Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dam Kehutanan Wiratno mengatakan Pembangunan pembangkit listrik tenaga air atau PLTA di Provinsi Aceh tergantung Gubernur.

"Tergantung Gubernur. Apakah Gubernur setuju atau tidak. Pemerintah pusat hanya mendengar Gubernur karena Gubernur mewakili masyarakat," kata Wiratno di Banda Aceh, Kamis.

Pernyataan tersebut dikemukakan Wiratno ketika menanggapi rencana pembangunan PLTA Tampur yang berada di pedalaman Aceh dan masuk Kawasan Ekosistem Leuser.

Investor Hongkong berencana membangun PLTA di Tampur mencapai 400 megawatt lebih. Tampur berada di pedalaman Aceh Timur dan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues.

Kendati pembangunannya tergantung Gubernur, kata dia, Gubernur juga harus mendengarkan suara masyarakat. Apakah masyarakatnya setuju atau tidak.

Sebab, masyarakat yang merasakan dampak dari sebuah proses pembangunan. Oleh karena itu, pembangunannya harus dikomunikasikan dengan masyarakat, kata dia.

Selain itu, sebut dia, pembangunannya juga jangan sampai merusak Kawasan, khususnya Kawasan hutan. Juga jangan masuk dalam kawasan lindung, seperti Taman National Gunung Leuser.

"Kawasan hutan lindung tidak bisa dialihfungsikan. Selain itu, pembangunannya juga harus memiliki analisa mengenai dampak Lingkungan atau amdal. Amdal ini jangan sekadar dokumen," kata dia.

Sebelumnya, kalangan aktivis lingkungan mendesak pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Tampur di Kabupaten Aceh Timur dibatalkan karena dikhawatirkan berdampak pada rusaknya kawasan lindung di Provinsi Aceh.

"Kami mendesak pembangunan PLTA Tampur dibatalkan karena hanya akan merusak kawasan lindung dan mengundang bencana ekologi di Provinsi Aceh," kata TM Zulfikar, aktivis lingkungan, di Banda Aceh.

Baca juga: Aktivis desak pembangunan PLTA Tampur dibatalkan

TM Zulfikar yang juga Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari mengatakan, wilayah Tampur yang akan dibangun PTLA merupakan kawasan lindung. Kawasan itu juga merupakan sumber air bagi masyarakat di pesisir timur Aceh.

Jika PLTA tetap dipaksakan dibangun, kata TM Zulfikar, dipastikan kawasan hutan di Aceh Timur maupun Kabupaten Gayo Lues rusak dan mengganggu ekosistem yang seharusnya diwariskan kepada generasi mendatang.

"Luas kawasan hutan yang akan dirambah untuk pembangunan PLTA Tampur mencapai 1200 hektare lebih. Kawasan hutannya merupakan habitat orangutan, pelintasan gajah, serta satwa lainnya," kata dia.

Pewarta: Haris SA

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018