Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Aceh mendorong semua ormas Islam untuk menolak ketentuan penyediaan alat kontrasepsi di sekolah sebagaimana ketentuan Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.

"Itu bersifat liberal, sekuler, dan kapitalisme. Ketentuan ini seperti melegalkan zina dan tidak cocok untuk kita di Aceh yang mengedepankan Syariat Islam," kata Bendahara ICMI Aceh, Saifuddin Rasyid, di Banda Aceh, Jumat.

ICMI menegaskan, menolak dengan keras pelaksanaan ketentuan tersebut. Karena itu, dirinya juga mengajak ormas Islam untuk menguji materil (judicial review) peraturan tersebut ke Mahkamah Agung.

"Kita mesti kecam dan tolak pelaksanaan ketentuan ini. Bukan itu saja, kita pun perlu ajak dan dorong kawan-kawan Ormas Islam untuk judicial review ketentuan itu," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris ICMI Aceh yang juga Ahli serta Subspecialis Kesehatan Reproduksi, Prof Rajuddin menyatakan bahwa ketentuan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah tidak sesuai dengan moral bangsa ini yang menganut Pancasila.

Begitu juga dengan pelayanan kesehatan reproduksi bagi anak sekolah, dinilai sebagai ketentuan "aneh" yang seakan melegalkan zina.

"Ketentuan ini sangat sekuler. Tidak sesuai dengan budaya bangsa kita," kata Prof Rajuddin.

Disisi lain, Wakil Ketua ICMI Aceh yang juga mantan Anggota MPR RI, Naimah Hasan merasa prihatin dan miris dengan klausul tersebut.

"Mau dibawa kemana generasi ini. Ketentuan itu jauh sekali dari nilai-nilai Syariah dan budaya bangsa kita. Ketentuan itu mesti dicabut," ujarnya.

Tak hanya kecaman, pengurus ICMI Aceh lainnya yang juga Ahli Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry, Dr Agustin Hanafi menyampaikan beberapa solusi terkait masalah tersebut.

Di mana, semua masyarakat harus menjadikan keluarga sebagai benteng pertahanan terhadap segala bentuk kebejatan moral yang tidak sesuai dengan ajaran agama. 

Kemudian, pengawasan orang tua harus lebih optimal untuk mencermati sikap dan perilaku para anak remaja. Hal ini penting agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan sex bebas.

"Selain peran orang tua, para guru di sekolah juga mempengaruhi sikap para remaja dalam kaitannya dengan pergaulan yang menjurus ke sex bebas," kata Dr Agustin Hanafi.

Dalam kesempatan ini, Ketua MPW ICMI Aceh, Dr Taqwaddin meminta semua pengurus ICMI baik tingkat wilayah maupun kabupaten/kota agar berkolaborasi dengan berbagai Ormas Islam untuk menggalang kebersamaan guna memahami potensi sekularisasi dari ketentuan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan. 

"Langkah ini ini penting, karena saya khawatir akan rusaknya generasi kini dan masa depan dengan adanya ketentuan-ketentuan produk Omnibus Law seperti itu," demikian Dr Taqwaddin.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril telah bahwa menegaskan pemberian alat kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah demi menjaga kesehatan calon ibu.   
 
"Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah hingga umur yang aman untuk hamil, dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan," katanya.   
 
Ia lantas meminta masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut karena akan diperjelas dalam rancangan peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan PP tersebut.
 
Ia menjelaskan PP tersebut memuat upaya pemerintah meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit sekaligus menjelaskan edukasi terkait dengan kesehatan reproduksi, termasuk penggunaan kontrasepsi.


Baca juga: ICMI berikan 10 rekomendasi pembangunan ke PJ Gubernur Aceh Bustami

Pewarta: Rahmat Fajri

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024