Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat H Kamaruddin mengatakan pelaporan indikasi pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat ke Polda Aceh oleh Wakil Ketua II DPRK setempat tidak mewakili lembaga legislatif di daerah tersebut.

“Pelaporan itu tidak mewakili lembaga DPRK Aceh Barat karena tidak pernah melalui mekanisme pembahasan di DPRK, itu laporan personal anggota dewan sendiri,” kata H Kamaruddin kepada ANTARA di Meulaboh, Ahad.

Kamaruddin mengatakan pelaporan PT MPM ke Polda Aceh terkait tudingan dugaan pungli sama sekali tidak berdasar dan tidak pernah mewakili DPRK Aceh Barat, karena pelaporan tersebut tidak pernah dilakukan pembahasan sesuai dengan mekanisme yang berlaku di lembaga legislatif.

Baca juga: DPRK Aceh Barat laporkan dugaan pungli pelabuhan ke Polda Aceh

Ia menyebutkan, harusnya setiap pelaporan ke aparat penegak hukum oleh DPRK Aceh Barat bisa dilakukan apabila ada pembahasan atau rapat di badan musyawarah dewan (banmus), dihadiri alat kelengkapan dewan, atau sekurang-kurangnya ada rapat dengan pimpinan dewan.

Namun kenyataannya, kata Kamaruddin, mekanisme tersebut tidak pernah dilakukan sehingga tiba-tiba ada pelaporan ke Polda Aceh oleh Wakil Ketua II DPRK Aceh Barat Ramli, sehingga pelaporan tersebut rancu dan tidak sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku.

“Percuma duduk (kerja) di kantor dewan hampir 30 tahun tidak mengerti mekanisme DPRK Aceh Barat,” kata Kamaruddin menambahkan.

Ia menyebutkan, apabila seandainya ada masukan anggota dewan yang tidak diterima oleh banmus atau kelengkapan dewan, maka setiap anggota dewan dapat menyampaikan nya dalam pendapat fraksi.

Kalau juga tidak diterima lembaga atau anggota dewan lain, barulah anggota dewan melaporkan sendiri ke aparat penegak hukum secara personal dan bukan kelembagaan.

Kamaruddin mengatakan pengelolaan Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh oleh PT Mitra Pelabuhan Mandiri (MPM) tersebut sudah pernah disetujui DPRK Aceh Barat, dan telah dilakukan pembahasan melalui mekanisme rapat dengar pendapat (RDP) pada tahun 2023 lalu.

DPRK Aceh Barat juga sudah menyetujui bahwa PT MPM adalah investor yang akan mengelola Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh selaku aset milik Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.

Kamaruddin mengatakan tidak semua isi pelaporan ke Polda Aceh yang disudutkan oleh pandangan anggota dewan, tidak sepenuhnya salah perusahaan (PT MPM) sebagai investor yang selama ini mengelola Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.,

Menurutnya, pihak perusahaan sudah pernah meminta rekening penyetoran pungutan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, dan sampai saat ini rekening penyetoran yang diminta belum diberikan sehingga uang sebesar Rp200 juta belum bisa disetorkan ke kas daerah.

Baca juga: KPK tahan 15 pegawainya tersangka kasus pungli rutan, basmi tuntas
 
Kemudian PT Mitra Pelabuhan Mandiri (PT MPM) juga belum bisa menyetorkan uang jaminan kepada Pemkab Aceh Barat, karena belum terbitnya hasil kajian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

“Jadi, tudingan pungli yang dilapor ke Polda Aceh itu tidak bisa ditunjukkan kebenarannya, dan hanya sekadar asumsi,” katanya.

Kamaruddin mengatakan tugas anggota dewan adalah menjembatani setiap persoalan yang terjadi di daerah, sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku, termasuk menjaga investasi di Kabupaten Aceh Barat.

Ia mengakui apabila investor terus diganggu dan dituding macam-macam, maka hal tersebut akan mengganggu iklim investasi di Kabupaten Aceh Barat, dan dikhawatirkan akan banyak investor yang tidak nyaman berinvestasi di daerah setempat.

“Pelaporan ke aparat penegak hukum itu solusi terakhir jika tidak ada solusi lain. Bagi saya di dewan harus ada kesantunan (sopan santun) dan mengayomi, kalau ada masalah sampaikan secara mekanisme yang ada, bukan lapor ke penegak hukum,” kata Kamaruddin.

Laporkan Pungli ke Polda Aceh

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRK Aceh Barat Ramli melaporkan indikasi dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengelolaan Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh.

"Kami melaporkan dugaan pungli ini. Saya selaku pimpinan melaporkannya ke Polda Aceh. Terlapor PT MPM, perusahaan yang ditunjuk mengelola Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh," kata Ramli.

Ramli menyebutkan penunjukan perusahaan tersebut berdasarkan surat Bupati Aceh Barat tanpa persetujuan DPRK Aceh Barat. Padahal, pelabuhan tersebut merupakan aset daerah yang nilainya lebih dari Rp5 miliar.

Menurutnya, setiap pengelolaan aset negara lebih dari Rp5 miliar harus melalui persetujuan DPRK Aceh Barat. Penunjukan perusahaan itu sebagai pengelola pelabuhan sejak September 2023 untuk masa 30 tahun.

Ramli mengatakan sejak September 2023, perusahaan tersebut melakukan pengutipan di Pelabuhan Umum Jetty Meulaboh. Pengutipan kegiatan di pelabuhan diduga ilegal karena penunjukan perusahaan tidak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, kata Ramli, pungutan di pelabuhan tersebut juga tidak disetorkan ke kas daerah. Termasuk jaminan dari perusahaan dalam mengelola pelabuhan sebesar Rp200 juta, juga tidak disetorkan ke kas daerah.

"Laporan yang kami sampaikan ke Polda Aceh ini sebagai bentuk pengawasan lembaga legislatif. Pengawasan ini untuk memastikan pengelolaan aset daerah berkontribusi terhadap pendapatan daerah," kata Ramli.

Baca juga: Inilah identitas 12 pegawai KPK dan uang pungli yang mereka diterima

Pewarta: Teuku Dedi Iskandar

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024