarakan Agustus 2023 sampai Mei 2024. Isi konten dan konsekuensi bukan merupakan tanggung jawab redaksi ANTARA.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Butiran air mata tampak membasahi bagian dalam kacamatanya. Berkali-kali alat bantu penglihatan berbingkai hitam yang semula bergantung sempurna di pangkal hidung dipindahkan ke kolumela. Tangan kanannya sesekali menarik bagian ujung lembar kerudung, mengelap air mata agar tidak membasahi pipi.
Anan, bukan nama sebenarnya. Nama ini berarti ‘nenek’ dalam bahasa Gayo yang digunakan penulis karena dia tidak ingin nama lengkapnya disebutkan. Anan sendiri berasal dari Aceh Tengah, ia sudah tiga tahun tinggal di griya lansia binaan Dinas Sosial Aceh.
Baca juga: Tiga terdakwa pidana Pemilu dituntut enam bulan penjara, dua diantaranya Caleg Bireuen
RSGS telah menjadi hunian atau griya bagi para lansia sejak 1979. Griya tersebut menampung lansia terlantar karena tidak mempunyai sanak famili ataupun ditolak asuh keluarga. Hunian itu berada di Jalan T. Iskandar Km. 3, Desa Lamglumpang, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. Saat itu, ada 58 orang lansia baik laki-laki maupun perempuan yang bernaung di sana.
“Saya kecewa karena saya tidak pernah golput, sedih saya, rasanya gimana gitu kan,” ujar Anan mengawali percakapan.
Sebelumnya, Anan sudah menanyakan perihal mekanisme pemberian hak suara pemilu pada pertemuan yang dihelat oleh Kepala UPTD RSGS, Intan Melya. Pertemuan dilaksanakan di langgar diikuti oleh para pengasuh beserta lansia.
Dalam pertemuan itu, ia bertanya kepada kepala panti apakah bisa memberikan suara di TPS Lamglumpang sedangkan pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) ia tercatat sebagai warga Aceh Tengah?
“Rame-rame lah kami semua di musala tanya ke ibu kepala. Lalu, ibu kepala tanya lagi ke anak buahnya. Dibilang anak buahnya, nanti mereka (red-KPPS) yang datang kemari untuk bilik kita,” katanya.
Baca juga: Fenomena Pemilu di Aceh: Gagasan Caleg Klise, Strategi Kampanye Tak Edukatif
Jawaban itu membuatnya lega. Apalagi, ia tidak perlu susah payah pulang ke kampung halaman hanya untuk sekadar mencoblos. Pada Selasa siang (13/2), sehari sebelum pemungutan suara, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Lamglumpang mengantar surat undangan memilih, jumlahnya 12 lembar.
Namun, di antara surat-surat tersebut tidak ada yang ditujukan untuk Anan. Namanya tidak tercatat dalam daftar pemilih.
“Kalau tahu seperti ini saya pulang kemarin itu, biar tidak ada uang pun saya cari. Karena katanya harus ada surat dari sana kan tidak mungkin lagi,” katanya.
“Yasudah lah, sudah kehendak,” tambah Anan.
Meskipun begitu, Anan terus berdoa agar pemimpin yang diinginkan dapat memberikan perubahan bagi masyarakat. Terutama, supaya putri semata wayangnya yang saat ini terpaksa bekerja di negeri Jiran bisa kembali ke Aceh.
Sejak satu tahun lalu, satu-satunya putri dari Anan yang sudah menjanda mencari penghidupan lebih layak ke negara tetangga. Ia rela melangkah ribuan kilometer untuk mengubah nasib dua orang anaknya yang juga cucu Anan.
Kepergian sang putri yang berusia 45 tahun justru membuat Anan sedih, lantaran baru setahun bekerja bobot badan putrinya turun sampai 20 kg. Anan tidak tega, rasanya putrinya tidak sanggup tinggal di sana karena tidak terbiasa melakukan banyak pekerjaan rumah tangga. Namun, kondisi ekonomi memaksanya.
“Saya mohon Anies supaya perubahan ini ada lah. Jangan lagi anak-anak di Aceh harus mencari pekerjaan di luar negeri untuk cari makan. Biarlah ada di Indonesia saja,” harapnya.
Sehari sebelum pemilu, surat undangan dari KPPS diterima UPTD RSGS Dinsos Aceh. Saat itu, pihak panti mengajukan 21 nama lansia yang tidak mendapat undangan agar dibuat surat izin untuk memilih.
Keesokan hari sekitar pukul 12.00 WIB, petugas KPPS datang ke RSGS untuk menjemput suara pemilih lansia. Kali ini, ikut serta Panitia Pemungutan Suara (PPS), Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), saksi, dan kepolisian yang bertugas mengawasi jalannya pemilihan di sana.
Tidak ada bilik suara apalagi dekorasi khusus yang menandakan tengah berlangsungnya pesta demokrasi di panti jompo. Dua belas orang lansia yang namanya tercatat dalam surat undangan hanya didatangi secara bergiliran oleh petugas.
Usai surat suara dicoblos, petugas mengarahkan para lansia mencelupkan ujung jari kelingking ke dalam tinta biru. Pertanda, suara mereka telah selesai diserahkan.
Sementara lansia yang tidak kebagian surat undangan menjadi penonton. Lantas, mereka bisik-bisik menanyakan musabab tak mendapat undangan kepada Maimunah, pengasuh yang saat itu bertugas mendampingi lansia untuk mencoblos.
“Nenek banyak yang tanya, kok saya tidak, tapi karena tidak ada surat undangan tidak mungkin juga,” kata pengasuh yang sudah 12 tahun membersamai para lansia di RSGS.
Maimunah menduga lansia yang tidak mendapat surat undangan sehingga kehilangan hak suara karena data yang digunakan aparatur desa merupakan data awal lima tahun lalu pada pemilu 2019.
Anggota PPS Lamglumpang, Ika Risdian, menyampaikan alasan pihaknya menolak pengajuan pihak panti karena 21 lansia yang diajukan namanya sehari sebelum pemilu tidak mengurus pindah memilih. Selain itu, alamat KTP lansia tersebut bukan di Lamglumpang.
“Kalau KTP di sini pasti kami izinkan untuk memilih seperti yang lain. Karena bukan cuma di panti jompo, mereka yang di luar juga tidak kami izinkan memilih,” jelas Ika pada Rabu (14/2).
Mengenai data yang digunakan, kata Ika, aparatur desa tidak mendapat informasi dari pengelola panti ketika ada lansia yang masuk ke panti jompo begitu juga yang wafat.
“Mereka tidak lapor, meninggal aja mereka tidak lapor ke kami karena mereka mempunyai lahan kuburan sendiri. Jadi, mereka melakukan semuanya itu sendiri. Kami kalau ada apa-apa tidak dilibatkan oleh pihak panti jomponya,” kata Ika yang juga merupakan Kaur Keuangan di Gampong Lamglumpang.
Ia juga menyampaikan telah memberikan informasi mengenai mekanisme pemilu 2024 di RSGS sebelum pemilu. Hanya saja, informasi tersebut tidak langsung disampaikan bersemuka kepada lansia, tetapi lewat perantara. Dalam hal ini, pengelola UPTD RSGS.
“Informasi pemilu sudah disampaikan ke kantor, soalnya sulit untuk mengumpulkan para lansia karena kondisinya. Jadi, disampaikan ke kantor sebagai perantara,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Aceh, Muslem Yacob, mengatakan memang tidak mengadakan pindah memilih suara lansia ke TPS Lamglumpang. Tujuannya agar para lansia dapat memanfaatkan momentum lima tahun sekali ini untuk pulang kampung bersilaturahmi dengan kerabat seperti halnya pada saat lebaran.
“Kita tidak menarik dia memilih di sini agar sekalian dia bisa silaturahmi dengan orang semasanya atau dengan keluarga. Jadi, itu yang kita lakukan,” kata Muslem pada Senin, (12/2).
Lebih lanjut, Muslem menjelaskan kesempatan tersebut diberikan hanya kepada lansia yang kondisinya dinyatakan sehat secara fisik dan mental. Selanjutnya, mereka yang ingin memilih di kampung halaman akan diizinkan pulang sehari sebelum pemungutan suara.
“Bagi mereka yang ber-KTP di kabupaten/kota kita izinkan pulang H-1 pemilu. Ada sekitar enam orang yang meminta izin ke kita memilih di kampung masing-masing,” kata.
Pemilu tak ramah lansia
Sakdiah (71) asal Bak Dilip, Montasik, baru saja mencelup ujung jari kelingkingnya ke dalam tinta biru yang disodorkan panitia. Di atas kursi roda, ia selesai mencoblos surat suara dengan lima warna berbeda, yakni abu-abu, merah, kuning, biru, dan hijau.
Tidak butuh waktu lama bagi Sakdiah menyelesaikan hak suaranya, Satlinmas membantu membuka dan melipat kembali setiap lembaran surat suara, sedangkan pengasuh mengarahkan petunjuk pengisian.
Meskipun begitu, ia menyampaikan sungguh dilema memilih kandidat yang ingin dia coblos. Sebab, tidak ada satu pun baik wajah maupun nama di surat suara yang dia kenal.
Dari lima surat suara, dua balot di antaranya berwarna abu-abu dan merah sangat membantu Sakdiah memilih karena menampilkan wajah para calon sehingga memudahkannya untuk mengenali calon yang ia pilih. Sementara balot berwarna kuning, biru, dan hijau membuatnya harus mengernyitkan mata. Musababnya, rupa dan ukuran huruf nama calon tertulis halus.
“Saya tidak nampak membaca nama-nama calon karena penglihatan saya saat ini, mana mungkin mata saya bisa jelas lagi melihat karena sudah tua, apalagi tidak seorang pun saya kenal,” kata lansia yang sejak 2018 menghuni di griya lansia.
Alhasil, Sakdiah mencoblos sembarang. Surat suara dilubangi pada calon yang tidak diketahui identitasnya serta tidak diketahui pula gagasan yang dijanjikan ketika nanti terpilih.
“Karena tidak kenal dan juga tidak nampak nama, saya coblos asal-asalan,” katanya.
Baca juga: KIP Aceh tetapkan hasil Pileg 2024
Nurani (77), lansia asal Calang, yang mendapat giliran mencoblos setelah Sakdiah juga merasakan hal yang sama. Ia tidak mengenali seorang pun calon yang namanya terdaftar di kertas suara. Hanya beberapa partai lama yang masih ia kenali, tetapi tidak dengan para kandidatnya.
“Tidak tahulah, saya tidak kenal siapa-siapa, pokoknya partainya pernah tengok. Cuma tahu partai-partai lama,” katanya.
Keterbatasan akses ihwal gelaran Pemilu 2024 ini menyebabkannya tidak banyak mengetahui informasi tentang para kontestan yang berlomba-lomba memperebutkan kursi kuasa. Apalagi, ada begitu banyak nama yang tertera dibandingkan pemilu lima tahun sebelumnya.
“Kali ini kami tidak dapat informasi. Sebelumnya, ada pengarahan karena pemungutan suara dulu dilakukan di TPS langsung sehingga kami datang ke sana,” katanya.
Sementara itu, Ketua KIP Aceh, Saiful Bismi, menyampaikan memang tidak mengadakan sosialisasi pemilu yang dikhususkan kepada lansia. Sosialisasi yang pernah diadakan diperuntukan bagi masyarakat secara umum.
“Jadi kita melibatkan untuk sosialisasi itu umum. Jadi, ada pemilih pemula, tokoh masyarakat, bahkan ada juga salah satu dari pemilih yang sudah berusia,” kata Saiful pada Minggu (11/2).
Saiful beralasan sosialisasi khusus itu tidak diadakan lantaran mempertimbangkan kondisi kesehatan lansia yang kebanyakan tidak lagi prima di usia senjanya.
“Kepada lansia kita tidak ada instruksi khusus karena lansia ini kadang-kadang mereka ada yang tidak bisa jalan dan tidak bisa ini,” katanya.
Berdasarkan data KIP, terdapat 3.742.037 warga Aceh yang masuk Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024, yakni laki-laki 1.839.412 orang dan perempuan 1.902.625 orang. Dilihat dari kelompok usianya, pemilih berusia 59-77 tahun berjumlah 427.058 orang, lalu pemilih berusia 78 tahun ke atas berjumlah 57.902 orang.
Dari jumlah tersebut, pemilih lansia di Kota Banda Aceh yang masuk ke dalam DPT berjumlah 21.287 orang terdiri atas 19.375 berusia 59-77 tahun dan 1.912 berusia 78 tahun ke atas.
Berharap Memilih di Pilkada
Lantaran tak dapat surat undangan, Imasjulia (74), lansia asal Bandung yang telah tujuh tahun menghuni di RSGS berharap dapat memilih pada gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) Aceh. Pelaksanaannya diproyeksikan berlangsung saat penghujung akhir tahun ini.
Hasil analisis komparasi Tim Cek Fakta AJI Banda Aceh dari media sosial mengenai bakal Gubernur Aceh medio Agustus-Oktober 2023, muncul tiga sosok nama yang dianggap layak untuk maju memimpin Aceh ke depan.
Mereka adalah Nasir Djamil (Anggota DPR RI) dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muzakir Manaf, (Ketua Partai Aceh dan mantan Panglima GAM), dan Nezar Patria (Wamenkominfo RI).
Namun, Imas sama sekali belum pernah mendengar nama kandidat bakal calon gubernur yang sudah muncul bahkan informasi tentang gelaran Pilkada Aceh juga belum berembus di kalangan lansia di panti jompo.
“Belum dapat informasi, calon yang ingin didukung juga tidak tahu ya karena tidak pernah ke luar,” katanya.
Ia hanya berharap para kandidat yang ingin maju sebagai gubernur nantinya mempunyai visi dan misi untuk mensejahterakan masyarakat miskin serta memperhatikan lansia di panti jompo.
“Mudah-mudahan aja ada kemajuan di panti jompo ini. Saya butuh bantuan. Pertama, pangan sudah ada lah cukup. Kita kan orang tua ya, kalau ada bantuan berupa uang juga,” harapnya.
Liputan ini merupakan fellowship program Cek Fakta Pemilu AJI Banda Aceh yang diselenggarakan Agustus 2023 sampai Mei 2024. Isi konten dan konsekuensi bukan merupakan tanggung jawab redaksi ANTARA.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024