Anggota DPD RI asal Aceh, H Sudirman atau Haji Uma mendorong Pemerintah Aceh untuk melibatkan ulama dalam hal ini Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) pada proses perizinan pagelaran seni budaya dan hiburan di Aceh.
"Gubernur Aceh adalah penanggung jawab Pemerintah Aceh dan memiliki kewenangan membuat aturan yang berlaku menyeluruh di Aceh terhadap orang maupun instansi atau badan hukum," kata Haji Uma dalam keterangannya, di Banda Aceh, Jumat.
Permintaan itu disampaikan dalam suratnya kepada Pj Gubernur Aceh dengan nomor 62/10.1/B-01/DPD RI/VII/2024 terkait pergelaran seni budaya dan hiburan di Aceh.
Surat tersebut disampaikan setelah menerima aspirasi dari masyarakat dan alim ulama di Aceh, termasuk koordinasi dengan Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali (Lem Faisal).
Haji Uma mengatakan, hasil koordinasinya dengan Ketua MPU Aceh, selama ini perizinan pergelaran seni dan hiburan di Aceh tidak melibatkan MPU untuk rekomendasi awal.
"Karena itu kita dorong Pj Gubernur Aceh untuk melahirkan aturan yang sesuai dengan nilai-nilai syariat islam dan kearifan lokal Aceh," ujarnya.
Kata dia, surat tersebut juga didasari dari aspirasi masyarakat Aceh yang menyoal pergelaran konser musik Bhayangkara Fest 2024 yang bertepatan dengan 1 Muharram 1446 Hijriah.
"Hal itu telah memantik reaksi ditengah masyarakat karena dinilai mendegradasi momentum tahun baru Islam, kurang mempertimbangkan kearifan lokal serta kekhususan Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam," kata Haji Uma.
Adapun isi surat anggota DPD RI untuk Pj Gubernur Aceh tersebut yakni mempertegas pengaturan perizinan kegiatan yang berpotensi mendegradasi nilai kearifan lokal dan kekhususan Aceh.
Serta berpeluang menjadi polemik di tengah masyarakat dengan mewajibkan adanya Rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh atau MPU kabupaten/kota.
Kemudian, menerbitkan peraturan Gubernur Aceh atau melahirkan Qanun Aceh yang mengatur pergelaran seni budaya dan hiburan di Aceh yang disesuaikan dengan penerapan syariat Islam dan kearifan lokal Aceh.
Terakhir, menjadi atensi dalam rapat Forkopimda/Forkopimda Plus Aceh untuk bersama-sama mencegah masalah yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari.
Melalui surat tersebut, Haji Uma berharap semua pihak memiliki kesepahaman yang sama, saling sinergi serta secara kolektif mencegah masalah yang sama berulang kedepannya.
"Kita berharap kedepan hal serupa seperti sebelumnya tidak berulang melalui proses koordinasi Forkopimda. Kita juga melihat perlu adanya regulasi spesifik dan peran MPU untuk memberikan rekomendasi," demikian Haji Uma.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
"Gubernur Aceh adalah penanggung jawab Pemerintah Aceh dan memiliki kewenangan membuat aturan yang berlaku menyeluruh di Aceh terhadap orang maupun instansi atau badan hukum," kata Haji Uma dalam keterangannya, di Banda Aceh, Jumat.
Permintaan itu disampaikan dalam suratnya kepada Pj Gubernur Aceh dengan nomor 62/10.1/B-01/DPD RI/VII/2024 terkait pergelaran seni budaya dan hiburan di Aceh.
Surat tersebut disampaikan setelah menerima aspirasi dari masyarakat dan alim ulama di Aceh, termasuk koordinasi dengan Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali (Lem Faisal).
Haji Uma mengatakan, hasil koordinasinya dengan Ketua MPU Aceh, selama ini perizinan pergelaran seni dan hiburan di Aceh tidak melibatkan MPU untuk rekomendasi awal.
"Karena itu kita dorong Pj Gubernur Aceh untuk melahirkan aturan yang sesuai dengan nilai-nilai syariat islam dan kearifan lokal Aceh," ujarnya.
Kata dia, surat tersebut juga didasari dari aspirasi masyarakat Aceh yang menyoal pergelaran konser musik Bhayangkara Fest 2024 yang bertepatan dengan 1 Muharram 1446 Hijriah.
"Hal itu telah memantik reaksi ditengah masyarakat karena dinilai mendegradasi momentum tahun baru Islam, kurang mempertimbangkan kearifan lokal serta kekhususan Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam," kata Haji Uma.
Adapun isi surat anggota DPD RI untuk Pj Gubernur Aceh tersebut yakni mempertegas pengaturan perizinan kegiatan yang berpotensi mendegradasi nilai kearifan lokal dan kekhususan Aceh.
Serta berpeluang menjadi polemik di tengah masyarakat dengan mewajibkan adanya Rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh atau MPU kabupaten/kota.
Kemudian, menerbitkan peraturan Gubernur Aceh atau melahirkan Qanun Aceh yang mengatur pergelaran seni budaya dan hiburan di Aceh yang disesuaikan dengan penerapan syariat Islam dan kearifan lokal Aceh.
Terakhir, menjadi atensi dalam rapat Forkopimda/Forkopimda Plus Aceh untuk bersama-sama mencegah masalah yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari.
Melalui surat tersebut, Haji Uma berharap semua pihak memiliki kesepahaman yang sama, saling sinergi serta secara kolektif mencegah masalah yang sama berulang kedepannya.
"Kita berharap kedepan hal serupa seperti sebelumnya tidak berulang melalui proses koordinasi Forkopimda. Kita juga melihat perlu adanya regulasi spesifik dan peran MPU untuk memberikan rekomendasi," demikian Haji Uma.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024