Blangpidie (Antaranews Aceh) - Pelajar SMPN 2 Tangan-Tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh, tiap hari terpaksa harus buka sepatu melintasi sungai, karena jembatan penghubung menuju sekolah mereka sampai saat ini belum tersedia.

"Memang ada akses lain untuk menuju ke sekolah itu, tapi melalui jalan perkuburan. Anak-anak takut melewati jalan itu. Mereka lebih memilih jalan sungai walaupun harus buka sepatu," kata Ketua Komitte SMPN 2 Tangan-Tangan, Ryan di Blangpidie, Rabu.

Sekolah yang disebutkan itu berada di Desa Ie Lhob, Kecamatan Tangan-Tangan, atau sekitar 10 kilometer ke arah selatan dari Blangpidie (Ibukota Abdya), dan untuk menuju ke sekolah itu harus melintasi sungai karena belum tersedianya jembatan.

Ia mengaku timbul rasa kasihan ketika menyaksikan para generasi bangsa itu tiap hari terpaksa harus melepaskan sepatu kemudian ditenteng untuk menghindari basah saat melintasi air sungai.

Sungai yang lebarnya sekitar 10 meter itu, sambung dia, memang tidak membahayakan pelajar, karena saat memasuki musim kemarau air sungai tersebut menjadi dangkal sedalam tumit orang dewasa.

"Berbeda ketika musim hujan. Saat hujan melanda sungai itu tidak bisa dilintasi, karena air yang mengalir dari pengunungan cukup deras. Jadi, mau tidak mau, pelajar terpaksa menempuh jalan perkuburan untuk sampai ke sekolahnya," ungkapnya.

Ia mengaku telah berulang kali menyampaikan keluhan tersebut pada Dinas Pendidikan kabupaten, tetapi sampai saat sekarang pembangunan jembatan penghubung ke sekolah itu belum juga dibangun oleh pemerintah daerah.

Menurut dia, beberapa tahun lalu, Pemkab Abdya memang sudah mewacanakan pembangunan jembatan penghubung itu, dan bahkan menurut informasi, proyek pembangunan jembatan tersebut sudah dalam proses tender, namun digagalkan.

"Saya tidak tau penyebabnya, yang jelas proyek pembangunan jembatan SMP itu sebelumnya sudah pernah dilelang oleh pemerintah kabupaten. Saya pernah melihatnya di internet. Tapi, tidak lama kemudian hilang entah kemana," ujarnya.

Ia selaku ketua komitte sekolah mewakili seluruh orangtua siswa, sangat berharap, agar pemerintah daerah bersedia membangun jembatan penghubung itu, supaya para pelajar, dan dewan guru tidak harus lagi buka sepatu ketika pergi ke sekolah.

Jembatan rusak. Foto Antaranews Aceh/ Suprian.

Sementara itu, warga juga meminta Pemkab Abdya segera memperbaiki sejumlah jembatan penghubung antar desa yang rusak akibat dilalui mobil dam truck pengangkut batu gajah pada tahun 2016.

Kepala Desa Rubek Meupayong, Kecamatan Susoh, Tengku Jasidar di Blangpidie, Rabu mengatakan, jembatan penghubung yang berada di desanya sudah lebih satu tahun rusak parah, padahal itu akses utama warga ke Blangpidie.

"Jembatan itu rusak akibat dilalui mobil dam truck pengangkut batu gajah pada pertengahan tahun 2016. Dulu dijanjikan dalam waktu dekat segera diperbaiki, namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda pembangunan," ungkapnya.

Menurut Jasidar, saat ini jembatan tersebut hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua. Itupun setelah diperbaiki secara swadaya oleh masyarakat dengan cara, jembatan diganti dengan pohon kelapa.

Senada dengan itu juga diutarakan oleh Zainun, Kepala Desa Keude Baro, Kecamatan Kuala Batee yang juga mengeluhkan jembatan penghubung menuju desanya yang terletak di kawasan Desa Rumoh Panyang dan Desa Ie Mameh rusak parah akibat dihantam banjir.

Banjir yang melanda tahun lalu, sambung dia, telah menyebabkan tiang penyangga jembatan patah akibat dihantam kayu yang hanyut dibawa arus sungai, sehingga bagian tengah jembatan turun ke sungai, dan berbentuk huruf V.

"Masyarakat dari Desa Ie Mameh, Desa Keude Baro, dan bahkan dari Desa Lama Tuha selalu menggunakan jembatan itu untuk mempersingkat jarak tempuh ke ibukota kecamatan. Saya harap pemerintah segera memperbaiki jembatan itu," pintanya.

Selain itu, Pemkab Abdya juga diminta untuk segera membangun jembatan penghubung di atas bantaran Sungai Krueng Ie Lhob, agar pelajar SMPN 2 Kecamatan Tangan-Tangan tidak lagi melintasi sungai saat ke sekolah.

"Ada akses lain untuk menuju ke sekolah itu, tapi melalui jalan perkuburan. Anak-anak takut melewati jalan itu. Mereka lebih memilih jalan sungai walaupun harus buka sepatu," ungkap Ryan, Ketua Komitte SMPN 2 Tangan-Tangan.

Pewarta: Suprian

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018