Blangpidie (Antaranews Aceh) - Ekonomi masyarakat Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) sejak awal 2018 mulai terjepit lantaran minimnya lapangan pekerjaan, sehingga banyak "hijrah" ke Kabupaten Simeulue untuk bekerja memetik cengkih.
Zainun, salah seorang petani warga Desa Kuta Bakdrien, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya, saat dihubungi dari Blangpidie, Senin mengatakan, ongkos ataupun upah memetik cengkih di kawasan kepulauan itu saat ini sebesar Rp12 ribu/bambu.
"Jadi, dalam satu hari kami mampu memetik cengkih rata-rata 15 bambu/orang, dan bila kita kalikan Rp. 12 ribu/bambu, maka upah yang kami peroleh setiap hari mencapai Rp180 ribu/orang," ungkapnya.
Zainun mengaku sudah 10 hari lalu berangkat ke Sinabang bersama ratusan warga Abdya lainnya melalui pelabuhan penyeberangan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan khusus untuk bekerja memanen cengkih milik warga Simeulue.
"Ribuan hektare tanaman cengkih milik warga Simeulue saat ini sedang musim panen. Jadi, berhubung di Kabupaten Abdya tidak ada lapangan pekerjaan, maka kami sekitar 30 orang warga Desa Kuta Bakdrien berangkat mencari nafkah ke pulau tersebut," ungkapnya.
Ia berkata, setiba di Sinabang, mereka melihat hamparan lahan kebun cengkih sangat luas di kawasan pegunungan yang sudah mulai produksi dan tenaga kerjanya rata-rata masyarakat yang berasal dari Kabupaten Abdya.
"Warga Abdya ramai-ramai datang ke Sinabang, lantaran ekonominya terjepit. Usai tanam padi di sawah lapangan pekerjaan lain tidak ada. Jadi, untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, maka kami terpaksa mencari nafkah ke Simeulue," ungkapnya.
Bedasarkan data tahun 2015, luas areal kebun cengkih milik masyarakat kepulauan Simeulue sudah mencapai 14.851 hektare, dan yang sudah memasuki masa panen seluas 5.014 hektare, dengan hasil produksi di atas 1.200 ton/tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018
Zainun, salah seorang petani warga Desa Kuta Bakdrien, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya, saat dihubungi dari Blangpidie, Senin mengatakan, ongkos ataupun upah memetik cengkih di kawasan kepulauan itu saat ini sebesar Rp12 ribu/bambu.
"Jadi, dalam satu hari kami mampu memetik cengkih rata-rata 15 bambu/orang, dan bila kita kalikan Rp. 12 ribu/bambu, maka upah yang kami peroleh setiap hari mencapai Rp180 ribu/orang," ungkapnya.
Zainun mengaku sudah 10 hari lalu berangkat ke Sinabang bersama ratusan warga Abdya lainnya melalui pelabuhan penyeberangan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan khusus untuk bekerja memanen cengkih milik warga Simeulue.
"Ribuan hektare tanaman cengkih milik warga Simeulue saat ini sedang musim panen. Jadi, berhubung di Kabupaten Abdya tidak ada lapangan pekerjaan, maka kami sekitar 30 orang warga Desa Kuta Bakdrien berangkat mencari nafkah ke pulau tersebut," ungkapnya.
Ia berkata, setiba di Sinabang, mereka melihat hamparan lahan kebun cengkih sangat luas di kawasan pegunungan yang sudah mulai produksi dan tenaga kerjanya rata-rata masyarakat yang berasal dari Kabupaten Abdya.
"Warga Abdya ramai-ramai datang ke Sinabang, lantaran ekonominya terjepit. Usai tanam padi di sawah lapangan pekerjaan lain tidak ada. Jadi, untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, maka kami terpaksa mencari nafkah ke Simeulue," ungkapnya.
Bedasarkan data tahun 2015, luas areal kebun cengkih milik masyarakat kepulauan Simeulue sudah mencapai 14.851 hektare, dan yang sudah memasuki masa panen seluas 5.014 hektare, dengan hasil produksi di atas 1.200 ton/tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018