Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Dirut PT PLN Sofyan Basir sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap terkait kerja sama di bidang pelayaran PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dan penerimaan lain terkait jabatan.
Sofyan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Indung (IND) dari pihak swasta.
"Hari ini, diagendakan pemeriksaan terhadap Sofyan Basir, mantan Dirut PLN sebagai saksi serta dua orang pejabat Kementerian Keuangan terkait dengan dana perimbangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Selain Sofyan, KPK juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Indung, yaitu Sekretaris Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Rukijo, Kepala Subdit Dana Alokasi Khusus Direktorat Dana Perimbangan periode 21 April 2015 sampai 24 April 2016 M Nafi, dan Dani Werdaningsih berprofesi sebagai wiraswasta.
Terkait pemanggilan Sofyan, Febri menyatakan bahwa lembaganya mulai menelusuri dugaan sumber dana gratifikasi terhadap anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP).
Baca juga: KPK yakin bukti pada persidangan Sofyan solid
Sofyan juga merupakan terdakwa perkara korupsi proyek PLTU Riau-1.
Untuk diketahui, KPK total telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu, yaitu Bowo Sidik Pangarso, Indung, dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI).
Untuk Asty, saat ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Diduga Asty memberikan suap sekitar 158 ribu dolar AS dan Rp311 juta yang diberikan dalam beberapa tahap, sejak Mei 2018 hingga 27 Maret 2019.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia di Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus dan dua kontainer plastik yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang dengan total Rp8,45 miliar, diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Sofyan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Indung (IND) dari pihak swasta.
"Hari ini, diagendakan pemeriksaan terhadap Sofyan Basir, mantan Dirut PLN sebagai saksi serta dua orang pejabat Kementerian Keuangan terkait dengan dana perimbangan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Selain Sofyan, KPK juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Indung, yaitu Sekretaris Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Rukijo, Kepala Subdit Dana Alokasi Khusus Direktorat Dana Perimbangan periode 21 April 2015 sampai 24 April 2016 M Nafi, dan Dani Werdaningsih berprofesi sebagai wiraswasta.
Terkait pemanggilan Sofyan, Febri menyatakan bahwa lembaganya mulai menelusuri dugaan sumber dana gratifikasi terhadap anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP).
Baca juga: KPK yakin bukti pada persidangan Sofyan solid
Sofyan juga merupakan terdakwa perkara korupsi proyek PLTU Riau-1.
Untuk diketahui, KPK total telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu, yaitu Bowo Sidik Pangarso, Indung, dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI).
Untuk Asty, saat ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Diduga Asty memberikan suap sekitar 158 ribu dolar AS dan Rp311 juta yang diberikan dalam beberapa tahap, sejak Mei 2018 hingga 27 Maret 2019.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia di Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus dan dua kontainer plastik yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang dengan total Rp8,45 miliar, diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019