Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh mencatat total kerugian akibat bencana di provinsi ujung barat Indonesia tersebut pada tahun 2017 mencapai Rp1,5 triliun.

"Kami mencatat total kerugian akibat bencana di Provinsi Aceh mencapai Rp1,5 triliun. Ini merupakan jumlah yang besar," kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh Muhammad Nur di Banda Aceh, Selasa.

Muhammad Nur mengatakan, pihak mencatat 120 kali terjadi bencana di Provinsi Aceh. Di antaranya kebakaran dua kali, kekeringan 14 kali, pencemaran limbah tiga kali. Kemudian, abrasi delapan kali, puting beliung 22 kali, banjir 38 kali, serta tanah longsor 25 kali.

Kerugian akibat bencana terbanyak, kata dia, adalah kekeringan dengan nilai kurang lebih Rp1,1 triliun. Di mana akibat kekeringan menyebabkan petani sawah gagal.

Setelah itu bencana banjir dengan kerugian sekitar Rp219,6 miliar. Kerugian ini meliputi rusaknya infrastruktur publik, kebun masyarakat dan tanaman padi terendam, banyak rumah masyarakat rusak.

Kemudian, tidak sedikit masyarakat kehilangan harta benda dan kendaraan bermotor. Sedangkan jumlah pengungsi akibat banjir mencapai 62.487 orang, kata Muhammad Nur.

Berikutnya kerugian abrasi mencapai Rp47,9 miliar. Kerugian meliputi relokasi tempat tinggal, rumah amblas, dan rusak jalan. Serta sawah dan perkebunan tergerus.

Selanjutnya kerugian akibat bencana kebakaran mencapai Rp46,3 miliar. Kerugian ini berdampak pada terganggu kesehatan warga serta lahan terbakar. Kerugian akibat pencemaran limbah mencapai Rp2,2 miliar.

Bencana puting beliung juga telah menyebabkan kerugian mencapai Rp6,6 miliar. Bencana ini menyebabkan banyak bangunan rusak, transportasi terhambat transportasi serta lainnya.

"Walhi juga mencatat kerugian tanah longsor mencapai Rp80,5 miliar. Bencana ini menyebabkan pemukiman hancur, infrastruktur publik rusak, serta perkebunan masyarakat tertimbun tanah," kata dia.

Muhammad Nur menyebutkan, penyebab bencana selain gempa dan angin yang terjadi di Aceh yakni rusaknya kawasan hutan serta alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan lainnya.

"Selain itu juga maraknya pembakaran lahan, perambahan hutan di hulu daerah aliran sungai dan galian C di aliran sungai, sehingga hilangnya resapan air," demikian Muhammad Nur.


Pewarta: Haris SA

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018