Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Pelaku industri pengolahan perikanan laut di Aceh mengaku, dewasa ini baru merambah pasar provinsi tetangga, yakni Sumatera Utara (Sumut) dengan volume sekitar satu ton per bulan. 

"Kita layani juga permintaan dari Medan. Ada 200 kilogram (kg), terkadang 300 kg setiap pekan," kata pemilik salah satu industri rumahan, Muhammad Nur Usman (65), di Lampulo, Banda Aceh, Selasa.

Pedangang di Sumut, lanjut dia, selalu siap menerima dalam jumlah tidak terbatas dari pihaknya produksi, dan mengirim komoditas tersebut demi memenuhi kebutuhan, seperti di Langkat, Binjai, dan Medan.

Namun dalam setahun terakhir industri miliknya mulai kewalahan dalam memenuhi permintaan ikan asin demi mencukupi kebutuhan ditingkat lokal, seperti Banda Aceh dan Aceh Besar. 

"Akibat industri pengolahan perikanan rumahan di Banda Aceh banyak yang tidak operasi, karena kesulitan dalam memperoleh permodalan baik dari bank atau pemerintah setempat," ujarnya.

"Kalau saya tetap berjalan dengan mempekerjakan tiga orang karyawan," terang Nur, yang telah menekuni usaha tersebut sejak tahun 1970-an.

Teuku Arizal (45), pemilik salah satu sentra produksi ikan di Lamdingin, Banda Aceh mengatakan, terdapat beberapa jenis ikan hasil tangkapan nelayan yang diolah menjadi ikan asin.

Ia mengaku, paling sering dari jenis ikan yang diolah menjadi ikan asin, yakni Kambing-kambing karena harga di relatif murah, dan penduduk di Banda Aceh kurang berminat mengkonsumsinya.

"Kita beli Kambing-kambing di pasaran, harga rata-rata Rp5.000 per kg. Ikan ini memiliki kulit yang tebal, padahal dagingnya cukup enak dikosumsi," terangnya.

"Harga jual ikan asin jenis ini Rp35.000 per kg dengan pasar selain Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, dan Aceh Jaya," tutur Ari.
 

Pewarta: Muhammad Said

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2018