Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Masyarakat nelayan Provinsi Aceh masih mengandalkan serta mempertahankan alat tangkap tradisional karena ramah lingkungan dan tidak merusak biota laut.

"Nelayan Aceh masih mengandalkan alat tangkap tradisonal karena ramah lingkungan," kata Sekretaris Panglima Laot (Lembaga Adat laut) Aceh, Miftachhuddin Cut Adek, di Banda Aceh, Selasa.

Miftachhuddin menyampaikan, alat tangkap tradisonal yang digunakan oleh masyarakat nelayan provinsi paling barat Sumatera ramah lingkungan dan tidak merusak keberlangsungan bioata laut.

Jika ada nelayan Aceh yang menggunkan alat tangkap dilarang Undang-undang makan pihaknya akan memberikan sanksi adat berupa larangan melaut sesuai kesepakatan bersama.

"kami akan menindak tegas nelayan yang menggunakan alat tangkap dilarang Undang-undang, dan nelayan tersebut dikenakan sanksi adat hingga pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku," imbuhnya.

Pemilik kapal tangkapan ikan, Jaidani di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Lampulo, Banda Aceh mengaku masih menggunakan alat tangkap tradisional karena lebih ramah lingkungan dan tidak merusak terumbu karang.

"Kami masih menggunakan pukat tradisional karena ramah lingkungan, jika pukat hela itu merusak tempat ikan bertelur dan terumbu karang," kata dia.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: 2/Permen-Kp/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Pada Pasal 2 peraturan itu disebutkan bahwas setiap orang dilarang menggunakan alat penangkapan ikan pukat hela dan alat penangkapan ikan pukat tarik di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
 

Pewarta: Irman Yusuf

Uploader : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019