Saat Israel meningkatkan upayanya untuk menghubungkan Al-Quds (Jerusalem) dengan Desa Bir Oneh, bagian dari Kota Beit Jala di Kabupaten Bethlehem, penguasa Yahudi memusnahkan impian orang Palestina desa itu, baik muda maupun tua.
Satu cara yang ditempuh Israel ialah dengan menghancurkan rumah warga Palestina di Desa Bir Oneh dengan dalih "tidak memiliki izin mendirikan bangunan", kondisi yang membuat mereka dipaksa meninggalkan tanah mereka. Warga Palestina di sana dipaksa pindah ke wilayah Tepi Barat Sungai Jordan dan membiarkan tanah mereka dirampas oleh penguasa Yahudi.
"Saya berencana menyelesaikan apartemen saya tahun ini, sebelum saya menikah dan membina rumah tangga di dalamnya," kata Saleh Zarineh (23), setelah penguasa Yahudi menghancurkan bangunan dua-lantai yang ia bangun bersama ayah dan saudaranya di tanah sah mereka di Bir Oneh. "Tapi sekarang penguasa pendudukan telah membunuh impian saya.'
Ia mengatakan, "Saya berhenti sekolah ketika saya berusia 16 tahun dan bergabung dengan tenaga kerja untuk membantu ayah saya dan tiga saudara saya membangun rumah ini. Semua yang kami punya kami masukkan ke dalam rumah ini, yang hari ini kami saksikan runtuh di depan mata kami dan tak ada yang bisa lakukan untuk itu."
Penguasa Israel memberi keluarga Zarineh waktu sampai Rabu untuk membongkar rumahnya sendiri atau rumah itu akan dihancurkan dan mereka dipaksa membayar biaya pembongkaran sebesar 70.000 shekel.
Karena tak ingin, atau bahkan tak mampu, membayar biaya yang sangat mahal itu, keluarga Bir Oneh membongkar bangunan dua-lantai yang menjadi tempat tinggal mereka pada Selasa dan dengan itu impian keluarga tersebut musnah.
Keluarga Zarineh menjadi pengungsi dari 1948, ketika mereka meninggalkan rumah mereka di Daerah Malha di Al-Quds (Jerusalem), setelah tempat tinggal mereka diambil-alih oleh milisi Yahudi dan pindah untuk menetap di dekat Bir Oneh. Di tempat itu, selama bertahun-tahun mereka membeli sebidang tanah yang mereka jadikan tempat tinggal dan mereka ingin membangun rumah impian keluarga mereka.
Mereka mulai mengerjakan rumah mereka pada Mei 2018, tapi segera setelah itu mereka menerima perintah penghentian pekerjaan dari penguasa Israel lalu perintah pembongkaran, kata Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi. Mereka menyewa pengacara dan menghadap ke pengadilan untuk meminta putusan pembatalan perintah pembongkaran tapi kalah sekalipun mereka memiliki surat kepemilikan tanah sejak jaman Ustmaniyah (Ottoman).
Mereka bahkan berusaha ke Pengadilan Tinggi Israel, yang juga menolak permohonan mereka dan mereka malah harus membayar semua biaya pengadilan selain membayar pengacara, yang semuanya berjumlah lebih dari 60.000 shekel, sampai perintah terakhir pembongkaran mereka terima tiga hari sebelumnya.
"Ini adalah perintah pembunuhan yang sudah direncanakan," kaa Ayman Zarineh, ayah di keluarga tersebut, sambil memperlihatkan perintah pembongkaran.
Zarineh bukan satu-satunya yang kehilangan rumah berdasarkan perintah penguasa pendudukan Israel. Ia sesungguhnya adalah satu dari puluhan kasus serupa di Bir Oneh.
Beberapa bulan lalu, sepupunya, Walid Zarineh kehilangan bangunan enam-lantainya, dan kemudian bangunan tiga-lantai yang dimiliki oleh pengacara Basima Lahham juga dihancurkan.
Bir Oneh dulu adalah bagian dari Beit Jala sampai Israel memutuskan untuk memutuskan tanah yang dan menghubungkannya dengan Al-Quds Besar guna membangun jalan melalui desa itu demi kepentingan permukiman tidak sah yang dibangun di sebelah selatan Kota Al-Quds, yang diduduki.
Tapi untuk melakukan itu, Israel mula-mula hari mengosongkan tanah tersebut dari warga Palestinanya dan melarang mereka membangun rumah lagi di atasnya. Israel berhasil melakukannya dengan perintah administrasinya, kekuasaan sebagai kekuatan pendudukan.
Sejauh ini, delapan bangunan dihancurkan dan 12 lagi menunggu nasib serupa.
Sumber: WAFA
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Satu cara yang ditempuh Israel ialah dengan menghancurkan rumah warga Palestina di Desa Bir Oneh dengan dalih "tidak memiliki izin mendirikan bangunan", kondisi yang membuat mereka dipaksa meninggalkan tanah mereka. Warga Palestina di sana dipaksa pindah ke wilayah Tepi Barat Sungai Jordan dan membiarkan tanah mereka dirampas oleh penguasa Yahudi.
"Saya berencana menyelesaikan apartemen saya tahun ini, sebelum saya menikah dan membina rumah tangga di dalamnya," kata Saleh Zarineh (23), setelah penguasa Yahudi menghancurkan bangunan dua-lantai yang ia bangun bersama ayah dan saudaranya di tanah sah mereka di Bir Oneh. "Tapi sekarang penguasa pendudukan telah membunuh impian saya.'
Ia mengatakan, "Saya berhenti sekolah ketika saya berusia 16 tahun dan bergabung dengan tenaga kerja untuk membantu ayah saya dan tiga saudara saya membangun rumah ini. Semua yang kami punya kami masukkan ke dalam rumah ini, yang hari ini kami saksikan runtuh di depan mata kami dan tak ada yang bisa lakukan untuk itu."
Penguasa Israel memberi keluarga Zarineh waktu sampai Rabu untuk membongkar rumahnya sendiri atau rumah itu akan dihancurkan dan mereka dipaksa membayar biaya pembongkaran sebesar 70.000 shekel.
Karena tak ingin, atau bahkan tak mampu, membayar biaya yang sangat mahal itu, keluarga Bir Oneh membongkar bangunan dua-lantai yang menjadi tempat tinggal mereka pada Selasa dan dengan itu impian keluarga tersebut musnah.
Keluarga Zarineh menjadi pengungsi dari 1948, ketika mereka meninggalkan rumah mereka di Daerah Malha di Al-Quds (Jerusalem), setelah tempat tinggal mereka diambil-alih oleh milisi Yahudi dan pindah untuk menetap di dekat Bir Oneh. Di tempat itu, selama bertahun-tahun mereka membeli sebidang tanah yang mereka jadikan tempat tinggal dan mereka ingin membangun rumah impian keluarga mereka.
Mereka mulai mengerjakan rumah mereka pada Mei 2018, tapi segera setelah itu mereka menerima perintah penghentian pekerjaan dari penguasa Israel lalu perintah pembongkaran, kata Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi. Mereka menyewa pengacara dan menghadap ke pengadilan untuk meminta putusan pembatalan perintah pembongkaran tapi kalah sekalipun mereka memiliki surat kepemilikan tanah sejak jaman Ustmaniyah (Ottoman).
Mereka bahkan berusaha ke Pengadilan Tinggi Israel, yang juga menolak permohonan mereka dan mereka malah harus membayar semua biaya pengadilan selain membayar pengacara, yang semuanya berjumlah lebih dari 60.000 shekel, sampai perintah terakhir pembongkaran mereka terima tiga hari sebelumnya.
"Ini adalah perintah pembunuhan yang sudah direncanakan," kaa Ayman Zarineh, ayah di keluarga tersebut, sambil memperlihatkan perintah pembongkaran.
Zarineh bukan satu-satunya yang kehilangan rumah berdasarkan perintah penguasa pendudukan Israel. Ia sesungguhnya adalah satu dari puluhan kasus serupa di Bir Oneh.
Beberapa bulan lalu, sepupunya, Walid Zarineh kehilangan bangunan enam-lantainya, dan kemudian bangunan tiga-lantai yang dimiliki oleh pengacara Basima Lahham juga dihancurkan.
Bir Oneh dulu adalah bagian dari Beit Jala sampai Israel memutuskan untuk memutuskan tanah yang dan menghubungkannya dengan Al-Quds Besar guna membangun jalan melalui desa itu demi kepentingan permukiman tidak sah yang dibangun di sebelah selatan Kota Al-Quds, yang diduduki.
Tapi untuk melakukan itu, Israel mula-mula hari mengosongkan tanah tersebut dari warga Palestinanya dan melarang mereka membangun rumah lagi di atasnya. Israel berhasil melakukannya dengan perintah administrasinya, kekuasaan sebagai kekuatan pendudukan.
Sejauh ini, delapan bangunan dihancurkan dan 12 lagi menunggu nasib serupa.
Sumber: WAFA
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019