Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) melaksanakan festival teater berbahasa Aceh sebagai strategi meningkatkan jumlah penutur muda bahasa Aceh yang saat ini mulai mengalami penurunan.
“Kegiatan ini penting untuk menumbuhkan apresiasi terhadap bahasa dan sastra daerah, sekaligus melindungi dan mengembangkan bahasa daerah khususnya di kalangan generasi muda,” kata Kepala BBPA, Umar Solikhan, di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan Umar Solikhan di sela-sela kegiatan Festival Teater Bahasa Aceh yang berlangsung sejak 24-26 November 2024, di Banda Aceh.
Umar menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) Aceh yang telah dilaksanakan Balai Bahasa Aceh sejak tahun 2022.
Baca: Miris, penutur bahasa Aceh di kalangan generasi kian menurun
Revitalisasi melalui seni pertunjukan ini dipilih, selain dalam rangka merestorasi kembali bahasa Aceh, juga untuk melatih kemampuan teatrikal generasi muda.
“Semoga kegiatan ini dapat pula merangsang tumbuhnya komunitas teater berbahasa daerah di wilayah Aceh yang dalam satu dekade ini, semangat seni pertunjukan juga mulai memudar,” ujarnya.
Festival ini diikuti 190 peserta dari 19 tim perwakilan sekolah tingkat SMA/SMK di delapan kabupaten/kota di Aceh. Meskipun belum mencakup seluruh kabupaten/kota di Aceh, Umar optimis partisipasi akan meningkat di masa mendatang.
“Kami berharap festival ini bisa menjadi agenda tahunan dan mendorong lebih banyak daerah untuk berpartisipasi demi memperkuat pelestarian budaya lokal,” katanya.
Selain sebagai ruang apresiasi seni dan budaya, festival itu juga dapat memberikan penghargaan berupa hadiah total puluhan juta rupiah.
Baca: Bahasa Aceh dan Gayo diakui WBTB, Akademisi USK dorong pemprov buat regulasi khusus
"Namun, nilai hadiah bukanlah yang utama, yang lebih penting adalah semangat dan kontribusi peserta dalam menjaga kelangsungan bahasa daerah,” ujar Umar.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Imam Budi Santoso menjelaskan bahwa Aceh dipilih sebagai salah satu dari 10 provinsi penyelenggara program ini karena latar belakang sejarahnya yang kaya akan sastra dan budaya.
"Aceh memiliki sejarah yang kaya dalam sastra dan budaya, dengan tokoh-tokoh besar seperti Hamzah Fansuri dan Ali Hasjmy. Melalui teater, kami ingin melibatkan generasi muda untuk menjaga keberlanjutan bahasa daerah," katanya.
Festival berbahasa daerah ini, kata Imam, merupakan inovasi baru dari pemerintah untuk merespons kekhawatiran UNESCO terkait kepunahan bahasa daerah. Data menunjukkan 200 bahasa di dunia telah punah dalam 30 tahun terakhir, termasuk 11 bahasa di Indonesia.
Meskipun bahasa Aceh berdasarkan kajian vitalitas masih dikategorikan aman, dirinya tetep mengingatkan pentingnya regenerasi melalui penggunaan bahasa dalam keluarga dan masyarakat.
Baca: BBPA: 24 delegasi Aceh siap tampilkan kebudayaan lokal di FTBIN
“Jika bahasa Aceh tidak lagi digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, baik di keluarga maupun masyarakat, tidak sampai 100 tahun ke depan, bahasa ini hanya akan menjadi cerita,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, program ini juga sejalan dengan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang melibatkan siswa SD dan SMP. Untuk tingkat SMA/SMK, seni teater dipilih karena lebih relevan dan mampu mendorong kolaborasi antar siswa.
Teater berbahasa daerah ini menjadi pilihan karena menggabungkan pelestarian budaya dan ekspresi seni.
Ia menekankan, bahwa penting adanya sinergitas antara pemerintah daerah, komunitas, dan masyarakat dalam menghidupkan kembali penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda.
“Tanpa dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, upaya pelestarian bahasa dan sastra akan sia-sia. Mari bersama menjaga bahasa kita agar tidak hanya menjadi cerita bagi generasi mendatang,” demikian Imam Budi Santoso.
Baca: Balai Bahasa: FTBI 2024 untuk memotivasi generasi muda lestarikan bahasa ibu
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024
“Kegiatan ini penting untuk menumbuhkan apresiasi terhadap bahasa dan sastra daerah, sekaligus melindungi dan mengembangkan bahasa daerah khususnya di kalangan generasi muda,” kata Kepala BBPA, Umar Solikhan, di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan Umar Solikhan di sela-sela kegiatan Festival Teater Bahasa Aceh yang berlangsung sejak 24-26 November 2024, di Banda Aceh.
Umar menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) Aceh yang telah dilaksanakan Balai Bahasa Aceh sejak tahun 2022.
Baca: Miris, penutur bahasa Aceh di kalangan generasi kian menurun
Revitalisasi melalui seni pertunjukan ini dipilih, selain dalam rangka merestorasi kembali bahasa Aceh, juga untuk melatih kemampuan teatrikal generasi muda.
“Semoga kegiatan ini dapat pula merangsang tumbuhnya komunitas teater berbahasa daerah di wilayah Aceh yang dalam satu dekade ini, semangat seni pertunjukan juga mulai memudar,” ujarnya.
Festival ini diikuti 190 peserta dari 19 tim perwakilan sekolah tingkat SMA/SMK di delapan kabupaten/kota di Aceh. Meskipun belum mencakup seluruh kabupaten/kota di Aceh, Umar optimis partisipasi akan meningkat di masa mendatang.
“Kami berharap festival ini bisa menjadi agenda tahunan dan mendorong lebih banyak daerah untuk berpartisipasi demi memperkuat pelestarian budaya lokal,” katanya.
Selain sebagai ruang apresiasi seni dan budaya, festival itu juga dapat memberikan penghargaan berupa hadiah total puluhan juta rupiah.
Baca: Bahasa Aceh dan Gayo diakui WBTB, Akademisi USK dorong pemprov buat regulasi khusus
"Namun, nilai hadiah bukanlah yang utama, yang lebih penting adalah semangat dan kontribusi peserta dalam menjaga kelangsungan bahasa daerah,” ujar Umar.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Imam Budi Santoso menjelaskan bahwa Aceh dipilih sebagai salah satu dari 10 provinsi penyelenggara program ini karena latar belakang sejarahnya yang kaya akan sastra dan budaya.
"Aceh memiliki sejarah yang kaya dalam sastra dan budaya, dengan tokoh-tokoh besar seperti Hamzah Fansuri dan Ali Hasjmy. Melalui teater, kami ingin melibatkan generasi muda untuk menjaga keberlanjutan bahasa daerah," katanya.
Festival berbahasa daerah ini, kata Imam, merupakan inovasi baru dari pemerintah untuk merespons kekhawatiran UNESCO terkait kepunahan bahasa daerah. Data menunjukkan 200 bahasa di dunia telah punah dalam 30 tahun terakhir, termasuk 11 bahasa di Indonesia.
Meskipun bahasa Aceh berdasarkan kajian vitalitas masih dikategorikan aman, dirinya tetep mengingatkan pentingnya regenerasi melalui penggunaan bahasa dalam keluarga dan masyarakat.
Baca: BBPA: 24 delegasi Aceh siap tampilkan kebudayaan lokal di FTBIN
“Jika bahasa Aceh tidak lagi digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, baik di keluarga maupun masyarakat, tidak sampai 100 tahun ke depan, bahasa ini hanya akan menjadi cerita,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, program ini juga sejalan dengan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang melibatkan siswa SD dan SMP. Untuk tingkat SMA/SMK, seni teater dipilih karena lebih relevan dan mampu mendorong kolaborasi antar siswa.
Teater berbahasa daerah ini menjadi pilihan karena menggabungkan pelestarian budaya dan ekspresi seni.
Ia menekankan, bahwa penting adanya sinergitas antara pemerintah daerah, komunitas, dan masyarakat dalam menghidupkan kembali penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda.
“Tanpa dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, upaya pelestarian bahasa dan sastra akan sia-sia. Mari bersama menjaga bahasa kita agar tidak hanya menjadi cerita bagi generasi mendatang,” demikian Imam Budi Santoso.
Baca: Balai Bahasa: FTBI 2024 untuk memotivasi generasi muda lestarikan bahasa ibu
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2024