Jakarta (Antaranews Aceh) - Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai banyaknya calon legislatif yang direkrut oleh partai politik dimaksudkan untuk mengumpulkan suara demi tercapainya ambang batas parlemen.

"Saya melihat bahwa masuknya calon-calon legislatif yang direkrut parpol untuk tujuan mengumpulkan suara," ujar Bivitri di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin.

Bivitri mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh pihak pemohon, dalam sidang uji materi ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf n UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Bivitri mengungkapkan dalam beberapa laporan penelitian yang dia dapatkan, strategi parpol yang merekrut publik figur dari kalangan selebriti sebagai caleg, merupakan hal yang sangat sering terjadi di Indonesia.

"Fenomena ini sering disoroti karena dianggap sebagai cermin keinginan parpol untuk semata meraih kursi sebanyaknya," kata Bivitri.

Keinginan parpol untuk meraih suara sebanyak-banyaknya ini kemudian dinilai Bivitri menjadi salah satu penyebab gagalnya parpol dalam melakukan pendidikan politik.

"Hal ini akan terus-menerus terjadi, apalagi sekarang angka ambang batas parlemen semakin tinggi menjadi empat persen," kata Bivitri.

Lebih lanjut Bivitri menilai meraih suara sebanyak mungkin merupakan prioritas parpol, namun kurang memperhatikan strategi jangka panjang mengenai cara mendapatkan suara sesuai tujuan parpol.

"Yang lebih penting adalah betul-betul memenuhi ambang batas parlemen supaya tidak ada kursi yang nantinya akan terbuang," kata Bivitri.

Perkara uji materi ini diajukan oleh kader dari salah satu partai politik yang merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf n UU Pemilu, karena ketentuan tersebut tidak mengatur waktu minimum bagi kader parpol untuk diikutkan dalam Pemilihan Legislatif.

Pewarta: Maria Rosari

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018