Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Ketua DPD PDI-P Provinsi Aceh, H Karimun Usman mengemukakan, program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) plus Pemerintahan Gubernur - Wakil Gubernur, Irwandi Yusuf - Nova Iriansyah bakal terkendala dengan ketersediaan obat.

"Bila tidak ada jaminan ketersediaan obat dalam jumlah memadai, maka program JKA bakal terkendela. Apalagi akhir-akhir ini terjadi kelangkaan obat di sejumlah kabupaten dan kota yang diduga akibat oknum distributor yang mempermainkan peredaran obat di provinsi itu," katanya kepada wartawan di Banda Aceh, Jumat.

Melihat kondisi ini, H Karimun sempat berang dan ia langsung terjun ke lapangan mengumpulkan informasi dan mencari faktor penyebab kelangkaan obat  sekaligus  mengantisipasi agar bisa segera dicari solusi, sehingga tidak mengganggu program kesehatan Irwandi-Nova maupun program Nawacita Presiden Jokowi bidang kesehatan.

"Kami juga telah  memanggil pihak Kimia Farma, sebagai BUMN farmasi terbesar di Indonesia dalam penyediaan obat-obatan bagi masyarakat khususnya untuk wilayah Aceh," ujar Karimun.

PDI Perjuangan, menurut Karimun, sebagai partai penguasa,  kasus kelangkaan obat ini tidak bisa dibiarkan berlarut, terlebih lagi di Aceh agar tidak sampai kelangkaan obat ini mempengaruhi program Pemerintah Aceh tentang pengobatan gratis melalui JKA.

Sebagai BUMN,  lanjut Karimun, Kimia Farma memiliki tanggung jawab besar terhadap penderitaan dan kesejahteraan rakyat.

Ia berjanji, berbagai persoalan ini  akan ia sampaikan ke Pemerintah Pusat dan  menteri terkait, seperti Menteri BUMN dan Menteri Kesehatan, agar masalah kelangkaan obat di Aceh bisa segera diatasi.

Sementara itu, Bisnis Manager PT Kimia Farma Aceh, Cahyo Dwi Agung mengakui bahwa kelangkaan obat-obatan ini sudah terjadi sejak pertengahan tahun lalu.

Di pihak lain, kata dia, Kimia Farma tidak bisa leluasa menyebarkan obata-obatan karena cakupannya terbatas.

Untuk Aceh, kata Agung, baru sedikit kabupaten dan kota yang tercakup atau telah berdiri Apotik  Kimia Farma, seperti  Langsa ada  2, Lhokseumawe 3, Sigli 1, Bireun 1, Meulaboh 1, sedangkan Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi sudah ada apotik 12 unit.

Di wilayah Barat dan Selatan Aceh, baru dibangun di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, sedang kabupaten dan kota lain belum ada penambahan.

Kimia Farma Aceh, kata Cahyo Dwi Agung, sangat berkeinginan melakukan ekspansi distribusi obat di setiap daerah di Aceh.      

Keinginan tersebut akan dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan sekaligus memenangkan persaingan dalam merebut pasar farmasi di daerah ini seiring diberlakukannya JKA Plus oleh Pemerintah Aceh melalui Badan Penyelenggaraa Jaminan Sosial (BPJS) pada tahun mendatang.

Masalahnya, lanjut Agung, untuk melakukan ekspansi di seluruh daerah dan kecamatan potensial, tidak bisa dilakukan oleh Kimia Farma, tanpa campur tangan pihak pemerintah.

"Bisa kita tambah apotik tetapi kami minta harus ada instruksi khusus dari Pemerintah Aceh agar lebih mudah dalam perizinan," ujar  Agung.

Menurutnya, saat ini Aceh sangat terbatas mengakses obat dan klinik obat-obatan. Aceh sangat terganggu jaringan layanan kesehatan.

Namun kedepan dengan adanya izin dari pemerintah daerah terutama dari Gubernur Aceh, dipastikan Kimia Farma akan hadir di seluruh kabupaten, ujar dia.  
    
Layanan kesehatan yang menyeluruh bagaimana menyukseskan program nawacita Presiden Jokowih harus menyeluruh dan merata sampai ke pelosok agar selaras program pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat dapat terwujud.

Layanan kesehatan dan distibusi obat yang terkendali di seluruh Aceh, sebagai salah satu solusi mengantisipasi praktek para distributor  "abal-abal" yang menurut Agung sebagai salah  satu penyebab terjadinya kelangkaan obat-obat kesehatan di daerah ini.


Pewarta:

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2017