Jakarta, 5/3 (Antaraaceh) - Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Isran Noor mengatakan, tindakan mencabut kuasa pertambangan dari perusahaan dibawah Ridlatama Group merupakan langkah tepat karena perusahaan ini terbukti melanggar hukum sehingga negara dirugikan.
"Kami mencabut karena PT-PT dibawah Ridlatama Group terbukti telah melakukan dua pelangaran hukum yakni mengalihkan saham kepada investor asing dan melaksanakan kegiatan pertambangan di kawasan hutan," kata Isran yang juga Bupati Kutai Timur di Jakarta, Rabu.
Kedua kegiatan yang dilakukan Ridlatama Group tersebut tidak mengantongi izin, termasuk kegiatan pertambangan di kawasan hutan seharusnya mengantongi izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan.
Isran mengatakan, tindakan mencabut kuasa pertambangan ini telah diuji secara hukum yakni melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, dan Mahkamah Agung menyatakan sah secara hukum baik aspek kewenangan maupun prosedural.
Ridlatama Group telah mengalihkan saham secara tidak berhak dan tanpa izin pemerintah Indonesia kepada Churchill Mining PLC dan Planet Mining PTY LTD, kemudian kedua perusahaan mengajukan keberatan kepada Tribunal International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) untuk nantinya dipakai sebagai dasar melakukan gugatan arbitrase.
Dalam perkembangannya ICSID mengeluarkan putusan sela tentang yurisdiksi pada tanggal 24 Februari 2014 yang menyatakan lembaga ini memiliki kewenangan untuk memeriksa gugatan Churchil Mining dan Planet Mining.
Isran menyatakan keyakinannya akan memenangkan gugatan yang diajukan kedua perusahaan asing karena aspek legalnya sudah terpenuhi seluruhnya.
Menurut dia putusan sela hanya memeriksa aspek formal saja, seperti status hukum para pihak yang berperkara, termasuk apakah investasi yang dilakukan telah diberikan penerimaan (granted admission), serta ada tidaknya persetujuan atau consent para pihak untuk berarbitrase, serta apakah ICSID memiliki kewenangan untuk memeriksa pokok perkara gugatan.
ICSID hanya memeriksa dan meneliti ketentuan-ketentuan bilateral investment treat (BIT) Indonesia - Inggris dan Indonesia - Australia, yang dipakai Churchill dan Planet untuk mengajukan gugatan arbitrase.
Isran mengatakan, BIT merupakan produk kewenangan pemerintah pusat, BIT yang ada saat ini cenderung merugikan posisi pemerintah Indonesia, selain ditandatangani puluhan tahun lalu, serta dilakukan saat Indonesia saat itu membutuhkan investasi asing.
Isran mengatakan, munculnya kasus Rafat Ali Rizvi pemegang saham Century yang juga menggugat pemerintah RI di forum ICSID maka sudah saatnya kia melakukan negosiasi BIT, bahkan kalau perlu BIT tersebut dihapuskan saja. Alasannya banyak negara-negara di Amerika Latin yang meninggalkan karena dianggap merugikan.
Ketentuan BIT di Indonesia menjadi kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), ternyata dalam format baku surat persetujuan penanaman modal asing yang dikeluarkan BKPM terdapat kata-kata, "Pemerintah Indonesia bersedia mengikuti penyelesaian menurut ketentuan konvensi ICSID" sehingga pernyataan ini dianggap merupakan persetujuan pemerintah Indonesia untuk berarbitrase dengan investor, jelas Isran.
Berdasarkan UU Penanaman Modal Asing, seharusnya BKPM berkewajiban mengawasi kegiatan PMA, ternyata tidak ada kegiatan pengawasan terhadap kegiatan Churcill dan Planet di Indonesia.
Churcill dan lain-lain juga telah membeli saham-saham perusahaan pemegang kuasa pertambangan, padahal hukum mengatur kuasa pertambangan hanya dapat dipegang oleh WNI dan atau badan hukum yang 100 persen dimiliki WNI.
UU Penanaman Modal Asing juga mengatur investor asing hanya boleh berusaha dibidang pertambangan melalui kerja sama dengan pemerintah RI dalam bentuk PKP2B atau kontrak karya, ungkap Isran.
Isran optimistis Pemkab Kutai Timur dan pemerintah RI akan menang pada pemeriksaan materi pokok perkara, disitu akan terbukti kegiatan Churchill dan lain-lain beroperasi secara tidak legal.
Isran meminta untuk mewaspadai upaya-upaya segelintir orang untuk mendorong pemerintah RI melakukan negosiasi dan melakukan penyelesaian damai diantaranya dengan membayar ganti rugi kepada Churchill dan lain-lain, serta menyingkirkan tim hukum yang dipimpin Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin.
"Kita harus dapat menyelamatkan miliar dolar AS milik pemerintah dan rakyat Indonesia yang ingin diraup segelintir orang-orang ini," kata Isran Noor.

Pewarta:

Editor : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014