Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bireuen Zamri yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi penyertaan modal di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Juang dengan hukuman enam tahun penjara.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Siara Nedy dari Kejaksaan Negeri Bireuen pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Hamzah Sulaiman didampingi R Deddy dan Harmi Jaya masing-masing sebagai hakim anggota. Terdakwa Zamri hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.
Selain kurungan badan selama enam tahun penjara, JPU juga menuntut terdakwa Zamri membayar denda Rp1 miliar dengan subsidair atau hukuman pengganti tiga bulan penjara.
Selain terdakwa Zamri, JPU juga menuntut terdakwa Khairum Hafis dalam perkara yang sama dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.
Terdakwa Khairum Hafis merupakan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen saat penyertaan modal berlangsung pada tahun anggaran 2019 dan 2021.
Selain pidana penjara dan denda, JPU juga menuntut terdakwa Khairum Hafis membayar uang pengganti kerugian negara Rp4,2 juta. Apabila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya disita. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda, maka dipidana selama enam bulan penjara.
Dalam perkara tersebut, JPU juga menuntut terdakwa Yusrizal yang juga Direktur Utama PT BPRS Kota Juang, Kabupaten Bireuen, dengan hukuman enam tahun penjara, denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan penjara.
Selain pidana penjara dan denda, JPU juga menuntut terdakwa Yusrizal membayar kerugian negara sebesar Rp1,07 miliar. Apabila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya disita. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda, maka dipidana selama satu tahun penjara.
"Terdakwa Zamri dan Yusrizal terbukti bersalah melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP," kata JPU.
Sedangkan terdakwa Khairum Hafis, kata JPU terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
JPU menyatakan Pemerintah Kabupaten Bireuen pada tahun anggaran 2019 dan 2021 mengalokasikan anggaran dengan total Rp1,5 untuk penyertaan modal pada PT BPRS Kota Juang.
Penyertaan modal tersebut sebagai bentuk investasi pemerintah daerah pada badan usaha milik daerah. Namun, proses penyertaan modal tersebut melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Berdasarkan fakta dan keterangan saksi-saksi di persidangan, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi penyertaan modal pada BPRS Kota Juang yang merugikan keuangan negara mencapai Rp1,07 miliar," kata Siara Nedy.
Usai mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim menanyakan kepada para terdakwa apakah mengajukan pembelaan atau tidak. Ketiga terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 23 April 2024 dengan agenda mendengarkan nota pembelaan para terdakwa.
Baca juga: Majelis hakim tolak eksepsi tiga terdakwa korupsi BPRS
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Siara Nedy dari Kejaksaan Negeri Bireuen pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Hamzah Sulaiman didampingi R Deddy dan Harmi Jaya masing-masing sebagai hakim anggota. Terdakwa Zamri hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.
Selain kurungan badan selama enam tahun penjara, JPU juga menuntut terdakwa Zamri membayar denda Rp1 miliar dengan subsidair atau hukuman pengganti tiga bulan penjara.
Selain terdakwa Zamri, JPU juga menuntut terdakwa Khairum Hafis dalam perkara yang sama dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.
Terdakwa Khairum Hafis merupakan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Bireuen saat penyertaan modal berlangsung pada tahun anggaran 2019 dan 2021.
Selain pidana penjara dan denda, JPU juga menuntut terdakwa Khairum Hafis membayar uang pengganti kerugian negara Rp4,2 juta. Apabila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya disita. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda, maka dipidana selama enam bulan penjara.
Dalam perkara tersebut, JPU juga menuntut terdakwa Yusrizal yang juga Direktur Utama PT BPRS Kota Juang, Kabupaten Bireuen, dengan hukuman enam tahun penjara, denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan penjara.
Selain pidana penjara dan denda, JPU juga menuntut terdakwa Yusrizal membayar kerugian negara sebesar Rp1,07 miliar. Apabila terdakwa tidak membayar, maka harta bendanya disita. Jika terdakwa tidak memiliki harta benda, maka dipidana selama satu tahun penjara.
"Terdakwa Zamri dan Yusrizal terbukti bersalah melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP," kata JPU.
Sedangkan terdakwa Khairum Hafis, kata JPU terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
JPU menyatakan Pemerintah Kabupaten Bireuen pada tahun anggaran 2019 dan 2021 mengalokasikan anggaran dengan total Rp1,5 untuk penyertaan modal pada PT BPRS Kota Juang.
Penyertaan modal tersebut sebagai bentuk investasi pemerintah daerah pada badan usaha milik daerah. Namun, proses penyertaan modal tersebut melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Berdasarkan fakta dan keterangan saksi-saksi di persidangan, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi penyertaan modal pada BPRS Kota Juang yang merugikan keuangan negara mencapai Rp1,07 miliar," kata Siara Nedy.
Usai mendengarkan tuntutan JPU, majelis hakim menanyakan kepada para terdakwa apakah mengajukan pembelaan atau tidak. Ketiga terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan secara tertulis.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 23 April 2024 dengan agenda mendengarkan nota pembelaan para terdakwa.
Baca juga: Majelis hakim tolak eksepsi tiga terdakwa korupsi BPRS
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024